Senin, 30 April 2018

ABDULLAH BIN MAS'UD (KabaUrangDulu006)


Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu pernah mengatakan:

مَا أَحْسَنَ عَبْدُ الظَّنِّ بِاللّٰهِ قَطْ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ عَلَى ذَالِكَ، وَ ذَالِكَ أَنَّ الخَيْرَ كُلُهُ بِيَدِهِ

"Tidaklah seorang hamba berprasangka baik kepada Allah kecuali akan Allah beri sesuai prasangkanya, yang demikian itu karena bahwasannya semua kebaikan itu ada ditangan-Nya." (Kitabuz Zuhd Abu Dawud as Sijistani: 132)

Alih bahasa: Ismianti, Bogor
__________________

Husnuzzhan kepada Allah, itulah kewajiban kita kepada-Nya. Allah lebih tahu dan lebih sayang kepada kita melebihi kasih sayang kita pada diri kita sendiri. Berbaik sangkalah kepada Allah karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

قَالَ قَالَ اللَّهُ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي

 "Allah berfirman: 'Aku selalu tergantung prasangka hamba-Ku terhadap-Ku." (HR. Bukhari: 7505)

BERSUNGGUH-SUNGGUH MENGGAPAI HIDAYAH (Art.Salayok111)


Betapa butuhnya kita terhadap hidayah Allah. Sungguh andaikata bukan karena hidayah-Nya niscaya kita tidak akan tahu siapa kita dan untuk apa kita hidup di dunia.

Namun, hidayah itu tentu ada sebabnya. Salah satunya adalah kesungguhan seseorang dalam berusaha menggapai hidayah itu sendiri. Perhatikanlah Firman Allah:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Ankabut: 69)

Itulah dia, "bersungguh-sungguh." Sekarang pertanyaannya, sudahkan kita melakukannya? Berusaha keras semampunya untuk mencari dan meniti jalan hidayah. "Semampunya" bukan "semaunya." Dalam sebuah hadits qudsi Allah subhanahu wata'ala mengatakan:

يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْراً فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلا يَلُومَنَّ إِلا نَفْسَهُ

"Wahai hambaku, sesungguhnya itu hanyalah amal perbuatan kalian yang Aku catat untuk kalian. Kemudian Aku akan memberikan balasannya kepada kalian. Barang siapa yang mendapati kebaikan maka hendaklah ia bersyukur memuji Allah dan barang siapa yang menemukan keburukan maka janganlah ia mencela kecuali dirinya sendiri." (HR. Muslim: 55)

Oleh sebab itu, jika Anda tidak mendapatkan hidayah karena memang tidak mau berusaha sungguh-sungguh maka jangan salahkan Allah, salahkan saja diri sendiri.

SALAFUSH SHALIH (KabaUrangDulu005)


Sebagian salafus shalih pernah mengatakan:

إِنْ ضَعَفْتَ عَنْ ثَلاَثٍ فَعَلَيْكَ بِثَلاَثٍ: إِنْ ضَعَفْتَ عَنِ الْخَيْرِ؟ فَأَمْسِكْ عَنِ الشَّرِّ، وَإِنْ كُنْتَ لاَ تَسْتَطِيْعُ أَنْ تَنْفَعَ النَّاسَ، فَأَمْسِكْ عَنْهُمْ ضُرَّكَ، وَإِنْ كُنْتَ لاَ تَسْتَطِيْعُ أَنْ تَصُوْمَ، فَلاَ تَأْكُلْ لُحُوْمَ النَّاسِ.

"Jikalau engkau tidak mampu melakukan tiga hal maka wajib bagimu melakukan tiga hal. Jika engkau tidak mampu berbuat baik, maka tahanlah dirimu dari berbuat buruk. Apabila engkau tidak bisa memberikan manfaat bagi orang lain maka tahanlah dirimu dari memberikan madharat kpd mereka. Dan apabila engkau tidak bisa berpuasa, maka tahanlah dirimu dari memakan daging manusia (ghibah)." (Dalam kitab al i'laamu bihurmati ahlil 'ilmi wal islam:61)

Alih bahasa: Salman, Padang

IBNU AUN (KabaUrangDulu004)


Dari Abdullah bin 'Aun rahimahullah, dia berkata:

 أُحِبٌّ لَكُمْ يَا مَعْشَرَ إِخْوَانِيْ ثَلَاثًا: هَذَا القُرْآنَ تَتْلُوْنَهُ آنَاءَ اللَيْلِ والنَّهَارِ، وَلُزُوْمَ الجَمَاعَةِ، وَالْكَفَّ عَنْ أْعرَاَضِ المُسْلِمِيْنَ

"Wahai segenap saudaraku, aku mencintai kalian tiga hal; al-quran ini yang kalian baca sepanjang siang dan malam, senantiasa bersama jama'ah, menahan diri untuk tidak merusak kehormatan kaum muslimin." (Al I'lam bi hurmati Ahli Ilmi wal Islam: 61)

Alih bahasa: Ismianti, Bogor
_______________

Oleh sebab itu, carilah teman yang memiliki sifat-sifat tersebut. Bersahabatlah dengan orang-orang yang suka membaca al-qur'an bukan yang suka membaca koran dan status fb. Bersahabatlah dengan orang-orang yang menjaga diri dari merusak kehormatan orang lain, jangan berteman dengan orang-orang yang suka ghibah, mencela, dan menjelek-jelekkan orang lain terlebih penguasa.

Sabtu, 28 April 2018

AISYAH BINTI ABI BAKR (KabaUrangDulu003)


Aisyah binti Abi Bakr radhiyallahu anha berkata :

إِذَا أَعْجَبَكَ حُسْنُ عَمَلِ امْرِئٍ فَقُلْ {اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ} وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ أَحَدٌ

"Apabila kebaikan amal seorang membuatmu takjub, maka katakanlah (Beramallah kalian, maka Allah akan melihat amalan kalian kemudian Rasul-Nya, orang-orang yang beriman) dan janganlah ada seorang pun  meremehkanmu (membuatmu rendah diri)." (Riwayat Al-Bukhari: 7529)

Alih bahasa: Nunung Nuryani, Bogor

TIGA KEADAAN KITA, DI MANAKAH KITA BERADA?? (ArtikelSalayok110)


Jika kita perhatikan, di setiap helaan nafas ini kita tak lepas dari tiga keadaan. Dalam ketaatan (ibadah), atau perkara mubah atau maksiat. Keadaan pertama adalah tujuan sebenarnya hidup kita, bagaimana kita bisa menjadikan semua langkah kaki, gerak gerik dan seluruh bagian dari cerita perjalanan hidup kita menjadi sebuah ibadah yang berpahala. Itulah harapan dan do'a kita. Bukankah Allah berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al An'am: 162)

Namun, jika kita tak mampu menjadikan semua hidup kita menjadi ibadah maka hendaknya kita berhenti dan pada perbuatan yang mubah, yaitu kita tidak berpahala dan tidak juga berdosa. Jangan sampai lewat dari batas itu.

Memang akan datang dimana saatnya kita merasa futur tidak semangat dalam kebaikan, tapi ingat jangan sampai bermaksiat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ

"Setiap amal perbuatan memiliki masa semangat dan setiap semangat memiliki masa futur (kurang semangat). Barang siapa yang masa futurnya menuju sunnahku maka ia telah berjalan di atas petunjuk. Dan barang siapa yang masa futurnya kepada selain sunnahku maka ia telah binasa." (HR. Ahmad, Shahih at-Targhib wat Tarhib: 56)

Intinya kalau futur jangan sampai bermaksiat, itu saja. Dengan kata lain, jika kita tak mampu mendulang pahala maka jangan sampai merajut dosa. Oleh sebab itulah sebagian salafunas shalih dahulu ada yang mengatakan:

إِنْ ضَعَفْتَ عَنْ ثَلاَثٍ فَعَلَيْكَ بِثَلاَثٍ: إِنْ ضَعَفْتَ عَنِ الْخَيْرِ؟ فَأَمْسِكْ عَنِ الشَّرِّ، وَإِنْ كُنْتَ لاَ تَسْتَطِيْعُ أَنْ تَنْفَعَ النَّاسَ، فَأَمْسِكْ عَنْهُمْ ضُرَّكَ، وَإِنْ كُنْتَ لاَ تَسْتَطِيْعُ أَنْ تَصُوْمَ، فَلاَ تَأْكُلْ لُحُوْمَ النَّاسِ

"Jikalau engkau tidak mampu melakukan tiga hal maka wajib bagimu melakukan tiga hal. Jika engkau tidak mampu berbuat baik, maka tahanlah dirimu dari berbuat buruk. Apabila engkau tidak bisa memberikan manfaat bagi kepada orang lain maka tahanlah dirimu dari memberikan madharat kepad mereka. Dan apabila engkau tidak bisa berpuasa, maka tahanlah dirimu dari memakan daging manusia (ghibah)." ( Al I'laam bihurmati Ahlil 'ilmi wal Islam:61)

Maka dari itu, lihatlah di mana kita. Pada posisi mana kita berada. Mari menjaga agar kita selalu dalam keadaan pertama dan tak berkubang pada keadaan yang ketiga.

Jumat, 27 April 2018

RABI' BIN KHAITSAM (KabaUrangDulu002)



Rabi' bin Khaitsam rahimahullah pernah mengatakan:

لَا خَيْرَ فِي الكَلَامِ إِلَّا فِي تِسْعٍ: تَهْلِيْلٍ، وَتَكْبِيْرٍ، وَتَسْبِيْحٍ، وَتَحْمِيْدٍ، وَسُؤَالِكَ عَنْ الخَيْرِ، وَتَعَوُّذِكَ مِنَ الشَّرِّ، وَأَمْرِكَ بِالمَعْرُوْفِ، وَنَهْيِكَ عَنِ المُنْكَرِ، وَقِرَاءَتِكَ القُرْآنَ

"Tidak ada kebaikan di dalam perkataan kecuali dalam sembilan hal: ucapan tahlil, takbir, tasbih, dan tahmid, serta permohonanmu untuk meminta kebaikan, berlindung dari kejelekan, ajuranmu terhadap perkara yang ma'ruf serta melarang dari yang mungkar dan bacaan al Qur'an." (Mausu'ah Nadhratin An-Naim: 7/2643)

Alih bahasa: Dede Manshurullah, Karawang

YAHYA BIN MU'ADZ (KabaUrangDulu001)


Yahya bin Mu’adz ar-Razi rahimahullah pernah mengatakan:

لِيَكُنْ حَظُّ المُؤْمِنِ مِنْكَ ثَلَاثَة : إِنْ لَمْ تَنْفَعْهُ ، فَلَا تَضُرَّهُ ، وَإِنْ لَمْ تُفْرِحْهُ ، فَلَا تَغُمَّهُ ، وَإِنْ لَمْ تَمْدَحْهُ فَلَا تَذُمَّهُ

“Jadikanlah bagian (hak) seorang mukmin darimu tiga: Jika engkau tidak bisa memberinya manfaat jangan engkau memberinya madharat. Jika engkau tak mampu membahagiakannya jangan kau berikan kesedihan kepadanya. Jika engkau tak ingin memujinya jangan kau cela dia.” (Al I'lam bihurmati Ahlil Ilmi wal Islam: 61 cet. Darut Thaibah)

Kamis, 26 April 2018

JANGAN TAKUT HANTU!! BERLINDUNGLAH KEPADA ALLAH (Art.SalayangAkidah009)


Jika mau disurvei, lebih banyak orang yang takut "hantu" daripada takut kepada Allah. Apalagi orang Indonesia. Wajar memang, karena Indonesia ini adalah "produsen" terbesar penghasil hantu. Hantu apa saja ada di sini. Mau cari yang model dan tipe apa, lengkap tersedia.

Mau hantu yang jalan kaki, loncat-loncat, terbang, atau ngesot?! ada. Mau laki, wanita, anak-anak, atau orang tua?! juga ada. Mau rambut panjang, pendek atau plontos?! ada. Mau pakai baju atau pakai sempak saja?! juga ada. Bahkan malahan sebagian "hantu" sudah jadi "artis." Filmnya booming dan laku keras, ditonton jutaan orang.

Boleh dikatakan, bangsa kita ini besar di bawah bayang-bayang cerita hantu. Makanya tidak heran, jika melewati tempat-tempat yang dianggap angger tidak sedikit orang yang harus minta izin dulu agar tidak diganggu. "Mbah, permisi mbah, numpang lewat." Mereka menyakini, itu adalah kalimat penyelamat. Kalau tidak, nanti akan dihantui dan diganggu oleh penunggu tempat itu.

Sebagai seorang muslim atau muslimah, kita harus tahu bahwa tidak boleh meminta perlindungan kepada selain Allah, termasuk di antaranya kepada jin. "Hantu" dan "penunggu" tempat anggker yang ditakuti itu adalah jin. Meminta perlindungan kepada mereka adalah sebuah kesyirikan. Allah berfirman:

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (QS. Al Jin: 6)

Takut, adalah tabiat manusia. Meski terkadang kita merasa takut, tapi jangan sampai mengucapkan ucapan yang menunjukkan kita takut dan butuh pada perlindungan mereka; jin-jin itu. Berlindunglah kepada Allah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mengajarkan kita caranya.

Dari Khaulah binti Hakim, ia menuturkan: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ نَزَلَ مَنْـزِلاً فَقَالَ: أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ حَتَّى يَرْحَلَ مِنْ مًنْـزِلِهِ ذَلِكَ  

“Barangsiapa yang singgah di suatu tempat, lalu ia berdo’a mengucapkan: 'Audzu bikalimatillahit tammati min syarri ma khalaq.' (Aku berlindung dengan kalam Allah yang maha sempurna dari kejahatan semua mahluk yang Ia ciptakan). Maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakan dirinya sampai dia beranjak dari tempatnya itu." (HR. Muslim: 2708)

Oleh sebab itu, hafalkanlah do'anya. Sehingga jika kita melewati suatu tempat yang menakutkan, berlindunglah kepada Allah dengan mengucapkan do'a tersebut. Bukan malah mengucapkan, "nyuwun sewu mbah, numpang lewat", berlindung kepada mereka; para jin-jin itu.

Rabu, 25 April 2018

NADZAR; JALAN-JALAN KE CANDI BOROBUDUR (Art.SalayangAkidah008)

cr pic: wisatadijogja.id

Bilamana ada orang yang mengatakan: "Jika aku lulus nanti, aku akan ajak kamu nonton konser musik di London." Atau seorang ayah yang mengatakan: "Anakku,  jika ayah naik pangkat, kita sekeluarga akan jalan-jalan ke candi Borobudur." Atau penduduk desa yang mendengar ada "Pak Prof" yang membolehkan sehingga mereka mengatakan: "Kalau hasil panen kali ini baik, kita akan persembahkan sebagiannya untuk Dewi Sri."

Semua hal di atas dan yang semisal adalah haram dan terlarang bagi seorang mukmin. Karena nadzar itu adalah ibadah. Allah berfirman memuji orang-orang yang menunaikan nadzarnya:

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا

Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. (QS. Al-Insan: 7)

Pada ayat yang lain Allah berfirman:

{وَمَا أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ ۗ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ} [البقرة : 270]

Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya. (QS. Al-Baqarah: 270)

Syaikh Shalih al-fauzan menjelaskan: "Dua ayat tersebut menunjukkan bahwasanya nadzar adalah sebuah ibadah, ketika Allah memuji orang-orang yang menunaikannya. Padahal Allah tidak memuji kecuali dalam hal mengerjakan perintah atau meninggalkan larangan. Sebagaimana juga Allah mengabarkan bahwa Dia mengetahui segala apa yang muncul dari kita berupa sedekah dan nadzar, Allah akan membalasinya. Hal itu menunjukkan bahwa nadzar adalah ibadah sehingga memberikannya kepada selain Allah adalah sebuah kesyirikan." (al-Mulakhkhas fi Syarh Kitabit Tauhid: 108)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sebuah hadits bersabda:

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَ اللهَ فَلاَ يَعْصِهِ

“Siapa yang bernadzar untuk mentaati Allah maka ia wajib mentaatinya, dan barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah maka ia tidak boleh bermaksiat kepada-Nya.” (HR. Bukhari: 6696)

Oleh sebab itulah, segala bentuk nadzar maksiat adalah haram dan tidak boleh ditunaikan. Menonton konser musik adalah maksiat karena tidak satu pun dari mazdab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hambali) yang menghalalkan musik. Imam al-Baghawi mengatakan:

وَاتَّفَقُوا عَلَى تَحْرِيم المَزَامِيْر والمَلَاهِي وَالْمَعَازِف " 

"Mereka (para ulama) sepakat atas keharaman nyanyian, alat yang melalaikan, dan alat musik." (Syarhus Sunnah: 12/383 cet. Al Matab al Islami)

Rekreasi ke candi atau sejenisnya dari tempat-tempat kesyirikan dan ibadah orang-orang kafir adalah haram. Terlebih jika bernazdar untuk memberikan persembahan kepada Dewi Sri, meskipun dibarengi dengan shalawatan dan sebagainya.

Seorang muslim selayaknya paham bahwa nadzar adalah ibadah. Jika diberikan kepada selain Allah maka jadilah ia sebuah kesyirikan. Oleh sebab itu, jangan bermudah-mudahan dalam bernadzar. Kembali belajar agar nadzar tersebut tidak jatuh pada kesyirikan dan maksiat.

‌TAHUN-TAHUN GERAH, TAHAN LIDAH!! (Art.Salayok109)


Tahun-tahun yang panas, bukan karena tidak turun hujan, namun karena bangsa kita akan menyambut tahun pemilihan kepala negara. Dimana-mana, terlebih di media massa, hawanya seakan membakar kulit ari kita semua.

‌Sebagai seorang muslim, ingatlah pesan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau yang dahulu pernah mengatakan:

‌كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
"Setiap muslim atas muslim yang lain haram; darah, harta dan kehormatannya." (HR. Muslim: 2564)

"Kehormatannya," itulah bagian yang harus digarisbawahi di hari-hari ini. Situasi politik yang semakin bergolak, jangan sampai membuat kita lupa. Membongkar aib, menjelek-jelekkan, menghina, dan menjatuhkan orang lain, padahal kita muslim dia pun muslim.

‌Kehormatan seorang muslim memiliki kedudukan yang amat sangat penting dalam agama kita ini. Karena itulah segala sesuatu yang dapat merusaknya diharamkan. Sampai-sampai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

‌سِبَابُ الْمُسْلِم فُسُوقٌ وَقِتالُهُ كُفْرٌ

"Mencela seorang muslim adalah sebuah kefasikan dan membunuhnya adalah sebuah kekufuran." (HR. Bukhari: 48, Muslim: 64)

Anggaplah yang  dicela itu seorang "budak" tapi ia muslim maka masuk dalam hadits ini. Lantas bagaimana jika yang dicela itu adalah pemimpin muslim?!

Ini zaman fitnah, bersungguh-sungguhlah mencari jalan keselamatan. Jangan gadaikan diri Anda untuk Neraka lantaran gerah dengan hawa panas tahun-tahun ini. Uqbah bin Amir mengatakan, "Aku pernah bertanya, 'Wahai Rasulullah, apa kunci keselamatan?' Maka beliau menjawab:

أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ

"Jagalah lisanmu, perbanyaklah dirumah, dan tangisi dosa-dosamu." (HR. Tirmidzi: 2406)

Itulah tiga kunci keselamatan, terlebih di zaman gonjang-ganjing sekarang. Yang pertama adalah kunci utama, yaitu menjaga si "lidah tak bertulang." Termasuk perpanjangannya, setiap "komentar dan tulisan Anda di media massa."

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun pernah bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia mengatakan perkataan yang baik atau diam." (HR. Bukhari: 6018, Muslim: 47)

Namun, menjaga lisan bukan berarti meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar. Kita tidak memungkiri hal itu, karena itu jalan keselamatan pula. Yang perlu dipahami, bahwa amar ma'ruf nahi munkar itu tidak mesti dengan mencela, membongkar aib sesama muslim terang-terangan untuk menjatuhkan kehormatan mereka.

Gerah memang, oleh sebab itu berhati-hatilah, terlebih dengan lisan. Keimanan menjadi taruhannya. Jangan biarkan ia menuruti hawa panas di luar sana. Tahun pemilu, menguji keimanan kita semua.

Senin, 23 April 2018

MENYEMBELIH UNTUK ALLAH TAPI DI TEMPAT KESYIRIKAN (Art.SalayangAkidah: 007)


Di negeri kita ini, banyak orang yang dengan sengaja menyembelih di tempat-tempat keramat, entah itu batu, pohon, gunung, pantai, jurang atau kuburan wali dan orang shalih. Di tempat yang terakhir paling banyak, bahkan sebagiannya adalah orang-orang yang "bersorban" dan "berjubah putih."

Kalau menyembelih untuk selain Allah jelas tidak boleh. Sekarang, ada orang yang mengatakan "Kami menyembelih bukan untuk kuburan itu, tapi untuk Allah Tuhan yang satu."  Kalau demikian baiklah, mari kita bicarakan. Jangan marah-marah, kita punya pedoman. Allah berfirman:

{لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ} [التوبة : 108]

Janganlah kamu shalat dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS. At Taubah: 108)

Allah melarang nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam shalat di masjid dhirar, masjid orang-orang munafik, karena masjid itu dibangun dengan tujuan untuk memudharatkan kaum muslimin.

Kesesuain ayat dengan permasalah yang kita bicarakan adalah sebagaimana penjelasan Syaikh Shalih al-Fauzan: "Menganalogikan tempat yang biasa digunakan untuk penyembelihan kepada selain Allah kepada masjid yang dibangun untuk maksiat dalam hal tidak bolehnya beribadah di tempat itu. Sebagaimana masjid ini tidak dibolehkan shalat di dalamnya padahal shalat itu untuk Allah, maka demikian pula tempat yang digunakan untuk penyembelihan kepada selain Allah, tidak boleh menyembelih untuk Allah di tempat itu." (Lihat al Mulakhkhas fi Syarh Kitabit Tauhid: 103)

Tsabit bin Dhahhak radhiyallahu anhu mengatakan:

 نَذَرَ رَجُلٌ أَنْ يَذْبَحَ إِبِلاً بِبُوَانَةَ، فَسَأَلَ النَّبِيَّ فَقَالَ: هَلْ كَانَ فِيْهَا وَثَنٌ مِنْ أَوْثَانِ الْجَاهِلِيَّةِ يُعْبَدُ؟ قَالُوْا: لاَ، قَالَ: فَهَلْ كَانَ فِيْهَا عِيْدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ؟ قَالُوْا: لاَ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ : أَوْفِ بِنَذْرِكَ؛ فَإِنَّهُ لاَ وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ وَلاَ فِيْمَا لاَ يَمْلِكُ ابْنُ آدَمَ

“Ada seseorang yang bernadzar akan menyembelih unta di Buwanah, lalu ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka Nabi bertanya: “Apakah di tempat itu ada berhala-berhala yang pernah disembah oleh orang-orang Jahiliyah?" Para sahabat menjawab: "Tidak." Nabi kembali bertanya lagi: “Apakah di tempat itu pernah dirayakan hari raya mereka?"  Para sahabat pun menjawab: "Tidak" 

Maka Nabi bersabda: “Laksanakan nadzarmu itu, karena nadzar itu tidak boleh dilaksanakan dalam bermaksiat kepada Allah, dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh seseorang.” (HR. Abu Daud: 3313, dan Isnadnya menurut persyaratan Imam Bukhari dan Muslim)

Oleh sebab itu, maka menyembelih di tempat-tempat yang biasa digunakan untuk hal-hal yang berbau kesyirikan tidak diperbolehkan, meski pun sembelihan itu untuk Allah.

Minggu, 22 April 2018

SESEMBELIHAN; JANGAN!! MESKI PUN HANYA SEEKOR LALAT (Art.SalayangAkidah006)


Dalam hal kontruksi bagunan, Indonesia punya cerita. Untuk mendapatkan bangunan yang kokoh ada satu "material bahan bangunan" yang mungkin tidak ada di tempat lain. Bukan semen, batu atau besi tapi "kepala kerbau."

Sudah lumrah, menanam "kepala kerbau" pada prosesi peletakan batu pertama saat pembangunan gedung atau jembatan. Dengan tujuan agar gedung dan jembatan itu jadi kokoh dan tahan lama. Pertanyaannya, untuk siapakah kepala kerbau itu?? Anda tentu tahu jawabannya.

Menyembelih binatang adalah ibadah yang harus ditujukan hanya untuk Allah. Jika ditujukan kepada selain-Nya jadilah ia sebuah kesyirikan. Allah berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al An’am: 162).

Ali bin Abi Thalib berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepadaku tentang empat perkara:

(( لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ، لَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ، لَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا، لَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ الأَرْضِ ))

“Allah melaknat orang-orang yang menyembelih binatang bukan karena Allah, Allah melaknat orang-orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang-orang yang melindungi orang yang berbuat bid'ah, dan Allah melaknat orang-orang yang merubah tanda batas tanah.” (HR. Muslim: 1978)

Maka masuk ke dalamnya: orang yang menyembelih untuk berhala, pohon atau batu keramat, jin, para wali atau orang-orang shalih, dst.

Dan masuk juga di dalamnya segala macam bentuk sembelihan. Entah itu, kerbau, sapi, kambing, ayam, atau bahkan lalat sekali pun, jika ditujukan untuk persembahan (tumbal) kepada selain Allah maka itu adalah syirik.

Thariq bin Syihab menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

دَخَلَ الْجَنَّةَ رَجُلٌ فِيْ ذُبَابٍ, وَدَخَلَ النَّارَ رَجُلٌ فِيْ ذُبَابٍ، قَالُوْا: وَكَيْفَ ذَلِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَرَّ رَجُلاَنِ عَلَى قَوْمٍ لَهُمْ صَنَمٌ لاَ يَجُوْزُهُ أَحَدٌ حَتَّى يُقَرِّبَ لَهُ شَيْئًا، فَقَالُوْا لأَحَدِهِمَا: قَرِّبْ، قَالَ: لَيْسَ عِنْدِيْ شَيْءٌ أُقَرِّبُ، قَالُوْا لَهُ: قَرِّبْ وَلَوْ ذُبَابًا، فَقَرَّبَ ذُبَابًا فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُ فَدَخَلَ النَّارَ، وَقَالُوْا لِلآخَرِ: قَرِّبْ، فَقَالَ: مَا كُنْتُ لأُقَرِّبَ ِلأحَدٍ شَيْئًا دُوْنَ اللهِ، فَضَرَبُوْا عُنُقَهُ فَدَخَلَ الْجَنَّةَ ))

"Ada seseorang yang masuk surga karena seekor lalat, dan ada lagi yang masuk neraka karena seekor lalat pula." Para sahabat bertanya: "Bagaimana itu bisa terjadi ya Rasulullah?"

