Kalau kita mau jujur, banyak di antara kita ini yang hidupnya berada dalam ketakutan di bawah bayang-bayang “apa kata orang.”
Takut melakukan ini karena khawatir “kata orang.” Tidak jadi melakukan itu juga karena takut “kata orang.” Mau ini itu selalu takut kata orang. Sampai-sampai ada perempuan belum juga menutup aurat sempurna padahal ia sudah tahu jalannya, juga lantaran khawatir “kata orang.”
Memang benar kita diperintahkan untuk menjaga harga diri agar tidak menjadi “buah bibir orang-orang.” Namun, disatu sisi kita harus sadar bahwa bibir orang-orang itu terlalu subur, sehingga ia akan tetap berbuah meski pun tidak disiram dan dipupuk.
Kita menginginkan semua manusia ridha dengan kita?! Mustahil, buang saja mimpi itu ganti dengan yang baru. Dengar apa kata Imam Syafi’i rahimahullah:
رِضَى النَّاسِ غَايَةٌ لاَ تُدْرَكُ، وَلَيْسَ إِلَى السَّلاَمَةِ مِنْهُم سَبِيْلٌ، فَعَلَيْكَ بِمَا يَنْفَعُكَ، فَالْزَمْهُ
“Mendapatkan keridhaan seluruh manusia adalah sebuah tujuan yang takkan mungkin digapai. Tidak ada jalan untuk selamat dari mereka. Cukuplah bagimu untuk menekuni hal-hal yang bermanfaat untukmu.” (Siyar A’lamin Nubala’: 10/89)
Jangankan perbuatan kita, perbuatan Allah saja pasti ada yang tidak suka. Hujan misalnya, ada orang yang bersyukur dengan mengatakan alhamdulillah, tapi ada juga orang-orang yang tidak suka, tidak ridha sehingga mengatakan; "hujan lagi, hujan lagi..."
Ingat, kita ini hidup untuk Allah bukan untuk orang apalagi untuk “kata orang.” Yang dicari dan diusahakan adalah ridha Allah bukan ridha orang-orang. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنِ التَمَسَ رِضَاءَ اللهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ ، وَمَنِ التَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ
“Barang siapa mencari keridhaan Allah sekalipun beresiko mendatangkan kebencian manusia, niscaya Allah akan membebaskan dia dari ketergantungan kepada manusia. Dan barangsiapa mencari keridhaan manusia dengan melakukan hal-hal yang mendatangkan kemurkaan Allah, niscaya Allah akan menjadikannya selalu tergantung kepada manusia.” (HR. Tirmidzi: 2414, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 2250)
Oleh sebab itu, kalau kita masih takut dengan “kata orang” maka selamanya kita akan bergantung pada “kata orang” itu. Kemudian mati dan celaka, berjumpa dengan kemurkaan Allah. Karena kita tidak mau menuruti perintah-nya lantaran kata orang tadi. Lantas baru kemudian menyesal, tapi sesal kemudian apalah guna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar