Selasa, 27 Februari 2018

PASAR ONLINE (Art.Salayok84)


Saat ini, kita merasakan banyak kemudahan jual beli. Sekarang kita tak perlu lagi pergi ke pasar-pasar yang sesak, becek, berjubel, sebab sudah banyak pasar-pasar ber-AC.

Ada minimarket, supermarket, plaza, mall, grandmall, dst. Tumbuh subur bak jamur di musim penghujan, saling berdekatan, hadap-hadapan,  bersebelahan.

Dan bahkan, sekarang kita tak perlu lagi keluar rumah. Apa yang kita inginkan tinggal cari, pesan, transfer, kemudian barang akan dikirim ke alamat. Belanja online melalui phone, memberikan kemudahan yang tak terkira.

Tapi sadarkah kita bahwa itu semua adalah satu diantara tanda kiamat. Banyak dan saling berdekatannya pasar serta kemudahan perdagangan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَظهَرُ الفِتَنُ وَ يَكثُرُ الكَذِبُ وَ تَتَقَارَبُ الأَسوَاقُ وَ يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَ يَكثُرُ الهَرجُ. قِيلَ وَ مَا الهَرجُ؟ قَالَ: القَتلُ

"Tidak akan terjadi hari kiamat hingga tampak berbagai fitnah, semakin banyak kedustaan, pasar-pasar berdekatan, zaman semakin dekat dan banyak al-harj." Ada yang bertanya: "Apa itu al-harj?" Beliau menjawab: "Pembunuhan." (HR. Ahmad 2/519, ash-shahihah: 2772)

Maka ingatlah bahwa kemudahan-kemudahan itu adalah peringatan. Untuk kita agar mempersiapkan bekal menuju Allah. Ingat firman Allah:

فَهَلْ يَنظُرُونَ إِلَّا السَّاعَةَ أَن تَأْتِيَهُم بَغْتَةً ۖ فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا ۚ فَأَنَّىٰ لَهُمْ إِذَا جَاءَتْهُمْ ذِكْرَاهُمْ

"Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila Kiamat sudah datang?" (QS. Muhammad: 18)

Oleh sebab itu, jangan lalai, tanda-tanda kiamat sudah semakin banyak. Kita tak perlu tahu kapan terjadinya, kewajiban kita hanya menyiapkan bekal untuk kehidupan setelahnya. (zhr)

Sabtu, 24 Februari 2018

PAHITNYA TIDAK LAMA (Art.Salayok83)


Satu hal yang kita sepakati bahwa kita ingin masuk surga. Berkumpul bersama keluarga, orang-orang shalih, dinaungi oleh rahmat Allah, bahagia tanpa rasa sedih ataupun rasa takut dan abadi untuk selamanya.

Tapi satu hal yang harus kita sadari juga bahwa jalan untuk menggapai surga itu berat. Perjalanan dunia saja melelahkan lalu bagaimana dengan perjalanan akhirat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ

“Perjalanan adalah bagian dari adzab” (HR. Bukhari: 2839)

Perjalanan menuju akhirat adalah perjalanan yang berat dan melelahkan. Banyak sekali rintangannya, karena memang ujung dari perjalanan ini adalah sesuatu yang sangat agung yaitu masuk surga dan berjumpa dengan Allah.

Sedangkan surga itu sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sabdanya:

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

“Surga diliputi oleh sesuatu yang dibenci sedangkan neraka diliputi oleh syahwat.” (HR. Muslim: 7308)

Imam Ghazali pernah mengatakan: “Apabila suatu tujuan teramat suci dan mulia, sukarlah jalan yang harus ditempuh dan banyaklah penderitaan yang akan ditemui di tengah jalan.”

Maka tidak ada pilihan bagi kita para perindu surga selain bersabar dalam menapaki jalan ini. Allah berfirman:

{وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا}

"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (QS. Al-Kahfi: 28)

Sabar, jalan kita memang pahit, tapi ujungnya amat sangat manis. Tidak lama, sebab anggaplah kita hidup sampai tua. Tapi, seberapa lamakah? Rasulullah bersabda:

 أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Umur umatku antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun. Sedikit sekali yang lebih dari itu.” (HR. Ibnu Majah: 4236, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah: 757)

Lamakah enam atau tujuh puluh tahun itu?! Silahkan tanya pada nenek kakek kita. Pasti mereka menjawab “Tidak.” Banyak di antara kakek yang akan mengatakan bahwa baru kemarin rasanya ia lulus SMA, kuliah dan kemudian bekerja, lalu bertemu dengan nenek.

Sabar, biarlah pahit diawal, tidak lama, paling sampai kita meninggal dunia saja. (zhr)

Jumat, 23 Februari 2018

MARI BERSAMA (Art.Salayok82)

wallpaper-gallery.net







Kita tidak sangsi lagi dengan kebenaran ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Seiring bergulirnya waktu semakin terlihat kebenaran itu.

Masjid, yang dahulu adalah poros utama kekuatan umat, dimana shalat lima waktu dilakukan, pengajaran agama, bahkan sampai urusan perperangan, namun kelak akan berubah fungsi menjadi ajang untuk sekadar berlomba-lomba dalam fisik bangunannya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِى الْمَسَاجِدِ

“Hari kiamat tidak akan terjadi sampai manusia bermegah-megahan dalam membangun masjid.” (HR. Abu Daud, an Nasa’i dan Ibnu Majah).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, ia mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:

 مَا أُمِرْتُ بِتَشْيِيدِ الْمَسَاجِد

“Aku tidak diperintahkan untuk meninggikan (menghiasi) bangunan masjid.”

Lalu Ibnu Abbas setelah itu mengatakan:

لَتُزَخْرِفُنَّهَا كَمَا زَخْرَفَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.

“Sungguh kalian akan menghiasi masjid-masjid sebagaimana orang-orang Yahudi dan Nasrani menghiasai tempat ibadah mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Imam al Khattabi menjelaskan:

“Orang-orang Yahudi dan Nashrani mulai memperindah gereja dan biaranya tatkala mereka telah mengubah dan mengganti kitab mereka. Maka mereka menyia-nyiakan agama dan berhenti hanya sebatas memperindah dan menghiasi tempat ibadah.” (Dinukil oleh al Aini dalam Umdatul Qari Syarh Shahihil Bukhari VII/41).

Kualitas iman dan Islam masyarakat di sekitar masjid jauh lebih penting untuk diberi perhatian ketimbang bangunan masjid. Jika dilupakan, yang akan terjadi adalah fenomena akhir zaman yang tercela;

"Masjid megah tapi kosong karena muslim di sekitarnya pada enggan shalat jamaah. Tiang dan menaranya menjulang angkuh, tapi satu shaf paling depan saja tidak penuh. Padahal aktivitas utama sebuah masjid adalah shalat jamaah.

Jika shalat wajib sepi, masjid hanya difungsikan sepekan sekali, maka akan persis seperti gereja orang Nasrani. Benar lagi sabda Rasulullah yang lain:

 لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

“Sesungguhnya kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sampai pun nanti mereka masuk kedalam lubang dhab kalian akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) bertanya: “Apakah mereka adalah Yahudi dan Nasrani?” beliau menjawab: “Siapa lagi” (HR. Bukhari: 7320)

Oleh sebab itu, kita sebagai umat Islam terkhusus bagi Anda di Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) mari bersama-sama kita bersinergi untuk mengembalikan masjid pada fungsinya semula.

Mari ke masjid untuk shalat berjamaah lima waktu. Mari hidupkan masjid dengan taklim-taklim yang sesungguhnya bukan sekadar buat kumpul makan-makan. Mari ramaikan masjid dengan al-Qur'an bukan hanya buat Yasinan. Jangan hanya sibuk membangun fisiknya hingga melalaikan fungsi utama. Ingat, bahwa kita bertanggung jawab atas semua.(zhr)

Rabu, 21 Februari 2018

JAUH BERBEDA (Art.Salayok81)


Jujur, kita ini ingin dilihat, ingin didengar. Meski terkadang tanpa sadar. Memang mulut tak bersuara, namun cukup dengan jari-jari tangan saja.

"Otw Surabaya", atau "Posisi lagi di Yogjakarta", atau "Sudah lama ngak makan durian, terakhir tahun lalu sama istri  berdua", atau "Allahummasyfini, hanya Engkau yang memberi kesembuhan", atau "Alhamdulillah selesai muroja'ahnya"

Itulah kira-kira, dan masih banyak lagi postingan yang serupa. Belum lagi ditambah foto-foto selfie. "Ne lagi kajian di masjid anu sama ustadz anu." Selesai tablig akbar, grasak-grusuk cari ustadznya. Bukan untuk bertanya tapi selfie bareng, buat kenang-kenangan, trus nanti di upload di status fb, dikirimi ke group-group WA.

Padahal kita sama-sama tahu bahwa sifat menyembunyikan diri dari orang lain, terlebih dalam ibadah adalah sebuah sifat yang mengantarkan kita untuk dicintai Allah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ

"Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang bertakwa, merasa cukup, dan suka menyembunyikan diri." (Muslim: 2965)

Lihatlah orang-orang shalih dalam menyembunyikan dirinya. Inilah Imam Ahmad rahimahullah yang mengatakan:

أُرِيْدُ أَنْ أَكُوْنَ فِي شِعْبٍ بِمَكَّةَ حَتَّى لاَ أُعرَفَ

"Aku ingin tinggal di celah sempit salah satu lembah Makkah agar aku tidak dikenal." (Siyar A'lamin Nubala' 11/216)

Dan inilah Ayyub as-Sikhtiyani rahimahullah. Hamd bin Zaid rahimahullah menuturkan:

كَانَ أَيُّوبُ فِي مَجلِسٍ فَجَاءَتهُ عَبرَةٌ -أي: دَمعَةٌ أَو بُكَاءٌ - فَجَعَلَ يَتَمَخَّطُ وَيَقُولُ: مَا أَشَدّ الزُّكَّام

"Ayyub pernah berada di suatu majelis, tiba-tiba datang kesedihannya (tangis). Lalu ia pun pura-pura membuang ingus kemudian berkata: 'Alangkah parahnya pilek ini.'" (Siyar A'lamin Nulaba': 6/20, Min A'lamis Salaf: 1/195)

Subnallah, dimana kita dibanding mereka. Saat  mereka berusaha keras menyembunyikan diri, kita justru sebaliknya. Tangis dan tawa kita kalau bisa diketahui oleh manusia sedunia. Maka pantaslah mereka menjadi mereka sedangkan kita menjadi kita. Karena memang, antara kita dan mereka jauh berbeda.