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab: "Ada dua orang berjalan melewati sekelompok orang (suku) yang memiliki berhala, yang mana tidak boleh seorang pun melewatinya kecuali dengan mempersembahkan sembelihan binatang untuknya terlebih dahulu.

Maka mereka berkata kepada salah satu di antara kedua orang tadi: 'Persembahkanlah sesuatu untuknya!' Ia menjawab: 'Aku tidak mempunyai apapun yang akan aku persembahkan untuknya.' Mereka berkata lagi: 'Persembahkan untuknya walaupun seekor lalat!' Maka ia pun mempersembahkan untuknya seekor lalat. Mereka pun melepaskannya untuk meneruskan perjalanannya, dan ia pun masuk ke dalam neraka karena hal itu.

Kemudian mereka berkata lagi kepada seseorang yang lain: 'Persembahkalah untuknya sesuatu!' Ia menjawab: 'Aku tidak akan mempersembahkan sesuatu apapun untuk selain Allah.' Maka mereka pun memenggal lehernya, dan ia pun masuk ke dalam surga.'” (HR. Ahmad dalam az Zuhd: 84, Ibnu Abi Syaibah: 33028)

Itu yang dipersembahkan (yang dijadikan tumbal) hanya seekor lalat. Lantas bagaimana jika yang dipersembahkan itu adalah kepala kerbau?!

Sabtu, 21 April 2018

WAHAI ANAKKU, BAHAGIAKANLAH KAMI DENGAN KESHALIHANMU!! (Art.Salayok108)


Anak, adalah satu dari sekian banyak kebahagiaan. Tapi, kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika mereka tumbuh besar menjadi orang-orang yang shalih. Anak adalah kebanggaan, namun kebanggaan itu ketika mereka tumbuh menjadi hamba Allah bukan hamba dunia.

Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengabarkan tentang anak-anak yang patut dibanggakan, beliau tidak menyebut pendidikannya yang tinggi, atau pekerjaan yang baik, atau bentuk fisik yang kuat dan rupawan. Hanya satu, yaitu anak yang shalih yang bisa mendo'akan kedua orang tuanya.

 إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ  

"Apabila seorang meninggal dunia maka terputuslah semua amalannya kecuali dari tiga; kecuali dari shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak yang shalih yang mendo'akannya." (HR. Muslim: 1631)

Bukan anak yang tidak bisa menengadahkan tangannya untuk mendo'akan ayah ibunya, lantaran tangan itu terlalu lelah karena mengejar dunia. Bukan anak yang selalu lupa, alih-alih ingat dengan ayah ibunya dengan dirinya saja ia lupa.

Anak yang patut untuk dibanggakan adalah anak yang punya sesuatu yang dapat membanggakan kita di akhirat bukan di dunia. Yaitu tatkala kita dipakaikan mahkota kemuliaan disebabkan anak-anak kita. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ القُرْآنَ وَتَعَلَّمَ وَعَمِلَ بِهِ أُلْبِسَ وَالِدَاهُ يَوْمَ القِيَامَة تَاجاً مِنْ نُوْرٍ ضَوْؤُهُ مِثْلُ ضَوْءِ الشَّمْسِ ، وَيُكْسَى وَالِدَاهُ حِلَّتَيْن لاَ تَقُوْمُ لَهُمَا الدُّنْيَا فَيَقُوْلاَنِ : بِمَ كُسِيْنَا هَذَا ؟ فَيُقَالُ : بِأَخْذ وَلَدِكُمَا القُرْآنَ 

"Barang siapa yang membaca al-qur'an, mempelajari serta mengamalkannya maka pada hari kiamat akan dipakaikan kepada kedua orang tuanya mahkota dari cahaya, sinarnya melebihi sinar mentari, dan keduanya akan diberi pakaian yang lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Sehingga keduanya pun bertanya; 'Karena apa kami dipakaikan ini??' Maka dikatakan: 'Karena sebab anak kalian berdua yang mempelajari al-qur'an.'" (HR. Hakim 1/756, ash Shahihah: 2829)

Anak yang shalih, itulah cita-cita orang tua seharusnya. Maka wajarlah yang diminta oleh Nabi Ibrahim adalah anak yang shalih. Sebagaimana firman Allah menghikayatkan do'a itu:

{رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ} [الصافات : 100]

"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku anak yang shalih." (QS. Ash Shaffat: 100)

Maka ajarkanlah mereka, jangan sekadar masalah dunia. Didiklah mereka dengan didikan agama. Percuma ia bergelar tinggi, bergaji besar dapat membelikan rumah mewah untuk Anda, tapi tidak bisa mendo'akannya Anda.

Maka katakanlah kepada mereka, "Wahai anakku, bahagiakanlah kami dengan keshalihanmu. Hanya satu pinta ayah dan ibu, 'Jadilah anak yang shalih, doa kanlah kami, mintakan ampun kepada Allah tatkala kami telah menutup mata untuk berbaring di dalam tanah.'"

Sebagai seorang anak, ketahuilah dan katakan pada dirimu "Aku harus bisa membahagiakan ayah dan ibu, jika seandainya di dunia aku tak mampu, maka jangan sampai di akhirat pun juga begitu." 

Jadilah anak yang shalih bahagiakan orang tua, berikan mahkota pada mereka sebagai ganti dan bentuk balas budi kita.

Jumat, 20 April 2018

NGALAP BERKAH; DARI BATU, KAYU, TANAH SAMPAI TAI KEBO (Art.SalayangAkidah005)



Indonesia negeri yang penuh dengan warna warni, termasuk dalam masalah "ngalap berkah." Di negeri ini, ada saja ceritanya, yang ngalap berkah dengan pohon atau batu keramat?! Banyak. Air celupan batu Ponari (Ponari Sweat), dulu sempat mengalahkan pamor Pocari Sweat.

