KRL COMMUTERLINE
Kereta, memang punya banyak cerita. Apalagi jika KRL Commuterline. Transportasi angkutan massal ini punya banyak hal menarik. Menyaksikan orang-orang yang berdesak-desakan di gerbong-gerbong, berkejar-kejaran seperti anak-anak desa yang sedang bermain "En", dengan raut muka yang berbeda-beda, lucu sekaligus kasihan.
Ini sarapan pagi, ini juga cemilan petang. Seru, namun lama-lama jadi menyiksa. Belum sampai ke tempat kerja sudah stress duluan di kereta. Tapi nggak kapok-kapok juga. Karena ganti dari itu semua tampak nyata dan bisa di indra.
Biarlah desak-desakan demi 4 atau 5 juta di awal bulan nanti. Meski harus berdiri lama sejauh perjalanan, tak masalah, yang penting tak terlambat. Mudah-mudahan saja bos kena hati dan akhirnya menaikkan pangkat atau memberi tambahan gaji.
"Yono, kamu naik pangkat. Karena kamu hadir terus dan tak pernah terlambat." Amboi, sebuah prestasi besar. Terbayar sudah semuanya.
IMING-IMING AKHIRAT
Itulah yang kita rasakan dalam urusan dunia. Tapi, kenapa tidak dalam urusan akhirat?? Padahal, dalam masalah akhirat iming-imingnya jauh lebih besar. Tak ada artinya duit 4 atau 5 juta itu. Kecil dan teramat kecil jika kita mau membandingkan
Shalat berjama’ah misalnya. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” (HR. Bukhari: 619 dan Muslim: 650)
Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الرَّجُلِ فِى جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ وَصَلاَتِهِ فِى سُوقِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لاَ يَنْهَزُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ لاَ يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ فَلَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى الصَّلاَةِ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ هِىَ تَحْبِسُهُ وَالْمَلاَئِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ
“Shalat seseorang dalam jama’ah memiliki nilai lebih 20 sekian derajat daripada shalat seseorang di rumahnya, juga melebihi shalatnya di pasar. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara mereka berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian mendatangi masjid, tidaklah mendorong melakukan hal ini selain untuk melaksanakan shalat; maka salah satu langkahnya akan meninggikan derajatnya, sedangkan langkah lainnya akan menghapuskan kesalahannya. Ganjaran ini semua diperoleh sampai dia memasuki masjid.
Jika dia memasuki masjid, dia berarti dalam keadaan shalat selama dia menunggu shalat. Malaikat pun akan mendo’akan salah seorang di antara mereka selama dia berada di tempat dia shalat. Malaikat tersebut nantinya akan mengatakan: Ya Allah, rahmatilah dia. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, terimalah taubatnya. Hal ini akan berlangsung selama dia tidak menyakiti orang lain (dengan perkataan atau perbuatannya) dan selama dia dalam keadaan tidak berhadats.” (HR. Muslim: 649)
TIDAK TAMPAK
Namun itu yang masalah, kenapa manusia tidak banyak yang tergiur dengan balasan akhirat? Karena balasannya itu tidak tampak. Semuanya abstrak, tidak terlihat dan banyak yang tertunda.
Coba saja jika balasannya itu "cash", selesai shalat berjamaah langsung ada tambahan kredit di rekening tabungan, maka mungkin masjid tidak akan muat. Bisa jotos-jotosan memperebutkan shaf pertama. Tidak peduli meski harus berkejar-kejaran dan sikut-sikutan asalkan dapat untung besar.
Tapi, itulah hikmah Allah menjadikan balasan akhirat itu tidak tampak untuk membedakan mana orang-orang yang betul-betul beriman mana yang hanya ikut-ikutan. Orang yang mengaku bertakwa maka salah satu sifat mereka adalah beriman dengan segala sesuatu yang ghaib. Allah berfirman:
الم (1) ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Alif laam miim. Kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 1-3)
RASAKANLAH MESKI TAK TERLIHAT
Idealnya jika kita mau bersusah payah hanya untuk pergi ke kantor yang nilai upahnya masih bisa kita hitung seharusnya dalam urusan akhirat harus jauh lebih mau. Karena, ganjarannya itu adalah surga yang Rasulullah sendiri mengatakan bahwa sekali celupannya saja sudah cukup untuk melupakan semua kesengsaraan hidup di dunia. Beliau bersabda:
….وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِى الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِى الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لاَ وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِى بُؤُسٌ قَطُّ وَلاَ رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ
“…Kemudian didatangkan seorang penduduk surga yang paling sengsara ketika di dunia, lalu orang tersebut dicelupkan ke dalam surga dengan sekali celupan. Lantas ditanyakan kepadanya: ‘Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat kesengsaraan walau hanya sedikit? Apakah engkau pernah merasakan satu kesengsaraan sekalipun (selama hidupmu)?’ Dia menjawab: ‘Belum pernah ya Rabb. Aku belum pernah melihat kesengsaraan sekalipun. Aku belum pernah melihat keburukan sedikit pun ketika di dunia.’” (HR. Muslim: 7266)
Inilah yang dilakukan para sahabat Rasulullah, sehingga membuat mereka sangat bersemangat mengejar akhirat. Mereka dapat merasakan ganjaran itu walau masih menghirup udara. Mereka bisa mengecap manisnya meski kaki masih menginjak tanah dunia.
Umair bin al-Himam, salah seorang sahabat yang mulia. Pada saat berkecamuknya perang badar, ia mendengar Rasulullah bersabda:
قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ
“Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi.”
Umair bertanya: “Wahai Rasulullah, surga yang luasnya seluas langit dan bumi?” Rasulullah menjawab: “Ya.” Umair bergumam: “Bakh, bakh”
Rasulullah balik bertanya: “ Apa yang membuatmu mengatakan ‘Bakh, bakh?”
Ia menjawab: “Demi Allah wahai Rasulullah, tidak ada yang mendorongku selain harapan agar aku bisa menjadi penghuninya.”
Rasulullah bersabda: “Engkau termasuk penghuninya.”
Lantas ia mengeluarkan beberapa kurma dari kantongnya dan memakannya. Kemudian ia berkata:
لَئِنْ أَنَا حَيِيتُ حَتَّى آكُلَ تَمَرَاتِي هَذِهِ ، إِنَّهَا لَحَيَاةٌ طَوِيلَةٌ
“Apakah aku masih hidup sampai aku memakan habis kurma-kurma ini? Sungguh ini adalah kehidupan yang panjang.”
Ia lemparkan kurma-kurma yang ada padanya lalu ia masuk ke dalam kancah perperangan sampai ia pun akhirnya terbunuh. (HR. Muslim: 1901)
Oleh sebab itu, mari berusaha merasakan ganjaran akhirat meski ia tak terlihat. Sebab, itu adalah janji Allah dan dan Allah mustahil akan ingkar.
Pandang kembali dunia, walau ia tampak manis dan hijau tapi ia menipu. Kita akan meninggalkannya, sedang akhirat tempat tinggal kita buat selama-lamanya.
Sukabumi, 14 Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar