Senin, 23 Juli 2018

MAAF, SAYA SIBUK NGGAK PUNYA WAKTU


Semua kita sepakat bahwa Iblis itu adalah musuh utama anak cucu Adam 'alaihissalam. Paham bahwa dialah yang dahulu bersumpah di hadapan Allah subhanahu wata'ala untuk menggelincirkan umat manusia. Sebagaimana yang di kabarkan oleh Allah dalam firman-Nya:

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ، ثُمَّ لَآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ 

Iblis berkata: "Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka aku benar-benar akan menghalang-halangi mereka dari jalan-Mu yang lurus,kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)." (QS. Al-A'raf: 16-17)

Namun, tak banyak di antara kita yang tahu bahwa langkah pertama Iblis untuk menggelincirkan kita adalah dengan menghalangi kita dari belajar agama Allah. Imam Ibnul Jauzi rahimahullah mengatakan:

‏اِعْلَمْ أَنَّ أَوَّلَ تَلْبِيْسِ إِبْلِيْسَ عَلَى النَّاسِ صَدُّهُمْ عَنِ العِلْمِ ، لِأَنَّ العِلْمَ نُوْرٌ ؛ فَإِذَا أَطْفَأَ مَصَابِيْحَهُمْ خَبَطَهُمْ فِي الظَلَامِ كَيْفَ شَاءَ 

"Ketahuilah, bahwa talbis Iblis yang pertama kepada umat manusia adalah menghalangi mereka dari ilmu agama. Karena ilmu itu adalah cahaya. Sehingga apabila ia telah dapat memadamkan lampu-lampu mereka maka ia akan dengan mudah membanting mereka ke dalam kegelapan sekehendaknya." (Talbisu Iblis: 309, Cet. Darul Kutub Ilmiah, Beirut)

Berbagai macam cara ia lakukan untuk mencapai tujuannya itu. Di antaranya, ia sibukkan kita dengan hal-hal dunia, entah itu keluarga, usaha, pekerjaan, karier pendidikan, dst. Sehingga kita lupa atau merasa tidak sempat lagi untuk belajar agama. Lama kelamaan akhirnya keinginan untuk kembali belajar itu pun sirna dan terkubur untuk selamanya.

Padahal, belajar agama tidak ada batas waktu dan usia, selama kita masih seorang muslim atau muslimah maka wajib untuk belajar. Karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah: 224)

Sekarang, mari lihatlah diri kita masing-masing. Jika seandainya kita merasa tidak sempat lagi untuk belajar agama, selalu berdalih dengan alasan "Saya sibuk, masih banyak pekerjaan, tugas belum selesai, dst," maka sadarilah bahwa kita telah terjebak dalam perangkap Iblis.

Bagaimana tidak, coba pikirkan! 168 jam waktu yang kita miliki dalam sepekan, tapi dua jam saja kita tak mampu mengalokasikannya untuk duduk di majelis ta'lim untuk belajar agama, kemudian dengan ringannya kita beralasan, "Maaf, saya sibuk", bukankah itu adalah perangkap Iblis?!

Oleh sebab itu, jangan pernah mengatakan, "saya sibuk, tak punya waktu" untuk belajar agama. Karena itu adalah tanda perangkap Iblis telah mendapat mangsa.

PEMBANGKANG DAN KEPALA BATU


Mengikuti perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah jalan keberkahan dan kebahagiaan. Sebaliknya, menyelisihi dan kepala batu terhadap perintah beliau shallallahu alaihi wasallam adalah pokok kesengsaraan.

Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menceritakan: "Bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah menjenguk seorang Arab Badui yang sedang sakit. Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam apabila menjenguk orang sakit biasa mendoakannya dengan: 'La ba'sa thahur in syaa Allah' (tidak mengapa, in syaa Allah sakit ini bisa menyucikan dari dosa-dosa). Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam pun mendo'akan Arab Badui tersebut; 'La ba'sa thahur in syaa Allah.' Namun orang itu justru mengatakan:

قُلْتَ طَهُوْرٌ؟! كَلَّا، بَلْ هِيَ حُمَّى تَفُوْرُ أَوْ تَثُوْرُ عَلَى شَيْخٍ كَبِيْرٍ تُزِيْرُهُ القُبُوْرَ

'Apa yang kau katakan? Thahur? Akan menyucikan dari dosa-dosa?! Tidak sama sekali, bahkan ini adalah demam panas yang menimpa seorang tua renta yang akan menghantarkannya ke dalam kubur.'