Ada juga yang ngalap berkah dengan tanah kuburan pak kiyainya. Sehingga kuburannya harus ditambahkan tanah terus karena habis diangkut peziarah. Bahkan, yang lebih dahsyat "Ngalap berkah dari tai' nya kiay Slamet, ngalap berkah dengan tai kebo." Karena, kiyai Slamet bukan orang, tapi kebo. Ngalap berkah yang seperti itu haram. Allah berfirman:

{أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ (19) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ (20) أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنثَىٰ (21) تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَىٰ (22) إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنتُمْ وَآبَاؤُكُم مَّا أَنزَلَ اللَّهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنفُسُ ۖ وَلَقَدْ جَاءَهُم مِّن رَّبِّهِمُ الْهُدَىٰ (23)} [النجم : 19-23]

Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al Lata dan al Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. (QS. An-Najm: 19-23)

Al Lata ada dua bacaan; Al Lata yaitu batu putih yang dahulu dikeramatkan. Al Latta yaitu nama orang shalih, ketika ia meninggal dunia kuburannya dikeramatkan. Al Uzza adalah nama pohon yang dikeramatkan. Sedangkan Manah adalah nama berhala. (Lihat al Mulakhkhas fi Kitabit Tauhid: 88-89)

Dari Abu Waqid al Laitsi radhiyallahu anhu, ia pernah menuturkan: “Suatu saat kami keluar bersama Rasulullah menuju Hunain, sedangkan kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam), disaat itu orang-orang musyrik memiliki sebatang pohon bidara yang dikenal dengan Dzatu Anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon tersebut.

Di saat kami sedang melewati pohon bidara tersebut, kami berkata: “Ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu anwath sebagaimana mereka memilikinya”. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab:

(( اللهُ أَكْبَرُ إِنَّهَا السُّنَنُ، قُلْتُمْ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ كَمَا قَالَتْ بَنُو إِسْرَائِيْلَ لِمُوْسَى {اجْعَلْ لَنَا إِلَهاً كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ} لَتَرْكَبُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ))

“Allahu Akbar, itulah tradisi (orang-orang sebelum kalian) demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalian benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israel kepada Musa: “Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan, Musa menjawab: sungguh kalian adalah kaum yang tidak mengerti (faham)” kalian pasti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian.”(HR. Tirmidzi: 2181)


Sebenarnya, ngalap berkah itu boleh. Tapi, pada hal-hal yang memang ada dalil yang membolehkan. Kalau tidak ada ya tidak boleh, termasuk kesyirikan. Mana ada dalil baik al-qur'an atau pun hadits yang membolehkan ngalap berkah dengan tai kebo?!

Silahkan Anda ngalap berkah tapi dengan sesuatu yang ada dalilnya. Seperti ngalap berkah dengan berpagi-pagi mencari rezeki karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (HR. Abu Daud no. 2606, At Tirmidzi no. 1212, Ibnu Majah no. 2236. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Atau ngalap berkah dengan air zamzam, silahkan. Karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ

Sesungguhnya air zam-zam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang mengenyangkan.” (HR. Muslim no. 4520)

Dan yang lainnya, sesuatu yang ada dalilnya. Bukan ngalap berkah dengan pohon beringin, batu besar keramat, keris sakti mandraguna, tanah kuburan, apalagi tai kebo?! 

Kamis, 19 April 2018

JIMAT PELET DAN SUSUK (Art.SalayangAkidah004)


"Puter Giling, Ajian pemutus asmara, Ajian Penguncian, Susuk cair tebar pesona, tanpa efek samping", "Jimat calon Legislatif, buat anda yang akan ikut pemilu. Jimat ini mampu menarik perhatian dan simpati masyarakat sehingga Anda punya banyak suara", dst. Begitu banyaknya iklan jimat, pelet, susuk, dll, di negeri kita. Bebas tanpa batas, sudah menjadi rahasia umum. Menunjukkan hal itu tersebar dan tumbuh subur di masyarakat kita.

Sebagai seorang muslim kita harus tahu bahwa hal itu adalah syirik. Dari Abu Basyir al Anshari, ia pernah ikut serta bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sebuah perjalanan. Lalu beliau shallallahu alaihi wasallam mengutus seorang untuk mengumumkan bahwa:

 لَا يَبْقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيْرٍ قِلَادَةً مِنْ وَتَرٍ أَوْ قِلَادَةً إِلَّا قُطِعَتْ

"Agar tidak terdapat lagi di leher unta kalung dari  tali busur atau kalung apa pun kecuali harus diputuskan." (HR. Bukhari: 3005, Muslim: 2115)

Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu mengatakan:  Aku pernah mendengarkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

"Sesungguhnya Ruqa, Tamimah dan Tiwalah adalah kesyirikan." (HR. Abu Dawud: 3883, Ibnu Majah: 3530, Ahmad: 1/381)

Ruqa, disebut juga dengan istilah azimat. Yang diperbolehkan hanya apabila tidak ada unsur kesyirikannya. Tamimah, yaitu sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak untuk menangkal penyakit a'in. Tiwalah yaitu sesuatu yang dibuat dengan keyakinan bahwa hal tersebut dapat menjadikan seorang cinta pada suaminya dan sebaliknya. (Lihat Kitabut Tauhid: 31-32 cet. Maktabah al Ulum wal Hikam)

Dalam hadits marfu' dari Abdullah bin 'Ukaim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئاً وُكِلَ إِلَيْهِ

"Barang siapa yang menggantungkan sesuatu (dengan keyakinan dapat memberinya manfaat atau melindungi dari mudharat) maka Allah akan menjadikan dia selalu bergantung pada sesuatu tersebut." (HR. Tirmidzi: 2973, Ahmad: 4/211)

Di dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda kepada Ruwaifi' radhiyallahu 
anhu:

يَا رُوَيْفِع! لَعَلَّ الحَيَاةَ تَطُوْلُ بِكَ، فَأَخْبِرِ النَّاسَ أَنَّ مَنْ عَقَدَ لِحْيَتَهُ، أَوْ تَقَلَّدَ وَتَراً، أَوِ اسْتَنْجَى بِرَجِيْعِ دَابَّةٍ أَوْ عَظْمٍ، فَإِنَّ مُحَمَّداً بَرِيْءٌ مِنْهُ

"Wahai Ruwaifi', semoga engkau berumur panjang. Sehingga kabarkanlah manusia bahwa barang siapa yang mengingat janggutnya (untuk memperlihatkan kesombongan), atau memakai kalung dari tali busur panah, atau bersuci dari buang air dengan kotoran hewan atau tulang, maka Muhammad berlepas diri dari mereka." (HR. Abu Dawud: 36, Ahmad: 4/108)

Seorang tabi'in, Said bin Jubair rahimahullah pernah mengatakan:

مَنْ قَطَعَ تَمِيْمَةً مِنْ إِنْسَانٍ كَانَ كَعِدْلِ رَقَبَةٍ

"Barang siapa yang memotong Tamimah dari seseorang maka tindakannya itu sama dengan memerdekakan budak." (Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah: 23819)

Oleh sebab itu, sebagai muslim yang bertauhid kita wajib meninggalkan semua itu. Berhati-hati jangan sampai kita jatuh ke dalan dosa paling besar yang tidak akan diampuni oleh Allah jika meninggal sebelum bertaubat.