BUKAN HANYA GEJALA ALAM (Art.Refleksi Hikmah)


GEMPA, BANJIR DAN LONGSOR

Jika diperhatikan, dalam kurun beberapa bulan terakhir negeri kita dilanda oleh berbagai bencana alam. Silih berganti, saling susul menyusul.

Di awal bulan Februari, banjir dan tanah longsor menjadi topik hangat sehari-hari. Berita nasional dipenuhi dengan laporan mengenai hal ini.

Ya wajar saja, bagaimana tidak jalanan Jakarta yang biasanya penuh sesak dengan kendaraan bermotor sekarang berubah menjadi kolam renang gratis bagi bocah-mocah.

Rumah-rumah warga terendam air, meludeskan isinya. Bahkan ada diantara mereka yang hanya mampu menyelamatkan baju yang melekat di badan.

Jalur Bogor-Sukabumi bertambah jauh dan melelahkan. Kereta yang biasanya mondar mandir tiga kali sehari harus tidur dulu di kandangnya. Pasalnya, jalan yang biasa ia lalui bermasalah. Relnya ada, tapi tergantung tanpa pijakan tanah.

Lantas tanahnya pergi kemana? Tanahnya disuruh turun oleh Rabbnya menimpa rumah warga dan menelan korban jiwa yaitu seorang ibu bersama dengan empat orang anaknya.

Di sisi lain, “Puncak” yang selama ini menjadi destinasi favorit oleh sebagian besar orang terlebih orang-orang kota untuk melebur stress mereka, untuk beberapa hari tidak dapat dikunjungi. Bahkan jalannya ditutup untuk mempercepat proses evakuasi dan perbaikan jalan akibat longsor yang melanda.

Bandara Soekarno-Hatta pun punya cerita. Longsor yang meruntuhkan tembok jalan dan menimpa dua wanita, hingga mereka harus terjebak dalam mobil “Honda”nya selama 12 jam. Qaddarullah, satu dari keduanya akhirnya meninggal dunia.

Ada apa?? Gejala alam?? Memang sebagian besar orang hanya mengaitkan dengan fakor alam semata. Tidak jarang kita mendengar, “Wajar, inikan musim hujan. Tanah menjadi gembur dan mudah runtuh. Apalagi, beberapa pekan sebelumnya digoyang gempa. Ya tentu saja struktur tanah yang sudah labil itu ketika disiram air menjadi mudah amblas.”

JANGAN LUPAKAN

Sebagai seorang mukmin, tidak pantas bagi kita hanya mengaitkan segala musibah dengan kejadian alam semata. Kita mestinya ingat bahwa segala bentuk kerusakan adalah salah satu bentuk teguran Allah kepada umat manusia, akibat dari ulah tangan mereka sendiri. Allah berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum: 41)

Meneladani Rasulullah, beliau tatkala menyaksikan apa yang kita sebut hari ini dengan “kejadian alam” sangat berbeda sikapnya dengan sikap kita.

 عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى زَمَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّى بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِى صَلاَةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الآيَاتِ الَّتِى يُرْسِلُ اللَّهُ لاَ تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ »

Abu Musa al-Asy’ari menuturkan: “Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau langsung berdiri ketakutan karena khawatir akan terjadi hari kiamat. Hingga beliau pun mendatang masjid kemudian shalat yang lama berdiri, ruku’ dan sujudnya. Aku belum pernah melihat beliau melakukan hal itu dalam shalat apa pun. 

Kemudian beliau bersabda: ‘Sesungguhnya tanda-tanda ini (gerhana) yang dikirimkan Allah tidaklah terjadi kerena kematian atau kelahiran seseorang. Akan tetapi Allah mengirimkannya untuk menakut-nakuti hamba-Nya. Apabila kalian melihatnya maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan memohon ampunan-Nya.’” (HR. Muslim: 912)

Baiklah, jika kita mengatakan, “Wajar saja, karena kalau gerhana jarang-jarang terjadi.” Tapi, ternyata bukan pada saat itu saja beliau begitu. Dari ‘Aisyah ia menuturkan:

وَكَانَ إِذَا رَأَى غَيْمًا أَوْ رِيحًا عُرِفَ فِي وَجْهِهِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْغَيْمَ فَرِحُوا رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ فِيهِ الْمَطَرُ وَأَرَاكَ إِذَا رَأَيْتَهُ عُرِفَ فِي وَجْهِكَ الْكَرَاهِيَةُ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ مَا يُؤْمِنِّي (يُؤْمِنُنِي) أَنْ يَكُونَ فِيهِ عَذَابٌ عُذِّبَ قَوْمٌ بِالرِّيحِ وَقَدْ رَأَى قَوْمٌ الْعَذَابَ فَقَالُوا [هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا[

Rasulullah apabila melihat mendung atau angin kencang terlihat perubahan di wajahnya. Lalu aku pun bertanya; ‘Wahai Rasulullah, jika orang-orang melihat mendung mereka akan begitu girang karena harapan akan turun hujan. Namun, engkau ketika melihatnya malah terlihat perubahan di wajahmu yang menunjukkan ketidaksukaanmu.’ 

Maka Rasulullah pun menjawab; ‘Wahai ‘Aisyah, apa yang bisa membuatku merasa aman dari kemungkinan bisa jadi itu adalah adzab. Telah diadzab suatu kaum dengan angin kencang dan sungguh suatu kaum telah melihat adzabnya namun meraka justru mengatkan, “Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita.”’ (HR. Bukhari: 4551, Muslim: 899)

Inilah sikap Rasulullah yang selayaknya kita tiru. Ketika melihat kejadian-kejadian itu segera kaitkan dengan kekuasaan Allah. Jangan mengaitkan dengan faktor alam semata. Karena sesungguhnya alam itu tidak akan melakukan apa-apa kecuali karena mereka diperintahkan oleh Tuhan mereka yaitu Allah ta’ala.

RENUNGKAN

Musibah-musibah yang melanda negeri kita, adalah bahan intropeksi bagi kita semua. Tidaklah akan terjadi sebuah bencana melainkan ada sebab-sebanya.

Sebuah hadits yang diucapkan oleh baginda Rasulullah belasan abad silam, layak untuk kita jadikan bahan muhasabah itu. Beliau bersabda:

 فِي هَذِهِ الأُمَّةِ خَسفٌ ومَسخٌ وقَذفٌ، قَالَ رَجُلٌ مِنَ المُسلِمِينَ: يَا رَسُولَ اللّهِ، وَمَتَى ذَلِكَ؟ قَالَ: إِذَا ظَهَرَتِ القَينَاتُ وَالمَعَازِفُ وَشُرِبَتِ الخمرُ

"Pada umat ini akan terjadi tanah longsor, perubahan bentuk, bencana dari langit." Salah seorang sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, kapankah hal itu akan terjadi?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Apabila telah (tampak) bermunculan para biduwanita dan alat-alat musik, serta khamr merajalela." (HR. Tirmidzi: 2212, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 2379)

Sekarang kita tinggal jawab sendiri, bagaimana dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah itu; biduwanita, alat musik, khamar?? Adakah?? Sedikit atau banyak??

Oleh sebab itu, jangan salahkan hujan, jangan pojokkan tanah. Mereka tak bersalah, mereka hanya menuruti perintah. Salahkan saja diri kita, karena dari dosa dan kemaksiatan manusialah itu semua bermula.

ORANG TUA ZAMAN NOW (Art.Salayok80)


Heran dah kita dengan orang tua zaman sekarang. Dia yang belikan gadget, tablet, pc, dst buat anaknya, dia juga yang isikan kouta, giliran anaknya sudah kecanduan malah bilang; "gimana ya caranya supaya anak saya pisah dari hp, soalnya kalau diambil malah nangis. kalau WiFi mati, kuota habis, malah ngamuk-ngamuk."

Aneh bukan, karena kalau begitu, sama saja ceritanya dengan orang yang diikat kaki dan tangannya kemudian dibuang kelaut. Tapi sebelum dilempar, dititipi pesan; "kamu jangan sampai kena air ya...!!"

Ada ayat yang sejatinya harus dipahami oleh setiap orang tua. Firman Allah:

وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوفًا

وَابْتَلُوا الْيَتَامَىٰ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ ۖ

"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.

Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya." (QS. an-Nisa: 5-6)

Lah sekarang, anak baru usia satu tahun aja sudah dikasih HP, ngimana tu?? Padahal Rasulullah pun pernah bersabda:

 "أَلا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ"

"Ketahuilah, masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu. Seorang amir adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya tersebut. 

Seorang suami adalah pemimpin untuk keluarganya dan akan ditanya tentang mereka. Seorang istri adalah pemimpin atas rumah dan anak-anak serta akan ditanya atas hal mereka semua." (HR. Bukhari: 7138 Muslim: 1829)

Oleh sebab itu para orang tua sekalian, gadget, tablet, pc, dst, itu adalah harta. Maka jangan diberikan kepada anak yang belum tahu apa-apa. Mereka anak-anak itu tidak salah, yang salah adalah kita sebagai orang tua mereka.(zhr)

Selasa, 20 Februari 2018

ITU SAJA (Art.Salayok79)

Harus kita sadari bahwa betapa banyak di antara kita pada hari ini yang biasa-biasa saja berbuat dosa. Dosa besar?? Entahlah. Dosa kecil lebih-lebih dan bahkan mungkin tak terhitung lagi. Tanpa hari tanpa dosa, sementara kita sadar bahwa itu adalah dosa.