Lantas kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun mengatakan; 'Iya, tidak apa-apa kalau memang demikian yang kamu inginkan.'" (HR. Bukhari: 3616) Disebutkan dalam riwayat yang lain, "Lalu laki-laki itu akhirnya pun mati." (HR. Abdurrazzaq)

Itu adalah diantara contoh nyata akibat menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Menentang ajaran beliau dan tidak mau berittiba' kepadanya adalah kehinaan dan kerugian karena Allah berfirman:

 وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. an-Nisa': 115)

Oleh sebab itu, berhati-hatilah jangan sampai menyelisi. Baca dan pelajarilah hadits-hadits beliau. Kalau tidak demikian, bisa jadi kita nanti memang tidak mengucapkan dengan lisan "menyelisihi sunnah beliau" tapi amal perbuatan kitalah yang menunjukkan akan hal itu, karena kita beramal tidak sesuai dengan tuntunan beliau shallallahu alaihi wasallam.


Minggu, 22 Juli 2018

JANGAN TERBAWA PERASAAN



Tergesa-gesa dan terbawa perasaan adalah penyakit kebanyakan kita. Tatkala ada sesuatu yang bertolak belakang dengan apa yang kita pahami selama ini dengan mudah kita bertindak ceroboh dan lupa diri.

Contoh mudah adalah ketika figur yang  dikagumi dikritik orang lain. Didorong perasaan ingin membela kemudian karena tergesa-gesa maka terjadilah apa yang terjadi. Muncullah sikap dan komentar yang seharusnya tidak perlu, dari mereka yang "mengagumi."

Padahal di dalam agama kita ini jika terjadi hal yang demikian itu, cukup lihat diri kita apakah "layak" kita bicara ataukah tidak. Jangan karena terdorong perasaan, akhirnya kita menjadi gelap mata. Agama kita dibangun di atas pondasi ilmu. Sudah ada timbangannya yaitu al-Qur'an dan Hadits yang semuanya telah jelas dan ada koridornya. Bukan dibangun di atas perasaan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَا يَحْكُمْ أَحَدٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَهُوَ غَضْبَانُ

"Janganlah seorang pun yang menghukumi antara dua orang sedang ia dalam keadaan marah." (HR. Muslim: 3343)

Karena saat marah, seorang akan sangat rentan mengikuti perasaannya dibanding akal sehat serta timbangan ilmu al-Qur'an dan Sunnah.

Jangan tergesa-gesa, tenangkanlah diri dari panasnya perasaan itu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

التَّأَنِّي مِنَ اللهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

"Ketenangan datangnya dari Allah sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.” (HR. Al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra: 10/104, ash-Shahihah: 1795)

Kemudian baru setelah itu, serahkan kepada ahlinya. Jangan komentar, diam sajalah. Sebab diam jauh lebih baik daripada berucap tapi justru ucapan itu nantinya akan mendatangkan penyesalan. Tengok kadar diri, seberapa jauhkah pengetahuan kita terhadap al-Qur'an dan Sunnah?! Kalau tidak ada secuilnya, maka jangan coba-coba untuk menghukumi siapa yang benar dan yang salah.

Kamis, 19 Juli 2018

NAIK HAJI KE TANAH SUCI



Naik Haji, adalah satu diantara sekian banyak harapan kita. Sebuah perjalanan ibadah menuju tempat termulia di jagad raya. Pautan hati tempat bersimpuh khusyuk di hadapan ilahi rabbi. Rindu sangat sanubari tatkala mata menatap ka'bah dari sini. Lebih dari itu, balasan dari ibadah ini pun satu hal yang sangat kita dambakan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

"Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga." (HR. Bukhari: 1773, Muslim: 1349)

Allah telah mewajibkan hambanya yang memiliki kemampuan untuk menunaikan ibadah yang satu ini. Allah berfirman:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran: 97)

Bahkan ia merupakan tonggak agama Islam. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، وَ إِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَ حَجِّ الْبَيْتِ ، وَ صَوْمِ رَمَضَانَ 

"Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada tuhan yang haq kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, naik haji, dan puasa Ramadhan." (HR. Bukhari: 8, Muslim: 16)

Maka bagi siapa yang telah mampu tapi tidak mau, masih saja menunda-nunda maka keislamannya dipertanyakan. Jika ia mati dalam keadaan demikian maka ia berdosa besar. Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu pernah mengatakan:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ مُوْسِرٌ لَمْ يَحُجَّ، فَلْيَمُتْ عَلَى حَالٍ شَاءَ، يَهُوْدِيًّا أَوْ نَصْرَنِيًّا

"Barangsiapa yang mati dalam keadaan kaya tapi belum menunaikan haji, maka matilah dalam keadaan yang ia mau; Yahudi atau Nasrani." (Al-Mushannaf Abi Syaibah: 14670, Ta'liqah ala Syarhis Sunnah Al-Imam al-Muzani: 134)

Oleh sebab itu, bagi Anda yang memiliki kelapangan rezeki dan kemampuan segeralah untuk menunaikan ibadah ini. Tahukah Anda?! Di sana banyak orang yang sangat rindu tapi tak mampu. Ingin rasanya memeluk gunung, tapi apalah daya tangan tak sampai. Sekarang Anda memiliki kesempatan itu maka jangan disia-siakan. Ingat haji yang mabrur balasannya adalah surga. Tidakkah Anda ingin ke sana?!

LARI KENCANG DARI SYUBHAT



Penyakit ada dua jenis yaitu penyakit yang menyerang badan dan penyakit yang menyerang hati dan akal. Jenis kedua inilah yang lebih dikenal dengan "syubhat." Menyerang agama seseorang sehingga ia tak dapat lagi mengenali mana yang hak dan batil.

Penyakit syubhat ini jauh lebih berbahaya daripada penyakit yang menyerang badan. Maka dari itu, harus ekstra hati-hati. Terlebih di zaman ini, di saat semua orang bebas bicara dalam agama, tanpa batas, tanpa takut dan bahkan terkadang tanpa "rasa malu."

Hati-hatilah mengambil agama, karena sekarang banyak da'i penebar syubhat. Orang-orang yang lihai memoles hingga haram kelihatan halal, hak jadi batil dan sebaliknya. Tak perlu heran, karena memang sudah zamannya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tatkala mengabari tentang kabut kerusakan di akhir zaman di antaranya beliau mengatakan:

دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا

"Para da’i (penyeru) yang mengajak ke pintu Jahannam. Siapa yang memenuhi seruan mereka maka akan dilemparkan ke dalamnya." (HR. Bukhari: 7084, Muslim: 1847)

Sekarang tugas kita yaitu berhati-hati, menghindari sumber-sumber penyebar syubhat. Menjauh dan lari sekencang-kencangnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

فِرَّ مِنَ الْمَجْذُوْمِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الأَسَدِ

Larilah dari penyakit kusta seperti engkau lari dari singa.” (HR. Bukhari: 5707)

Jika seandainya itu dalam hal kusta, penyakit yang menyerang badan, lantas bagaimana dengan "syubhat", penyakit yang menyerang pikiran dan agama?!

Tak usah "coba-coba", ingat bahwa hati kita ini lemah, maka jangan sembarangan mengambil ilmu agama nanti bisa terkena syubhat. Imam Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan:

يَرَوْنَ أَنَّ القُلُوْبَ ضَعِيْفَةٌ والشُبَهَ خَطَّافَةٌ

"Mereka (mayoritas ulama salaf) memandang bahwa hati itu lemah dan syubhat itu menyambar-nyambar.” (Siyar A’lamin Nubala‘: 7/261).

Oleh sebab itu, jangan gadaikan diri pada kebinasaan. Ektra hati-hatilah memilih rujukan ilmu agama. Jangan mentang-mentang ia hebat bicara, mahir beretorika, terkenal, lantas dijadikan rujukan. Berusaha keras dan berdo'a agar kita selamat dari para penyebar syubhat.

CINTA DAN BENCI PADA TEMPATNYA



Satu hal yang hilang dari sebagian besar kita umat Islam yang hidup di hari ini adalah kebencian kepada kekafiran dan kesyirikan. Seringkali kita salah menempatkan antara cinta dan benci. Kita malah membenci saudara kita sesama muslim kemudian mencintai orang-orang kafir dan menjadikannya sosok yang dikagumi.

Tidak sedikit diantara kita yang lebih tahu dan kenal dengan figur kafir dari kalangan aktor film, pemain sepakbola, pembalap, musisi, politikus, ilmuan serta inteleknya, dan seterusnya. Daripada figur teladan dari kalangan sahabat dan orang-orang shalih terdahulu.

Jika tidak percaya, silahkan ambil kertas dan pena, kemudian tulis nama-nama mereka. Yakin, kebanyakan dari kita lebih lancar untuk menuliskan list nama-nama tokoh kafir ketimbang nama sahabat dan orang shalih. 

Padahal, di antara pokok akidah Ahlussunnah wal Jama'ah adalah mencintai orang-orang yang beriman dan membenci orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Meskipun mereka adalah orang dekat. Tidak terbawa perasaan, jika memang jelas mereka memusuhi Allah dan Rasul-Nya maka mereka harus dibenci. Allah berfirman:

لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. (QS. Al-Mujadilah: 22)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan: "Said bin Abdul Aziz dan yang lain mengatakan, ayat ini diturunkan untuk Abu Ubaidah Amir bin Abdillah bin al-Jarrah radhiyallahu anhu ketika ia membunuh ayahnya di perperangan Badr. 