Rabu, 18 April 2018

GELANG DAN BENANG PENOLAK BALA (Art.SalayangAkidah003)


Dari dahulu sampai sekarang, masih banyak saja orang yang memakai gelang benang, kalung atau sejenisnya dengan keyakinan untuk menanggal kekuatan ghaib yang jahat. Ada juga ibu-ibu yang menggantungkan bawang putih di baju bayi, atau benang yang dikalungkan di leher atau pinggang anaknya dengan keyakinan untuk menolak bala.

Dalam Islam, hal itu adalah terlarang karena merupakan jenis dari kesyirikan. Yang harus diyakini, kemudharatan hanya Allah yang bisa menimpakan. Tidak ada satu pun yang dapat menimpakan mudharat kecuali dengan izin-Nya. Allah berfirman:

قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ ۚ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ ۖ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada-Nya-lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. (QS. Az Zumar: 38)

Imran bin Husain radhiyallahu anhu menuturkan, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melihat seorang laki-laki memakai gelang yang terbuat dari kuningan. Lalu beliau pun bertanya: "Apa ini??" Laki-laki itu menjawab: "Gelang penangkal penyakit." Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اِنْزَعْهَا فَإِنَّهَا لَا تَزِيْدُكَ إِلَّا وَهْناً، فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ، مَا أَفْلَحْتَ أَبَداً

"Tanggalkanlah, sesungguhnya gelang itu justru menambah wahn (kelemahan) kepadamu. Dan jika kamu mati sedangkan gelang itu masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selamanya." (HR. Ahmad: 4/445)

Justru kita akan semakin dirundung ketakutan dan kegelisahan disebabkan hal-hal itu. Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلَا أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ، وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلَا وَدَعَ اللَّهُ لَهُ) وفي رواية: (مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ)

"Barang siapa yang menggantungkan tamimah maka Allah tidak akan mengabulkan do'anya, dan barang siapa yang menggantungkan wada'ah maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya." (HR. Ahmad: 4/154) Dalam riwayat yang lain, beliau bersabda: "Barang siapa yang menggantungkan tamimah maka ia telah berbuat syirik." (HR. Ahmad: 4/156)

Tamimah yaitu sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak sebagai penangkal penyakit ain dan pengaruh jahat. Wada'ah yaitu sesuatu yang diambil dari laut yang menyerupai rumah kerang yang menurut keyakinan orang-orang jahiliyah dahulu dapat digunakan sebagai penangkal penyakit. (Lihat al Mulakhkhash fi Syarh Kitabit Tauhid: 74)

Hudzaifah bin al Yaman pernah melihat seorang laki-laki yang di tangannya ada benang untuk mengobati penyakit demam. Lalu Hudzaifah pun memutusnya seraya membaca Firman Allah:

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُم بِاللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشْرِكُونَ   

Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (QS. Yusuf: 106) (lihat Kitabut Tauhid: 29)

Oleh sebab itu, jika masih diantara kita yang punya keyakinan dan benda-benda seperti itu segeralah musnahkan dan bertaubat kepada Allah, sebelum terlambat karena hal itu termasuk kesyirikan.

Selasa, 17 April 2018

ANTARA KITA DAN SHALAT (Art.Salayok107)


Seberapa besarkah shalat di hati kita???  Sudahkah shalat itu menjadi bagian dari hidup di setiap helaan nafas?? Kita merasa tenang, ringan dan bahagia dengannya. Perhatian kita curahkan, ingat dengan waktu-waktunya. Bahkan, kita merasa rindu dan selalu menantikannya.

Ataukah sebaliknya??? Shalat bagaikan beban. Melaksanakan shalat hanya sebatas penggugur kewajiban. Tanpa ada perhatian, kita lebih memilih pergi menunaikan hajah, membeli ini dan itu, tepat beberapa saat sebelum waktu shalat masuk, hingga luputlah shalat berjamaah. Padahal, hajah itu bisa saja kita tunda sebentar sampai kita selesai menunaikan shalat.

Di dalam ash Shahihain dari sahabat Abu Barzah radhiyallahu anhu ia mengatakan:

َأَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْل العِشَاءِ وَالحَدِيْثَ بَعْدَهَا

"Bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membenci tidur sebelum isya dan berbincang (tanpa faidah) setelahnya." (HR. Bukhari: 568, Muslim: 647)

Mengapa??? Agar kita lekas tidur sehingga bisa bangun lebih awal. Dapat shalat malam dan subuh berjamaah.

Sekarang, kita seringnya sengaja untuk menunda tidur, bukan untuk yang bermanfaat, hanya untuk berbincang, bercengkrama, atau menonton sinetron, kemudian paginya kita pulas saat muazdin mengumandangkan, "ash shalatu khairum minannaum."

Adil atau curangkah kita???  Saat kita berharap banyak kepada Allah, "Ya Rabbi, berikanlah aku ini, ini dan itu. Jadikanlah aku begini dan begitu." Akan tetapi, pada saat yang sama ketika Ia memanggil kita tak tergerak memenuhi panggilan-Nya. Seolah kita tidak punya telinga. Padahal, shalat itu adalah jalan kebahagian, sebab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ 

"Hal pertama yang dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat dari amalannya adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka sungguh ia telah sukses dan selamat. Sebaliknya, apabila rusak maka sungguh ia telah gagal dan merugi." (HR. Abu Dawud: 864, Tirmidzi: 413, an Nasa'i: 465)

Sebagai seorang muslim, coba tanyakan pada diri sendiri, di manakah ayat yang sering kita baca ini??

{فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5)} [الماعون : 4-5]

"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya" (QS. Al-Ma'un: 4-5)

Jika seorang tidak memperhatikan shalatnya tidak ada lagi yang patut ia banggakan. Imam Hasan al Bashri mengatakan:

يَا ابْنَ آدَمَ أَيُّ شَيْءٍ يَعِزُّ عَلَيْكَ مِنْ دِيْنِكَ إِذَا هَانَتْ عَلَيْكَ صَلَاتُكَ وَأَنْتَ أَوَّلُ مَا تُسْأَلُ عَنْهَا يَوْمَ القِيَامَةِ

"Wahai anak Adam, apa yang berharga dari agamamu jika shalatmu saja tidak berharga bagimu?!  Padahal, pertanyaan pertama yang akan ditanyakan kepadamu pada hari kiamat nanti adalah shalatmu." (Al Kabair: 28 cet. Darul Fikr)

Balasan sesuai dengan amalan, sejauh mana kita menelantarkan shalat sejauh itulah kita akan ditelantarkan. Semakin tidak berharga shalat di mata kita semakin kita tidak berharga di sisi-Nya. Barang siapa yang terbiasa menunda shalatnya, maka ia harus siap tertunda dalam segala urusan dunia, terlebih akhiratnya.