Inilah yang membedakan kita dengan generasai terbaik. Kita melihat pada besar atau kecilnya dosa, sehingga kita pun merasa biasa-biasa saja dengan dosa kecil. Sedangkan para sahabat yang mereka lihat adalah siapa yang dimaksiati itu, hingga dosa kecil pun di mata mereka adalah sesuatu yang besar.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia mengatakan:

إِنَّكُم لَتَعمَلُونَ أَعمَالًا هِيَ أَدَقُّ فِي أَعيُنِكُم مِنَ الشَّعرِ كُنَّا نَعُدُّهَا عَلَى عَهدِ رَسُولِ اللَّهِ مِنَ المُوبِقَاتِ

"Sungguh kalian melakukan amalan yang di mata kalian lebih halus dari sehelai rambut, padahal kami dahulu di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menganggapnya termasuk di antara perkara yang membinasakan." (HR. Bukhari: 6492)

Kenapa?? Karena mereka paham hakikat dosa kecil itu, sebab Rasulullah bersabda:

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ ، كَقَوْمٍ نَزَلُوا فِي بَطْنِ وَادٍ ، فَجَاءَ ذَا بِعُودٍ ، وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ ، حَتَّى أَنْضَجُوا خُبْزَتَهُمْ ، وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْه

"Hati-hatilah kalian terhadap dosa-dosa kecil yang perumpamaannya seperti suatu kaum yang singgah di sebuah lembah. Lalu yang satu datang membawa kayu, yang satu lagi juga membawa kayu sehingga kumpulan kayu itu pun dapat mematangkan roti mereka. Dan sesungguhnya dosa-dosa kecil itu ketika dilakukan akan membinasakan pelakunya." (HR. Ahmad: 22302)

Oleh sebab itu, ingatlah selalu petuah orang-orang salih dahulu:

 لا تَنْظُرْ إِلَى صِغَرِ الْخَطِيئَةِ ، وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى عَظَمَةِ مَنْ تَعْصِي

"Jangan lihat pada kecilnya dosa, akan tetapi lihatlah pada besarnya Dzat (Allah) yang engkau maksiati."

Kita memang makhluk yang takkan pernah lepas dari dosa dan kesalahan, tapi yang harus kita tanamkan dalam diri; jangan pernah mengangap kecil sebuah dosa. Itu saja. (zhr)

Jumat, 16 Februari 2018

KALAU BUKAN (Art.Salayok78)


Dalam hal kebaikan, kita butuh untuk sering dipanas-panasi. Sebab, terkadang hati melemah, semangat memudar, jiwa bisa saja menjadi dingin meski matahari sedang terik.

Membaca kisah-kisah sahabat Rasulullah dalam berlomba dan semangat menggapai kebaikan adalah salah satu yang bisa memanasi jiwa.

Dari sekian banyak kisah mereka, terseliplah sebuah kisah yang menawan. Sa'ad bin Khaitsamah bersama ayahnya Khaitsamah bin Harits, ingatkanlah dua nama itu.

Diriwayatkan oleh Imam al-Hakim, dari Sulaiman bin Bilal ia menuturkan: "Tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wasallam keluar menuju Badar, Sa'ad dan ayahnya ingin ikut bersama beliau. Lalu Sa'ad pun menyampaikan hal itu kepada Nabi. Ternyata Rasulullah memerintahkan agar yang ikut serta salah seorang saja.

Maka mereka pun melakukan undian. Ayahnya (Khaitsamah) mengatakan kepada anaknya (Sa'ad):

إِنَّهُ لَابُدَّ لِأَحَدِنَا مَن أَن يُقِيمَ، فَأَقِم مَعَ نِسَائِكَ

"Salah seorang dari kita harus ada yang tinggal. Maka tinggallah engkau bersama para wanitamu (untuk menjaga  mereka)."

Maka Sa'ad menjawab:

لَو كَانَ غَيرَ الجَنَّةِ لَآثَرتُكَ بِهِ، إِنِّي أَرجُو الشَّهَادَةَ فِي وَجهِي هَذَا

"Kalau bukan karena surga niscaya akan mendahulukanmu wahai ayah, sungguh aku mengharapkan mati syahid."

Lantas mereka pun melakukan undian dan ternyata yang keluar adalah nama Sa'ad. Maka ikutlah ia bersama Rasulullah menuju Badar. Dia pun terbunuh (syahid) di tangan 'Amr bin Abdiwudd. (HR. al-hakim: 3/209)

Beginilah kehidupan sahabat, malu kita kadang dengan diri sendiri. Kita tidak ada apa-apanya, untuk mengisi shaf depan saja ketika shalat jamaah kita saling dorong-dorongan.

Ini ayah dan anak tidak ada yang mau mengalah, bukan masalah duit warisan, bukan juga masalah jatah sembako lebaran, tetapi siapa yang lebih berhak untuk ikut perang.

Oleh sebab itu, jika kita memang ingin menapaki jalan yang ditempuh generasi mulia itu maka marilah kita berusaha  memperbaiki diri, menyemangati jiwa dan memanas-manasinya untuk senantiasa berbuat baik. (zhr)

MINTA GARAM (Art.Salayok77)


Kita semua adalah hamba, siapa pun kita. Apa yang kita miliki pada hakikatnya adalah pinjaman, boleh pakai tidak untuk dimiliki.

Rumah kita, meski tertulis atas nama kita pada sertifikat, tapi itu hanya hukum dunia saja, sejatinya itu pun hanya hak pakai Nanti, rumah itu harus dipertanggung jawabkan juga. Halalnya dihisab dan haramnya akan di adzab.

Sebagai seorang hamba, kita tak punya apa-apa, kita miskin, lemah dan tak berdaya. Hidup kita sepenuhnya bergantung kepada Allah.

Oleh sebab itulah inti dari ibadah adalah menunjukkan penghambaan serta kehinaan diri di hadapan Allah. Memperlihatkan kemiskinan serta rasa butuh kita kepada-Nya.

Dan sekarang  pertanyaannya, sudah seberapa besarkah hal itu kita terapkan?? Seberapa butuhkah kita kepada Allah?? Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لِيَسْأَلْ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ كُلَّهَا حَتَّى يَسْأَلَ شِسْعَ نَعْلِهِ إِذَا انْقَطَعَ

“Hendaklah setiap kalian meminta kepada Rabbnya semua kebutuhannya, sampai-sampai tali sandalnya yang putus.” (HR. Ibnu Hibban:894, Tirmidzi: 8/3604, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Misykah: 29)

Sudahlah pernah kita lakukan sabda baginda itu??

Jika kita membaca kisah hidup salafush shalih maka kita akan sangat malu. Bukan karena apa-apa, tapi karena mereka benar-benar menerapkan sabda itu dalam hidup mereka.

Imam Ibnu Rajab menyebutkan:

وَ كَانَ بَعضُ السَّلَفِ يَسأَلُ اللَّهَ فِي صَلَاتِهِ كُلَّ حَوَائِجِهِ حَتَّى مِلحَ عَجِينِهِ وَ عَلَفَ شَاتِهِ

"Dahulu ada diantara salaf itu yang meminta kepada Allah (berdo'a) dalam shalatnya segala kebutuhan hidupnya sampai pun garam untuk adonan dan pakan kambingnya." (Jami'ul ulum wal hikam: 302)

Subhanallah, sudahkah kita  seperti itu. Meminta segalanya kepada Allah. Pernahkah kita meminta "garam" dalam do'a shalat kita??? Entahlah.

Oleh sebab itu, mulai saat ini mari kita tunjukkan kehinaan, kefakiran dan kebutuhan kita kepada Allah. Meminta segalanya, meski itu hanya tali sandal, makanan kambing atau garam. (zhr)

Rabu, 14 Februari 2018

SEBELUM TAMU ITU DATANG (Art.Salayok76)


Sebagai seorang anak alangkah seringnya kita menyakiti ayah dan bunda. Ucapan yang mengoreskan luka. Tindak tanduk yang mengalirkan air mata.

Ego telah menjadikan kita tidak lagi peduli, menghilangkan rasa, mematikan nurani, hingga kita tak hiraukan lagi beban apa yang harus mereka derita.

Seyum mereka, demi kebahagiaan kita. Tapi pernahkah kita berfikir, bisa jadi senyum itu harus dibangun dengan kerikil tangis dan batu bata harapan yang tak kunjung tiba.

Peluh yang bercucuran, harus mati-matian, tak pedulikan lagi letih, entah itu letih badan, entah itu letih perasaan, semua demi yang namanya "cita-cita kita." 

Perhatikan kisah ini. Ini nyata terjadi, semoga memberikan pelajaran untuk kita di hari ini.

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : ((اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا))

“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” 

Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152))

Sahabat itu meninggalkan kedua orang tuanya bukan untuk bekerja, atau mengukir sejarah kariernya, tapi untuk ikut berhijrah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ibadah teragung kala itu.

Sekarang kita bagaimana?? Mereka orang tua kita, entah sebanyak apa air matanya yang telah tertumpah, padahal kita hanya untuk mengukir nama dan dunia. Apakah bisa kita ganti semuanya dengan harta yang kita punya itu??

Apakah dapat ijazah  pendidikan kita yang tinggi itu merekatkan kembali hati mereka yang telah rekah??

Mereka telah berada di waktu senja. Sebentar lagi matahari akan tenggelam, malam akan datang, maka jangan jadikan dirimu akhirnya harus menangis dalam gelapnya malam bersama kesendirian.

Oleh sebab itu, sebelum "tamu" itu datang, obatilah luka mereka. Buat mereka tertawa, buat mereka bahagia. Karena tamu itu akan membuat kita tersiksa untuk selamanya. Tahukah Anda siapa tamu itu?? Tamu itu bernama "penyesalan." 

ANDA MAU??? (Art.Salayok75)


Kebanggan kita, ada pada apa yang kita punya. Dengan Islam kita mulia, punya harga diri dan prinsip dalam menjalani dunia.

Oleh sebab itu, tidak perlu malu untuk mengatakan, "Saya muslim, saya punya kemuliaan, saya tidak mau ikut dengan kalian." 

Tidak perlu sungkan, katakan saja, "Maaf, saya muslim. Saya tidak akan mengucapkan selamat Valentine atau selamat tahun baru Imlek padamu." 

Islam telah mengangkat derajat kita. Kalau pun manusia memandang sebelah mata, apa pedulinya, yang penting kita mulia di hadapan Allah ta'ala.

Islamlah satu-satunya yang membuat kita mulia, maka barang siapa yang mencari kemuliaan dari selainnya justru ia akan terhina. Ingat ucapan Umar bin Khaththab:

أَنَّا كُنَّا أَذَلَّ قَومٍ فَأَعَزَّنَا اللَّهُ بِالإِسلَامِ فَمَهمَا نَطلُبُ العِزَّ بِغَيرِ مَا أَعَزَّنَا اللَّهُ بِهِ أَذَلَّنَا اللَّهُ

"Kita dahulu adalah kaum yang paling hina, lantas kemudian Allah memuliakan kita dengan Islam.  Maka tatkala kita mencari kemuliaan dengan selain apa yang telah memuliakan kita itu (Islam), Allah akan menghinakan kita." (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak)

Valentine itu bukan Islam,  mengucapkan "Selamat hari raya......" kepada orang kafir itu juga haram. Jika kita melakukannya berarti kita telah menghancurkan kemuliaan diri kita sendiri. Anda mau??? (zhr)

Selasa, 13 Februari 2018

VALENTINE DAY (Art.Salayok74)


Valentine day, menjadi senjata berbisa dalam menghacurkan umat ini, terlebih para pemuda pemudinya.

Saking kuatnya racunnya, banyak pemuda pemudi menjadi seperti ikan kena tuba, ikut-ikutan bersama lautan manusia yang salah jalan. Alih-alih mengeluarkan taring, mereka malah jadi fans dan pengagum setia.

Herannya lagi, sebagian di antaranya, saat Palestina terpojokkan mereka pada turun ke jalanan, sorakkan makian serta kutukan. Akan tetapi saat datang valentine day mereka juga ambil bagian dan tak mau ketinggalan.

Umair bin Abi Waqqash, ingatkan nama itu. Simak baik-baik kisah hidupnya.

Dari Sa'ad bin Abi Waqqash ia menuturkan:

"Aku melihat adikku Umair bin Abi Waqqash sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memeriksa pasukan pada perang Badar bersembunyi. Lalu aku pun bertanya kepadanya: 'Ada apa denganmu wahai adikku?' 

Dia menjawab: 'Aku khawatir Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihatku, beliau akan menganggapku masih kecil sehingga beliau pun akan menolakku (tidak membolehkan ikut berperang). Padahal aku  ingin sekali bergabung pada perperangan ini, mudah-mudahan saja Allah mengaruniakan mati syahid padaku.'

Kemudian dia pun dihadapkan kepada  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan ternyata benar beliau  menganggapnya masih muda belia sehingga menolaknya. 

Lantas Umair menanggis. Beberapa saat kemudian akhirnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mengizinkannya.

Sa’ad bin Abi Waqqash berkata lagi, 'Jadi akulah yang membawakan pedangnya, karena mudanya umurnya (tidak kuat membawa pedang itu)'

Dan Umair pun terbunuh pada peperangan itu dalam usia 16 tahun." (ath-Thabaqat al-Kubra: 3/149)

Lihat pemuda itu kenapa dia menangis? Cengengkah dia? Tidak....

Itulah pemuda zaman dahulu yang membuat Islam gilang gemilang. Bandingkan dengan keadaan kita sekarang. Banyak juga yang menanggis, tapi bukan karena ditolak ikut perang, hanya karena tak punya uang buat beli coklat untuk Valentine day.

Banyak juga yang bahagia, tapi bukan bahagia karena diizinkan ikut memerangi orang-orang kafir. Namun justru bahagia karena ini hari valentine, hari kasih sayang sedunia. 

Na'udzubillah, mudah-mudahan Anda yang membaca tidak masuk bersama orang yang banyak itu.(zhr)

Minggu, 11 Februari 2018

TANJAKAN EMEN (Art.Salayok73)


Sabtu, 10 Februari 2018 adalah hari yang kelabu bagi sebagian orang. Terutama bagi mereka yang terlibat langsung.

Sebuah bus pariwisata terbalik di turunan Cicenang Kab. Subang (atau yang lebih dikenal dengan "Tanjakan Emen") menabrak sepeda motor, menyebabkan korban jiwa, 27 orang dilaporkan meninggal dunia.

Melihat berita itu, banyak orang yang mulai takut naik bis. Khawatir dan masih saja dihantui. Lalu bagaimana, mau jalan kaki? Tapi, orang yang jalan kaki banyak juga yang jadi korban tabrak lari...

Sebagai seorang mukmin tentu kita menyadari bahwa urusan kematian itu adalah sebuah misteri ilahi. Kita tahu bahwa kita akan mati, namun kita tidak tahu dimana itu akan terjadi.

Allah berfirman:

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman: 34)

Buya Hamka pernah mengatakan:

"Ketika terjadi kecelakaan kereta api yang amat dahsyat dua kali di Padang Panjang di zaman Jepang, pada banyak orang timbul rasa takut naik kereta api. Lalu mereka membiasakan naik bis dan kecelakaan bis pun kerap kali pula terjadi.

Dan setelah kapal terbang Dakota jatuh dua kali berturut-turut di tanah jawa pada awal tahun 1981 banyak pula orang takut naik kapal terbang.

Tetapi herannya, tidak ada orang yang takut tidur diatas kasur tebal, padahal lebih banyak orang yang mati di atas kasur tebal itu." (Lembaga Budi, cet. Republika hlm.154)

Kematian pasti datang, kemana pun kita lari. Allah  berfirman:

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (QS. An-Nisa: 78)

Yang terjadi biarlah, menjadi pelajaran buat kita yang masih hidup. Sekarang tinggal kita untuk menyiapkan bekal menyambut kedatangan tamu itu, meskipun kita tak tahu dimana kita akan bertemu.(zhr)

Jumat, 09 Februari 2018

ORANG KECIL (Art.Salayok72)


Memang terkadang hembusan angin itu membuat mata terpejam. Ada yang sebentar saja ada pula seterusnya sampai ketiduran.

Memiliki kelebihan baik dalam harta, kecerdasan, ataupun kedudukan menjadikan orang persis seperti terkena hembusan angin. Lupa diri, ada yang sebentar setelah itu kembali sadar, ada pula yang tak sadar-sadar.

Satu hal yang harus kita pahami, jangan pernah meremehkan orang-orang miskin. Kenapa? Karena harta yang kita miliki datang disebabkan oleh orang-orang itu. 

  فَعَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: رَأَى سَعْدٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ لَهُ فَضْلاً عَلَى مَنْ دُونَهُ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلا بِضُعَفَائِكُمْ»

Dari Mus'ab bin Sa'ad, ia menuturkan: Sa'ad (ayahnya) mengira memiliki kelebihan dari orang-orang yang di bawahnya (yakni dalam harta rampasan perang). Maka Nabi pun bersabda: 'Tidaklah kalian ditolong dan diberi rezeki melainkan karena sebab orang-orang lemah dari kalian.'" (HR. Bukhari)

Dalam riwayat yang lain beliau shallallahu alaihi wasallan bersabda:

«إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلاتِهِمْ وَإِخْلاصِهِمْ»

"Sesungguhnya Allah hanya menolong umat ini karena orang-orang lemah mereka; karena do'a, shalat dan keikhlasan mereka." (HR. an-Nasa'i)

Sadarilah bahwa bisa jadi rumah besar kita karena sebab tetangga miskin yang hidup di ujung jalan itu. Bisa jadi mobil mewah kita karena sebab kakek-kakek tukang becak yang kita klakson jengkelkan kemarin sore.

Oleh sebab itu, segeralah buka mata, perbaikilah cara bergaul kita dengan orang-orang kecil. Mereka memang kecil di mata kita, tapi tidak dihadapan yang kuasa.

NIKMAT SAKIT, Menilik Sisi Lain Dari Musibah


SEMUA MERASAKAN

“Laut mana yang tidak berombak.” Itulah yang dikatakan orang-orang bijak dahulu. Tak seorang manusia pun yang bebas dari cobaan. Siapa pun dia pasti pernah merasakannya. Allah berfirman:

 وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah: 155)

Semua manusia sama. Setiap orang mendapatkan ujian dan cobaannya masing-masing. Yang membedakan mereka hanyalah cara menghadapinya. Ada  yang berkeluh kesah, merasa sempit lalu mengumpati takdir Allah. Ada pula yang sabar dan bahkan bersyukur terhadap cobaan tersebut.

Semoga Allah merahmati orang-orang yang beriman. Karena hanya orang-orang yang berimanlah yang mampu menyikapi segala sesuatu dengan cara terbaik.
Rasulullah n bersabda:

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Urusan seorang mukmin itu sungguh sangat mengagumkan, karena semua urusannya menjadi kebaikan. Dan yang demikian itu hanya terjadi di kalangan orang-orang mukmin. Jika dianugerahi kebaikan maka ia bersyukur, dan syukurnya itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila ia ditimpa kesulitan, maka ia pun bersabar, dan kesabarannya itu menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim: 2999)

Di antara cobaan yang ditimpakan Allah kepada hamba-Nya adalah sakit. Nyaris tiada orang yang hidup tanpa pernah merasakan sakit, betapa pun manusia menginginkannya. Fulan tak bisa melihat, matanya sakit, tak seperti biasanya. Fulan yang lain tak mampu bangkit dari pembaringannya. Seluruh tubuhnya mati rasa, tak bisa digerakkan lagi seperti kemarin lusa.

ANTARA SEHAT DAN SAKIT

“Alangkah tidak enaknya sakit itu.” Begitulah yang acapkali dikatakan banyak orang. Padahal sakit dan sehat jaraknya hanya setipis benang. Keduanya sama-sama ujian. Allah berfirman:

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kepada Kamilah kalian kembali.” (QS. al-Anbiya’: 35)

“Betapa nikmatnya sehat.” Itulah yang sering kali diucapkan orang-orang sakit. Padahal keduanya; sakit dan sehat adalah nikmat. Hanya saja tidak banyak orang yang dapat melihat isi. Manusia biasanya hanya melihat bungkus. Ketika melihat sesuatu yang tampaknya tidak menyenangkan, ia akan berhenti di sana dan kemudian membesar-besarkannya.

Sakit, meski satu sisi adalah suatu yang tidak menyenangkan, tidak diharapkan. Tapi di sisi lain adalah suatu yang indah dan nikmat yang luar biasa. Oleh karena itu, dahulu ada di antara salafush shalih yang berharap agar ditimpa sakit.

Al-Imam Ibnu Abi Dunya Rahimahullah pernah mengatakan:

“Mereka dulu (orang-orang shalih terdahulu) berharap mendapat demam satu malam.” (Dinukil dari kitab al-Mu’min Baina ash-Shihati wa al-Maradhi, diterjemahkan dengan judul Indahnya Sakit & Nikmatnya Sehat, hlm. 36)

Kenapa? Karena mereka bisa melihat isi, tidak hanya melihat bungkus. Mereka mengetahui hikmah dan sisi lain dari satu penyakit yang menimpa seorang manusia.

HIKMAH SAKIT

Sakit merupakan takdir di antara takdir-takdir Allah yang telah dituliskan jauh sebelum diciptakannya langit dan bumi. Dan sebagaimana lazimnya takdir Allah, pasti selalu ada hikmah. Di antaranya:

Peringatan dari Allah agar kita jadi lebih baik. 

Allah berfirman:

 وَأَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Dan kami timpakan kepada mereka adzab supaya mereka kembali.” (QS. az-Zukhruf: 48)

Kita pun menyaksikan. Banyak orang menjadi lebih baik justru setelah ia ditimpa penyakit. Saat dalam kondisi sehat ia lalai dari kewajibannya sebagai seorang manusia. Sembrono dalam menunaikan hak-hak Allah. Kasar dan sering menzalimi orang lain. Setelah ia tertimpa penyakit, barulah ia sadar dari kelalaiannya tersebut. Sakitlah yang mengantarkannya ke depan pintu taubat, mengakui kesalahan-kesalahannya selama ini.

Tanda kebaikan bagi dirinya dan kecintaan Allah padanya. 

Rasulullah bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ

“Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi baik maka Allah timpakan musibah kepadanya.” (HR. Bukhari: 5645)

Dalam hadits yang lain:

إِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ

“Sesungguhnya Allah jika mencintai suatu kaum, maka Allah akan menguji mereka.” (HR. Ibnu Majah: 4031, Tirmidzi: 2/64, dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Silsilah ash-Shahihah: 1/227)

Oleh karena itu manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi dan Rasul. Karena memang merekalah orang-orang yang paling dicintai Allah. Sa’ad bin Abi Waqqash pernah bertanya kepada Rasulullah n : “Siapakah manusia yang paling berat cobaannya?” Beliau n menjawab:

أَشَدُّ النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ

“Manusia yang paling berat dan keras cobaannya adalah para nabi, kemudian  yang seperti mereka, kemudian yang seperti mereka (yakni di bawah Nabi).” (HR. Tirmidzi: 2/64, Ibnu Majah: 4023, dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Silsilah ash-Shahihah: 1/225)

Melalui sakit pula Allah memberikan nikmat-Nya yang lain yaitu istirahat. Bisa jadi selama ini seorang tidak dapat beristirahat yang cukup karena kesibukannya, lalu dengan hikmah-Nya Allah menimpakan sakit kepadanya agar tubuhnya dapat beristirahat.

Menghapus dosa

Rasulullah n bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ (حَزَنٍ) وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim ditimpa kepenatan, penyakit, kegundahan, kesedihan, kesakitan, kecemasan, atau pun hanya sekadar tertusuk duri, melainkan dengan semua itu Allah akan menghapus dosa-dosanya.” (HR. Bukhari: 5642)

Siapa di antara manusia yang tidak pernah berbuat dosa? Tidak ada, semuanya pernah. Seandainya bukan karena rahmat Allah niscaya manusia akan terpuruk dengan dosa-dosa yang sangat banyak. Tapi Allah dengan kasih sayang-Nya menjadikan  sebab-sebab dihapuskannya dosa-dosa tersebut. Salah satunya dengan sakit.

Allah menghendaki hamba-hamba-Nya yang beriman bersih dari dosa tatkala berjumpa dengan-Nya kelak. Karena itulah Allah timpakan ujian di dunia agar menghapus dosa-dosanya tersebut. Rasulullah n  bersabda:

مَا يَزَالُ البَلَاءُ بِالمُؤْمِنِ وَ المُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَ وَلَدِهِ وَ مَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ

“Seorang mukmin baik laki-laki maupun perempuan akan senantiasa diuji, baik pada dirinya, hartanya, ataupun pada anak-anaknya sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak berdosa.” (HR. Tirmidzi: 2401, Ahmad: 2/450, dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Silsilah ash-Shahihah: 5/349)

Tambahan pahala di akhirat

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: Rasulullah n bersabda:

يَوَدُّ أَهْلُ العَافِيَةِ يَوْمَ القِيَامَةِ حِينَ يُعْطَى أَهْلُ البَلاَءِ الثَّوَابَ لَوْ أَنَّ جُلُودَهُمْ كَانَتْ قُرِضَتْ فِي الدُّنْيَا بِالمَقَارِيضِ

“Orang-orang yang sehat pada hari kiamat nanti ketika orang-orang yang mendapat musibah diberi pahala amat menginginkan seandainya kulit mereka dipukul ketika di dunia dengan pemukul sehingga terkelupas” (HR. Tirmidzi: 2402, dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 8177)

Wajar mereka menginginkannya, karena pada hari itu tidak ada yang lebih diharapkan oleh seorang selain mendapat tambahan pahala dan penghapusan dosa. Saat itu pahala sebesar biji sawi pun  lebih berharga dari pada dunia dan seisinya.

Kesempatan untuk bersabar dan meraih surga

Dari Atha’ bin Abi Rabah, ia berkata: “Ibnu Abbas pernah mengatakan kepadaku: ‘Maukah aku perlihatkan seorang wanita ahli surga?’ Aku menjawab: ‘Tentu’ Ibnu  ‘Abbas melanjutkan: ‘Wanita berkulit hitam ini pernah mendatangi Nabi seraya berkata: ‘Ya Rasulullah, aku terkena penyakit ayan (epilepsi), dan pakaianku tersingkap ketika sakitku kambuh. Maka do’akanlah kesembuhan untukku wahai Rasulullah.’ Nabi n bersabda:

إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُعَافِيَكِ

‘Jika kamu mau bersabar maka bagimu surga, dan jika kamu mau akan aku do’akan kesembuhan untukmu.’

Maka wanita itu menjawab: ‘Aku akan bersabar….’” (HR. Bukhari: 5652, Muslim: 2576)

Sakit di dunia seberapa parah pun itu kelak akan hilang begitu saja, tak berbekas. Terlupakan hanya dengan satu kali celupan surga.

Dari Anas bin Malik, Rasulullah n bersabda:

….وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِى الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِى الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لاَ وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِى بُؤُسٌ قَطُّ وَلاَ رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

“…Kemudian didatangkan seorang penduduk surga yang paling sengsara ketika di dunia, lalu orang tersebut dicelupkan ke dalam surga dengan sekali celupan. Lantas ditanyakan kepadanya: ‘Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat kesengsaraan walau hanya sedikit? Apakah engkau pernah merasakan satu  kesengsaraan sekalipun (selama hidupmu)?’ Dia menjawab: ‘Belum pernah ya Rabb. Aku belum pernah melihat kesengsaraan sekalipun. Aku belum pernah melihat keburukan sedikit pun ketika di dunia.’” (HR. Muslim: 7266 )

Untuk mencapai tingkatan tinggi di surga

Rasulullah n pernah bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا سَبَقَتْ لَهُ مِنَ اللَّهِ مَنْزِلَةٌ لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ ابْتَلاَهُ اللَّهُ فِى جَسَدِهِ أَوْ فِى مَالِهِ أَوْ فِى وَلَدِهِ  ثُمَّ صَبَّرَهُ عَلَى ذَلِكَ حَتَّى يُبْلِغَهُ الْمَنْزِلَةَ الَّتِى سَبَقَتْ لَهُ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى

“Sesungguhnya seorang hamba apabila telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala dengan sebuah kedudukan di sisi-Nya yang tidak akan pernah bisa dicapai oleh hamba itu dengan amalannya, maka Allah akan mengujinya dengan ujian yang menimpa dirinya, harta, atau anak-anaknya. Kemudian hamba tersebut bersabar atas  ujian itu sehingga mencapai kedudukan yang sudah ditetapkan Allah kepadanya” (HR. Abu Dawud: 3092, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 3409)

Subhanallah, apakah masih ada orang yang akan  mengeluh dengan sakit yang dirasakannya apabila membaca berita gembira ini? Sungguh sakit merupakan anugerah  besar bagi siapa saja yang bisa mengambil pelajaran.