Karenanya Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu pada saat menetapkan pemilihan khalifah setelahnya berdasarkan musyawarah, ia mengatakan kepada enam orang ahlu syura tersebut:

وَلَوْ كَانَ أَبُوْ عُبَيْدَةَ حَيًّا لَاسْتَخْلَفْتُهُ

'Andaikata Abu Ubaidah masih hidup niscaya aku akan menjadikannya khalifah.'" (Tafsir al-Qur'an al-Azhim: 8/25)

Karena apa?! Karena Abu Ubaidah bin Jarrah dipuji oleh Allah serta direkomendasi bahwa ia memang seorang yang beriman kepada-Nya dan hari akhir. Karena ia meletakkan cinta dan benci pada tempatnya. Tak segan untuk memerangi ayahnya sendiri lantaran ayahnya jelas dan terang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.

Oleh sebab itu, sekarang mari memuhasabah diri. Sudah benarkah kita meletakkan antara cinta dan benci?! Jika memang kita masih menyenangi, mengidolakan musuh-musuh Allah yaitu orang-orang kafir maka segeralah berbenah, karena keimanan kita berada dalam tanda tanya besar. Jangan-jangan selama ini hanya status saja sedang kita tak paham dan tak kenal apa Islam itu yang sebenarnya.

Rabu, 18 Juli 2018

BEKAL PERJALANAN (Art.Salayok132)


Betapa sibuknya kita ketika hendak bepergian jauh. Lihat saja pada libur panjang dalam "acara mudik lebaran." Berbagai kebutuhan kita siapkan bahkan jauh sebelum hari keberangkatan datang. Semua, karena kita tak ingin mendapat halangan baik sebelum atau di tengah perjalanan sehingga mengakibatkan kita tak bisa sampai ke tempat tujuan.

Akhirnya tidak sedikit di antara kita yang kemudian benar-benar mempersiapkan segalanya. Bahkan saking banyaknya, perbekalannya tidak mampu dibawa kecuali harus dengan kendaraan. Inilah yang diungkapkan oleh Allah dalam firman-Nya berkaitan dengan salah satu hikmah dan manfaat dari hewan ternak:

وَتَحْمِلُ أَثْقَالَكُمْ إِلَىٰ بَلَدٍ لَّمْ تَكُونُوا بَالِغِيهِ إِلَّا بِشِقِّ الْأَنفُسِ ۚ إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ

Dan ia (hewan ternak itu) memikul beban-bebanmu menuju suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Nahl: 7)

Sejenak kalau direnungkan, jika demikian keadaan kita dalam mempersiapkan bekal perjalanan dunia lantas bagaimanakah dengan perjalanan akhirat yang tentu lebih jauh dan melelahkan?! Inilah yang diungkapkan oleh al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, setelah beliau menyebutkan ayat tadi beliau kemudian berkata:

فَهَذَا شَأْنُ الاِنْتِقَالِ فِي الدُّنْيَا مِنْ بَلَدٍ إِلَى بَلَدٍ، فَكَيْفَ الاِنْتِقَالُ مِنَ الدُّنْيَا إِلَى دَارِ القَرَارِ

"Ini adalah perpindahan di dunia dari satu negeri ke negeri yang lain. Lantas bagaimana dengan perpindahan dari dunia menuju negeri keabadian?!" (Miftah Dar as-Sa'adah: 1/26)

Sudah barang tentu jauh lebih membutuhkan perbekalan. Karenanya Umar bin Abdul Aziz rahimahullah dahulu pada khutbahnya pernah mengatakan:

 إِنَّ لِكُلِّ سَفَرٍ زَادًا لَا مَحَالَة، فَتَزَوَّدُوْا لِسَفَرِكُمْ مِنَ الدُّنْيَا إِلَى الآخِرَة

“Sesungguhnya setiap perjalanan pasti membutuhkan bekal, maka berbekallah untuk perjalanan kalian dari dunia menuju akhirat.” (Hilyahtul Auliya’ cet. Darul Fikr: 5/291)

Oleh sebab itu, betapa tidak bijaknya jika untuk perjalanan dunia kita kerahkan segenap kemampuan untuk menyiapkan perbekalan sedangkan untuk perjalanan akhirat yang jauh lebih panjang, berat dan melelahkan kita hanya biasa-biasa saja. Seolah tak peduli padahal perjalanan itu pasti akan kita lalui.

Maka sekarang, mari mempersiapkan bekal perjalanan ini. Jangan katakan "esok, lusa atau nanti", tapi mulailah detik ini. Perjalanan ini sangat panjang, kematian pasti datang. Sedang kita tak tahu kapan ia menjelang.