Maka dari itu, untuk apa kita bersedih. Mengapa kita mengeluh. Bukalah mata, lihat sisi lain dari sakit yang menimpa. Renungkanlah ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah n di atas, agar hati menjadi tegar dalam menghadapi sakit.

Bersyukurlah kepada Allah dalam segala keadaan. Rasulullah n selalu memuji Allah dalam segala keadaan yang beliau alami. Disebutkan dalam sebuah hadits:

كانَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى مَا يُحِبُّ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

“Apabila Rasulullah n melihat (mendapati) sesuatu yang disukai beliau mengucapkan: Alhamdu lillahil  ladzi bi ni’matihi tatimmush shalihat (Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya menjadi sempurna segala kebaikan). Dan apabila beliau melihat (mendapati) sesuatu yang tidak disukai beliau mengucapkan: Alhamdu lillahi ‘ala kuli hal (Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan).” (HR. Ibnu Majah: 2/442, dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Silsilah ash-Shahihah: 1/472)

DO’A-DO’A KETIKA SAKIT

Jangan pernah berputus asa ketika sakit. Teruslah berdo’a kepada Allah agar diberi kesembuhan, dan yakinlah Allah akan mengabulkan do’a hamba-Nya. Allah berfirman:

 وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.(QS. Ghafir: 60)

Do’a ketika sedang menghadapi kesulitan dan penderitaan

Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah n ketika tertimpa kesulitan mengucapkan:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ

“Tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah Yang Maha Penyantun dan Mahabijaksana. Tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, Rabb ‘Arsy Yang Mahaagung. Tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, Rabb tujuh petala langit dan bumi, Rabb ‘Arsy Yang Mahamulia.” (HR. Bukhari: 6346)

Do’a ketika ada bagian tubuh yang sakit

Diriwayatkan dari ‘Ustman bin Abi al-‘Ash ats-Tsaqafi bahwa ia mengadukan sakit yang ia derita semenjak ia masuk Islam kepada Rasulullah n. Lalu Rasulullah n bersabda:

ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِى تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ بِاسْمِ اللَّهِ. ثَلاَثًا. وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

“Letakkan tanganmu pada tubuhmu yang sakit dan bacalah: Bismillaah tiga kali, lalu baca tujuh kali: A’uudzu billaahi wa qudratihi min syarri maa ajidu wa uhaadziru (Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari kejahatan sesuatu yang aku dapati dan aku takuti).” (HR. Muslim: 5867)

Do’a penawar duka cita dan kesedihan

Rasulullah n bersabda dalam sebuah hadits: “Tidaklah seorang ditimpa duka cita dan kesedihan lalu ia mengucapkan:

اللهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجِلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي

‘Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba laki-laki-Mu dan anak dari hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Berlaku padaku keputusan-Mu. Ketentuan-Mu adil bagiku. Aku mohon pada-Mu dengan semua nama-Mu baik yang Engkau gunakan menamai diri-Mu sendiri, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau simpan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu. Jadikanlah al-Qur’an sebagai penggembira hatiku, cahaya dadaku, pengusir kesedihanku, dan pelipur laraku.’

Kecuali Allah akan menghilangkan kesedihan dan duka citanya, lalu diganti dengan kelapangan.” (HR. Ahmad: 3712, dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Silsilah ash-Shahihah: 1/337)

PENUTUP

Apabila seorang muslim tertimpa sakit, yang harus dilakukannya adalah berobat (dengan pengobatan yang tidak melanggar syari’at), berdo’a kemudian bertawakal kepada Allah. Dan tidak lupa untuk senantiasa bersabar, karena semua akan berlalu.

Hujan? Benar, tapi nanti akan teduh. Panas? Benar, tapi nanti akan datang hujan. Badai? Betul, tapi ia akan berlalu. Langit yang mendung akan berubah menjadi cerah. Semoga keterangan singkat ini bisa memberikan manfaat. Amin. Wallahul Muwaffiq.

Kamis, 08 Februari 2018

PKI (Art.Salayok71)


Hari-hari ini, topik tentang PKI kembali mencuat. Semakin hangat dengan adanya tindak penganiayaan kepada ustadz dan tokoh agama.

Memang eksekutornya adalah orang gila. Entah gila benaran atau jadi-jadian, yang penting dapat dipastikan ada pihak dibalik layar.

Apa yang harus kita perbuat untuk menghadapi kondisi ini?? Mari kita dengarkan penuturan pelaku sejarah dan pahlawan bangsa ini:

"Suara Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, gema al-Qur’anul Karim dari padang pasir arab itu telah dibawa oleh debur ombak lautan sebelah barat ke dalam kepulauan kita yang luas ini. Amat mengagumkan sekali karena masuknya pun secara damai dan sukarela, “sukarela yang datang dan sukarela yang menanti, diterima dengan penuh Iman.” Tidak dengan paksaan atau perang.

Ajaran itulah yang hidup, ajaran itulah yang menyala dalam jiwa bangsa kita, diterima  sebagai waris pusaka suci dari nenek-moyang turun-temurun. Dengan ajaran itulah kita tegak dan kita berdiri. Disadari atau tidak, ajaran itu telah mengendap dalam jiwa kita, masuk ke dalam bawah sadar, “underbewustzin”.

Bila tiba saat-saat yang menentukan, ia bangkit dengan sendirinya. Ombak dari timur, ataupun gelombang dari barat, topan dari utara dan badai dari selatan selalu menguji kekuatan kita ini. Biasa pasang naik, biasa pasang turun, tetapi kita tidak hancur sebab kita percaya kepada Tuhan.

Dengan iman laa ilaaha illallaah, Allahu Akbar, inilah Sultan Agung Honyokrokusumo mendirikan Kerajaan Mataram. Sultan Hasanuddin mendirikan Kerajaan Banten, Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam mendirikan Kerajaan Aceh, Allahu Akbar.

Dengan kekuatan laa ilaaha illallaah, Allahu Akbar inilah kita mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945.

Laa ilaaha illallah, Allahu Akbar itulah ucapan terakhir yang keluar dari mulut para pahlawan ketika darah mereka tertumpah ke bumi untuk menyuburkan tanah pusaka, dan jiwa mereka terbang ke langit untuk mempertanggungjawabkan jihad dan perjuangan mereka di hadapan Tuhan Rabbal ‘aalamiin. Allahu Akbar.

Laa ilaaha illallaah, Allahu Akbar itulah yang membangkitkan jiwa pahlawan 10 November 1945 di Surabaya. Inggris memusatkan kekuatannya untuk menghancurkan jiwa merdeka kita. Mereka hujankan peluru, bom, dan pelor meriam dari darat, laut dan udara. Inggris bangga dengan kerajaannya waktu itu, yang matahari tidak pernah terbenam dalam wilayah kekuasaannya.

Bergelimpangan jenazah syuhada, hancur lebur kota Surabaya. Namun, satu yang Inggris tidak dapat hancurkan, yaitu semangat kemerdekaan yang bersumber dari kalimat laa ilaaha illallaah, tidak ada Tuhan tempat aku takut melainkan Allah, Allahu Akbar. Hanya Allah-lah Yang Besar. Itu tak dapat mereka hancurkan.

Kemerdekaan dan kebebasan jiwa yang bersumber dari laa ilaaha illallah, Allahu Akbar ini dicoba oleh komunis hendak dihancurkan dengan pemberontakannya di Madiun. Merekalah yang hancur dan kita tetap tegak.

Sekali lagi Komunis yang telah mempunyai rencana hendak menghapus, membasmi pengaruh laa ilaaha illallaah, Allahu Akbar ini telah mengadakan gerakan 30 September, GESTAPU-PKI, telah membunuh 6 jendral. Istana ini telah mereka kuasai, tempat-tempat penting lainnya telah mereka duduki. Namun hanya dari pukul 03.00 pagi mereka berkuasa, dan pada pukul 3 (15.00) petang tanggal 1 Oktober 1965 gerakan mereka telah dapat dipatahkan." (Buya  Hamka, Dari Hati Ke Hati cet. Gema Insani hal. 238-239)

Itulah yang mesti kita lakukan; kembali belajar tentang hakikat tauhid laa ilaha illallah, menumpas syirik. Dengan begitu Allah akan memenuhi janji sebagaimana firman-Nya:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. an-Nuur: 55)

Isu PKI, hadapi dengan kembali mempelajari tauhid yaitu hak terbesar ilahi.

SYARI'AT DAN KEDUDUKAN AQIDAH (Art.SalayangAkidah002)


Syari'at terbagi menjadi dua macam; I'tiqad dan 'amaliyah.

I'tiqad atau aqidah adalah sesuatu yang tidak berkaitan dengan tata cara amalan. Aqidah, inilah yang kadang disebut dengan Ushul.

Sedangkan 'amaliyah adalah yang berkaitan dengan tata cara sebuah amalan seperti tata cara shalat, puasa, menunaikan zakat, dst. Inilah yang kadang diistilahkan dengan furu'.

Aqidah yang benar adalah salah satu syarat diterimanya amalan (ibadah). Allah berfirman:

 فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(QS. Al-Kahfi: 110)

Sebuah amal ibadah tidak akan diterima kecuali bebas dan lepas dari segala bentuk kesyirikan.

Oleh sebab itulah, perhatian utama dari dakwah para rasul adalah untuk membenahi aqidah dan membersihkan diri dari kesyirikan. Allah berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS. An-Nahl: 36)

Setiap rasul akan menjadikan seruan pertama kepada kaumnya dengan ucapan:

اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ

Sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. (QS. al-A'raf: 59)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di Makkah dalam kurun 13 tahun, untuk apa? Untuk mendakwahkan tauhid dan membenahi aqidah manusia.

Namun, mirisnya betapa banyak diantara kita hari ini yang tidak mau tahu dengan aqidahnya. Padahal, bisa jadi amal ibadahnya dari sekian lama tidak diterima oleh Allah lantaran aqidah yang bermasalah.

Oleh sebab itu, sebelum terlambat, sebelum penyesalan itu datang maka segeralah benahi dan hiasi diri dengan aqidah yang benar dengan cara kembali belajar.

PENGERTIAN AKIDAH (Art.SalayangAkidah001)


Secara Bahasa

Kata Aqidah adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab. Terambil dari al-'Aqdu yang bermakna mengikat. Aqidah adalah agama seseorang.

Jika ada yang mengatakan: "Orang itu memiliki Aqidah yang baik" maknanya adalah orang itu memiliki aqidah yang kokoh selamat dari keraguan.

Perlu diingat bahwa aqidah adalah sebuah amalan hati oleh sebab itu perlu memberikan perhatian khusus karena kita tahu bahwa hati itu selalu berbolak balik.

Dari Anas bin Malik, ia menuturkan: bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sering berdo’a dengan do’a:

يَا مُقَلِّبَ القُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi: 2140, Ibnu Majah: 3834 Dihasankan oleh al-Albani dalam al-Silsilah ash-Shahihah no. 2091)

Secara Istilah

Aqidah adalah keimanan kepada Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari kiamat serta takdir baik dan buruk.

Inilah tugas kita masing-masing sebagai seorang mukmin. Jangan sampai kita mengaku beriman, namun kita tidak pernah mau untuk belajar mengenal Allah, malaikat, kitab, dan rasul-Nya.

Kita juga tidak pernah mau mentadabburi al-Qur'an dan hadits nabi yang berbicara tentang dahsyatnya hari kiamat serta takdir yang ditetapkan Allah.

Aqidah kita masing-masinglah yang akan menentukan keselamatan atau kecelakaan kita nanti. Allah telah bentangkan jalannya, sekarang tinggal pilihan kita.

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا. قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams: 8-10)

Lantas kita pilih yang  mana?? Jika ingin golongan pertama maka khususkan waktu (bukan meluangkan waktu) untuk duduk membekali diri belajar tentang aqidah yang benar.

ATS-TSARTSARUN (Art.Salayok70)



Mendengar anak kecil yang baru belajar bicara dengan gaya dan kelucuannya adalah sebuah kesenangan.  Semakin banyak ia bicara kita semakin senang.

Namun berbeda halnya jika yang banyak bicara itu bukan anak kecil lagi. Kita jadi malas sendiri, dia lagi dia lagi.

Banyak orang yang senang bicara, persis seperti anak kecil yang baru belajar tadi. Seolah lidahnya adalah jam tangan automatic yang harus senantiasa digerakkan supaya tidak mati. Ada saja ceritanya yang terkadang dibumbui dengan irisan kesombongan.

"Maaf saja, bukannya sombong, saya dulu begini begitu, berpatner dengan si anu. Sedikit demi sedikit akhirnya saya merangkak naik, punya banyak karyawan, kemana-mana diantar jemputkan. Kesana sini naik pesawat, bahkan pernah ke luar negeri hanya untuk cari angin."

Di setiap perkumpulan, dia saja yang menjadi pembicara utama. Menguasai majelis dengan cerita-cerita dirinya.

Diriwayatkan dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ عَلِمْنَا الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ فَمَا الْمُتَفَيْهِقُونَ قَالَ الْمُتَكَبِّرُونَ

“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian, dan yang paling dekat kedudukannya denganku di hari kiamat kelak adalah, orang yang terbaik akhlaqnya. 

Dan orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku pada hari kiamat kelak adalah ats-Tsartsarun, al-Mutasyaddiqun dan al-Mutafaihiqun.

Sahabat berkata: “Ya Rasulallah, kami sudah tahu arti ats-tsartsarun dan al-mutasyaddiqun, lalu apa arti al-mutafaihiqun?” Beliau menjawab: “Orang yang sombong.”(HR. Tirmidzi, ash-Shahihah: 791)

Ats-Tsartsarun adalah orang yang banyak bicara, suka mendominasi pembicaraan dan menyerobot pembicaraan orang lain, seolah-olah tidak boleh ada yang berbicara selain dirinya. Ini merupakan bentuk kesombongan, meskipun orang tersebut mungkin tidak menganggapnya sebagai kesombongan.

Oleh karenanya, jagalah lisan agar tidak melampaui batas kegunaannya. Sebab, segala sesuatu yang berlebihan dan melampaui batas adalah tercela.

Rabu, 07 Februari 2018

BANJIR DAN TANAH LONGSOR (Art.Salayok68)



Banjir dan tanah longsor menjadi topik hangat pada hari ini.

Jalanan Jakarta yang biasanya penuh sesak dengan kendaraan bermotor sekarang berubah menjadi kolam renang gratis bagi bocah-bocah. 

Rumah-rumah warga terendam air yang belum tahu kapan susutnya. Entah berapa jumlah pastinya dari mereka yang harus mengungsi meninggalkan rumah.

Jalur Bogor-Sukabumi bertambah jauh bagi sebagian kalangan, termasuk saya. Karena jalur keretanya di daerah Cijeruk amblas, menyisakan rel yang tergantung tanpa pijakan tanah. 

Kemana tanahnya? Dia perintahkan turun ke bawah oleh Rabbnya, menimpa rumah warga dan menelan korban jiwa. Seorang ibu dan empat orang anaknya.

Dan disisi lain Puncak Bogor juga ikut. Masih sama yaitu longsor. Bersama kabut tebal dan hawa dingin tim SAR masih sabar menunggu.

Bandara Soetta pun punya cerita.  Longsor yang meruntuhkan tembok jalan dan menimpa dua wanita, hingga mereka harus terjebak selama 12 jam dalan mobil "Honda"nya.  Qaddarullah, satu dari mereka akhirnya meninggal dunia. 

Ada apa?? Gejala alam??  Musim hujan?? Struktur tanah yang tidak baik?? Entahlah, tapi bagi seorang mukmin semua harus dikaitkan dengan takdir yang kuasa.

Dan semua ada sebabnya. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam sebenarnya jauh-jauh hari telah bersabda:

 فِي هَذِهِ الأُمَّةِ خَسفٌ ومَسخٌ وقَذفٌ، قَالَ رَجُلٌ مِنَ المُسلِمِينَ: يَا رَسُولَ اللّهِ، وَمَتَى ذَلِكَ؟ قَالَ: إِذَا ظَهَرَتِ القَينَاتُ وَالمَعَازِفُ وَشُرِبَتِ الخمرُ

"Pada umat ini akan terjadi tanah longsor, perubahan bentuk, bencana dari langit." Salah seorang sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, kapankah hal itu akan terjadi?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Apabila telah (tampak) bermunculan para biduwanita dan alat-alat musik, serta khamr merajalela." (HR. Tirmidzi: 2212)

Maka, jangan salahkan hujan, jangan pojokkan tanah. Mereka tak bersalah, mereka hanya menuruti perintah. Salahkan saja diri kita, karena dari dosa dan kemaksiatan manusialah itu semua bermula.

Semoga saudara-saudara kita yang menjadi korban diterima disisi-nya. Semoga semua musibah ini menjadi melebur dosa bagi mereka. Allahumma amiin. (zhr) Jatimurni, 6 Februari 2018.

Selasa, 06 Februari 2018

GAYUNG (Art.Salayok69)


Terkadang, keadaan memaksa kita untuk bertepuk sebelah tangan. Gayung diulur namun tak bersambut. Ada saja di antara manusia itu yang justru membalas air susu dengan air tuba.

Kebaikan dibalas dengan perlakuan jelek, buruk, dan kasar. Lantas, apa yang harus kita lakukan?

Kata orang tua-tua kita  dahulu: "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan. Karena, seorang yang digigit orang gila lantas kemudian balas menggigit pula, pantaslah kiranya kita katakan mereka berdua sama gilanya."

Balaslah kejahatan dengan kebaikan karena Allah berfirman:

 وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia." (QS. Fushshilat: 34)

Kemudian bersabar, bahkan jika ternyata mereka yang menyakiti itu adalah tetangga kita sendiri maka peluang untuk mendapatkan keuntungan yang gemilang semakin terbuka lebar.

Karena Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:

 (ثَلَاثَةٌ يُحِبِّهُمُ اللَّهُ...)، ثم ذكر منهم: (وَالرَّجُلُ يَكُونُ لَهُ الجَارُ يُؤذِيهِ جَارُهُ، فَيَصبِرُ عَلَى أَذَاهُ، حَتَّى يُفرِّق بينهما موت أو ظعْنٌ)

"Tiga orang yang dicintai Allah" diantaranya "Seorang yang memiliki tetangga yang selalu menyakitinya. Kemudian ia bersabar atas gangguan tetangganya itu sampai kematian atau zha'n memisahkan keduanya." (Shahih at-Targhib: 2569)

Oleh sebab itu, "gayung tak bersambut", tak masalah. Yang masalah adalah apabila kita sendiri yang telah bosan mengulurkannya.(zhr) 

ANTARA AKU, KAMU DAN KITA (Art.Salayok67)


Apakah ada manusia yang bisa hidup seorang diri?? Segala keperluan dan kebutuhan hidupnya dapat ia penuhi tanpa berhubungan dengan orang lain sama sekali??

Tidak ada, sekuat dan setangguh apa pun dia. Selama ia masih berstatus "manusia" ia akan tetap membutuhkan orang lain, karena manusia itu lemah tak berdaya.

Camkanlah wahyu ilahi yang sampai hari ini masih ada, tertulis pada tempatnya. Allah berfirman:

  وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا

"Manusia diciptakan dalam keadaan lemah." (QS. An-Nisa': 28)

Kita adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Ada banyak orang di sekitar kita, mereka semua memiliki hak masing-masing.

Kita ada untuk saling melengkapi. Kelebihan dan kekurangan kita, agar kita dapat saling mengisi. Persis seperti sebuah bangunan yang saling menguatkan.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:

الْمُؤْمنُ للْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشدُّ بعْضُهُ بَعْضًا

"Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti sebuah bagunan yang saling menguatkan antara sebagian dengan sebagian yang lain." (HR. Bukhari: 2446, Muslim: 2585)

Oleh sebab itu, sudah saatnya kita tukar kata "aku" dan "kamu" menjadi kata "kita." Campakkan jauh ego diri yang selama ini telah banyak membuat kita tersisih dan menepi.

Katakan "maaf" jika kita memang salah. Ucapkan "terima kasih" saat ada saudara kita yang mengingatkan. Dia tidak inginkan apa-apa, hanya harapan supaya kita tetap bersama satu tujuan untuk selamanya yaitu melangkah menuju "surga."(zhr)

Senin, 05 Februari 2018

TELAH BERBUAH (Art.Salayok66)



"Telah menjadi tradisi bagi seluruh negeri Islam, mengajar anak dari waktu masih kecil membaca al-qur'an dengan lidah yang fasih dan makhraj yang tepat, dengan tidak memandang bangsa. 

Itulah pula sebabnya maka salah satu usaha penting dari negeri-negeri yang menjajah dunia Islam, ialah menghalang-halang dan membelokkan perhatian ibu-bapa daripada mengajar anak-anaknya mengaji al-qur'an. 

Dikala negeri kita masih dijajah oleh Belanda, sudah mulai ada anak-anak yang diserahkan kepada sekolah Belanda yang tidak lagi diberi waktu buat belajar al-qur'an, sehingga setelah tanah air kita merdeka, sudah banyak orang yang tidak pandai lagi, walaupun hanya sekedar membaca syahadat di waktu kawin." (Buya Hamka, Tafsir al-Azhar: 1/10)

Sekarang 72 tahun Indonesia merdeka, tapi masih banyak saja orang tua yang dijajah. Benih yang dulu disemai oleh penjajah, sekarang telah banyak yang berbuah. Anaknya dimasuk  bimbel sana-sini, semua ilmu dibekali, kecuali satu yaitu mengaji al-qur'an.

Entah karena apa, mungkin karena menganggap itu tidak penting atau mungkin juga mereka itu buah semaian penjajah. Sehingga meski raga mereka bebas tapi pola pikir dan cara pandang masih terjajah.

Sekolah-sekolah hari ini pun meski berstatus sekolah negeri namun tak banyak yang mengajarkan al-qur'an, dan kalau pun ada, ngak lama-lama paling 2X40 menit saja dalam satu pekannya.

Jangan-jangan ini juga buah dari benih yang disemai oleh penjajah itu pada masa dahulu. Karena mereka tahu, cara terbaik untuk menyesatkan umat Islam itu cukup dengan menjauhkan mereka dari kitab suci mereka.

Sebab, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ

“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama masih berpegang pada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.”(Al-Muwaththa':3338)

Kalau umat Islam sudah tidak berpegang lagi dengan keduanya itu, maka hanya tinggal menunggu waku.

Sekarang pertanyaannya; "Kita bagaimana? Apakah kita termasuk buah penjajah itu juga?" Mudah-mudahan tidak.(zhr)

Sabtu, 03 Februari 2018

KISAH KITA (Art.Salayok65)


Banyak di antara kita yang idealis dalam masalah dunia, namun dalam masalah akhirat biasa-biasa  saja. Bukankah selama ini kita mati-matian memberikan yang terbaik untuk karier dan cita-cita dunia. Tapi, tak peduli dengan karier akhirat kita.

Kapan kita kembali mempelajari tata cara shalat?! Jangan-jangan sampai saat ini shalat kita masih sama persis seperti apa yang kita pelajari saat dulu di TPA.

Kapan kita menambah hafalan?! Bukan hafalan rumus-rumus yang kata kita rumit itu, tapi hafalan al-qur'an. Jangan-jangan sampai hari ini bacaan surat dalam shalat kita masih saja berputar-putar antara Qulhuallah, al-Falaq, an-Nas, atau surat-surat dengan panjang yang serupa.

Kita kerahkan segenap usaha untuk mendapatkan gelar pendidikan tertinggi di dunia, tapi kita biarkan saja diri kita bodoh dalam urusan agama. Jujur saja, kita banyak "tidak tahu-nya." Bukan karena kita segitu mampunya tapi karena semaunya. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِنَّ اللهَ يَبْغِضُ كُلَّ جَعْظَرِي جَوَّاظٍ سَخَابٍ فِي الأَسْوَاقِ جَيْفَةٌ بِاللَّيْلِ حِمَارٌ بِالنَّهَارِ عَالِمٌ بِالدُّنْيَا جَاهِلٌ بِالآخِرَةِ

“Allah sangat membenci orang ja’dzari (orang sombong), Jawwadz (rakus lagi pelit), suka teriak di pasar (bertengkar berebut hak), bangkai di malam hari (tidur sampai pagi), keledai di siang hari (karena yang dipikir hanya makan), pintar masalah dunia, namun bodoh masalah akhirat.” (HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)

Kita sematkan berbagai gelar di depan atau belakang nama yang menunjukkan kita pintar dalam bidang dunia kita. Namun, dalam masalah agama, kita sadari dengan anak-anak SD kita tak jauh beda.

Dan ternyata, itulah satu golongan yang amat dibenci oleh Allah subhanahu wa ta'ala, orang-orang yang pintar masalah dunia tapi bodoh masalah agama. Sekarang atau mungkin sebelumnya juga, kita tahu, kita sudah baca. Tapi, itulah kisah kita.

Hari ini, sudah saatnya kita berbenah diri, untuk kembali menata karier akhirat, karena kita akan hidup abadi di alam sana. Kita tentu tidak ingin berjumpa dengan Allah dalam keadaan dibenci. Oleh sebab itu, "maribaraja; mari belajar" untuk mempersiapkan kehidupan itu. Menyiapkan bekal sebelum kita meninggal.

HUJAN (Art.Salayok64)


Hujan turun lagi, sebelum terbit sang mentari. Semakin menambah dingin hawa pagi  ini.

Seorang mukmin tentu akan mengatakan bahwa itu adalah rahmat Allah yang diturunkan kepada hamba-Nya.

Namun ada juga orang yang lupa akan hal itu, dengan gampangnya ia mengatakan; "Wajar, sekarang bulan Februari, masih musim hujan." 

Dari sahabat Zaid bin Khalid  al-Juhani Radhiallahu 'anhu ia mengatakan:

"صلَّى لنا رسُولُ اللّه صلى الله عليه وسلم- صلاة الصُّبْح بالحُديْبية على إثر سماءكانتْ من الليْل. فلمَّا انْصرف أقْبل على الْنَّاس فقال: هلْ تدْرُون ماذا قال ربُّكُمْ؟ قالُوا: اللّه ورسُولُهُ أعْلمُ. قال: قال: أصْبح منْ عباديْ مُؤْمنٌ بي وكافرٌ . فأمَّا منْ قال: مُطرْنا بفضْل اللّه ورحْمته فذلك مُؤْمنٌ بي وكافرٌ بالْكوْكب. وأمَّا منْ قال: مُطرْنا بنوْء كذا وكذا فذلك كافرٌ بيْ ومُؤمنٌ بالْكوْكب "

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengimami kami ketika shalat subuh di Hudaibiyyah setelah turunnya hujan tadi malam. 

Tatkala selesai salam beliau menghadap ke arah para shahabat kemudian bersabda: Apakah kalian mengetahui apa yang difirmankan Rabb kalian? 

Para shahabat mengatakan: Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. 

Nabi bersabda: Allah berfirman: Pada pagi hari ini ada di antara hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir, adapun orang-orang yang mengatakan: Kami diberi hujan dengan sebab keutamaan dari Allah dan rahmat-Nya, maka dia telah beriman kepada-Ku dan kufur terhadap bintang-bintang. 

Dan adapun orang yang mengatakan: Kami diberikan hujan dengan sebab bintang ini dan bintang itu, maka dia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang."' (HR. Bukhari: 810)

Semoga saja kita masuk golongan pertama. Amiin.

Jatimurni, 17 Jumadal Ula 1439H

Kamis, 01 Februari 2018

LAYANG-LAYANG (Art.Salayok63)


"Layang-layang", memang menyimpan banyak kisah dan kenangan. Namun lebih dari itu, ia memberi satu pelajaran penting untuk kehidupan.

Layang-layang takkan dapat terbang bila ia mengikuti arah hembusan angin. Ia harus membusung menentang arah angin.

Hanya layangan putuslah yang terbangnya mengikuti arah angin. Dan hakikatnya pun ia bukan terbang tapi dipermainkan oleh  angin, tersiksa tak tentu arah tujuan dan akhirnya  tersangkut di pohon, talinya ditarik bocah-bocah hingga ia pun terkoyak-koyak.

Begitu juga kehidupan kita, terkadang kita harus menyelisi banyak orang agar selamat.

Dan itu tidak apa-apa. Sebab, mayoritas bukanlah tolak ukur sebuah kebenaran, akan tetapi yang menjadi tolak ukur adalah kecocokan dengan Al-Quran dan hadits Nabi di atas pemahaman yang benar.

Bahkan, mengikuti mayoritas sangat rentan dan berpotensi besar menjatuhkan seorang ke dalam kesesatan.
Allah berfirman:

وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ الله

“Jika engkau mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah” (QS. Al-An’am: 116)

Ketika seorang menyelisihi mayoritas lantaran pengetahuannya bahwa mayoritas tersebut berada di jalan yang salah, maka itu adalah sebuah sikap yang tepat dan terpuji.

Kita butuh menjadi layang-layang di hari ini. Ingat, kita tidak akan ditanya kenapa menyelisi banyak orang tapi akan ditanya kenapa menyelisi satu orang yaitu Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.