Senin, 16 April 2018

PETIK BUAHNYA BUANG RANTINGNYA (Art.Salayok:106)


Ilmu agama adalah jalan keselamatan kita. Oleh sebab itu, di samping semangat, satu hal yang harus diperhatikan yaitu sumbernya, dari mana dan siapa ilmu itu diambil. Harus selektif dan jangan sembarangan. Dengan kata lain, belajar agama itu memang harus pilah pilih guru. Dalam hal ini, jangan mengatakan seperti pepatah arab: 

اِجْتَنِ الثِّمَار وَ أَلْقِ الخَشَبَةَ فِيْ النَّار

"Petik buahnya dan campakkan rantingnya ke api." (al-'Adzbul Munir: 2/189 cet. Daru 'Alamul Fawaid)

"Ambil baiknya tinggalkan buruknya."  Memangnya tidak boleh??? Ya boleh saja, asalkan Anda seorang ulama yang bisa membedakan antara buah dengan rantingnya. Kalau bukan ulama, jangan coba-coba bisa jadi Anda akan menyesal untuk selamanya.

Zamakhsyari, seorang gembong dan pemuka Mu'tazilah yaitu satu di antara kelompok menyimpang yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Ia mempunyai sebuah kitab tafsir yang diberi nama Al-Kasysyaf. Dengarkan komentar ulama mengenai kitab ini.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan: "Kitabnya al Kasysyaf mengandung pemikiran-pemikiran mu'tazilah yang sangat banyak yang terkadang tidak dapat diketahui oleh setiap orang. Sampai-sampai al-Bulqini (Ulama madzhab Syafi'i wafat: 824H) pernah mengatakan:

أَخْرَجْتُ مِنَ الكَشَّافِ اِعْتِزَالِيَّاتٍ بِالمَنَاقِيْشِ

'Aku mengeluarkan pemikiran-pemikiran mu'tazilah dari kitab al-Kasysyaf dengan mengunakan pahat pencabut.'

Hal ini menunjukkan bahwa syubhat pemikiran-pemikiran mu'tazilah itu sangat samar dalam kitab tersebut." (Syarh al-Manzhumah al-Baiquniyyah: 19 cet. Darul Tsurayya)

Ini komentar ulama. Padahal, jika yang bukan ulama membaca kitab tersebut maka niscaya ia akan mengatakan bahwa kitab itu adalah kitab yang sangat bagus. Terlebih dalan pembahasan segi bahasanya, karena memang Zamakhsyari handal dalam bidang tersebut.

Ini salah satu contoh mudah, sehingga seorang yang bukan ulama tidak akan mampu menerapkan kaidah "Petik buahnya dan buang rantingnya. Ambil baiknya buang buruknya." Kenapa? Karena ia tidak bisa membedakan mana buah mana ranting. Bisa jadi yang dibawa pulang rantingnya dan yang dibuang justru buahnya.

Pulang menuntut ilmu, bukan ilmu yang didapat tapi justru syubhat yang membinasakan. Oleh sebab itu camkanlah baik-baik nasehat dan wasiat Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah, beliau pernah mengatakan:

  إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ

"Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian." (Sunan ad-Darimi: 438 Darul Mughni) 

Oleh sebab itu mari kita ingat kembali, ilmu agama ini adalah jalan keselamatan maka cari dan ambillah dari orang-orang yang terpercaya. Pilah pilih dan selektif memilih guru, agar kita benar-benar berjalan di atas jalan keselamatan itu.

Sabtu, 14 April 2018

ISTI'ANAH (Art.Salayok105)


Isti'anah, yaitu meminta pertolongan kepada Allah adalah sebuah syariat yang wajib bagi setiap muslim dan muslimah. Pentingnya kedudukan isti'anah hingga Allah pun mewajibkan untuk menyatakannya minimal tujuh belas kali dalam sehari semalam, dalam ucapan:

{إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} [الفاتحة : 5]

"Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada Mu kami beristi'anah (meminta pertolongan)." (QS. Al Fatihah: 5)

Mengapa??  Karena manusia adalah makhluk lemah dan tak berdaya. Allah berfirman:

{وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا} [النساء : 28]

Dan diciptakan manusia itu dalam keadaan lemah. (QS. An Nisa': 28)

Oleh sebab itu disyari'atkan memperbanyak ucapan yang menunjukkan ketidakberdayaan kita itu kepada Allah. Rasulullah pernah bersabda kepada Abdullah bin Qais:

يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ، قُلْ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوْزِ الجَنَّةِ

"Wahai Abdullah bin Qais, ucapkanlah laa haula wala quwwata illa billah (tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), karena ucapan itu adalah satu dari perbendaharaan surga." (HR. Bukhari: 6384, Muslim: 2704)

Para ulama dan salafush shalih senantiasa memulai amalan dan pekerjaan mereka dengan isti'anah kepada Allah. Imam Ibnu Jarir ath Thabari pernah mengatakan:

اِسْتَخَرْتُ اللَّهَ وَسَأَلْتُهُ العَوْنَ عَلَى مَا نَوَيْتُ مِنْ تَصْنِيْفِ التَّفْسِيْرِ قَبْلَ أَنْ أَعْمَلَهُ ثَلَاثَ سِنِيْنَ، فَأَعَانَنِي

"Aku beristikharah dan meminta pertolongan kepada Allah terhadap apa yang telah aku niatkan yaitu menulis tafsir, tiga tahun sebelum aku mulai mengerjakannya dan Allah pun menolongku." (Siyar a'lamin Nubala': 14/274)

Begitulah para ulama, lihat bagaimana mereka beristikharah dan beristi'anah jauh sebelum memulai, sehingga tiada heran Allah pun memberikan pertolongan dan memberkahi waktu mereka. Al Khatib pernah mengatakan:

سَمِعْتُ عَلِيَّ بْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ اللُّغَوِيّ يَحْكِيْ: أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ جَرير مَكَثَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً يَكْتُبُ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا أَرْبَعِيْنَ وَرَقَةً. سير: ١٤/٢٧٢

"Aku mendengar Ali bin Ubaidillah al Lughawi menceritakan: bahwasanya Muhammad ibn Jarir tinggal selama empat puluh tahun, ia menulis setiap hari sebanyak empat puluh halaman." (Siyar a'lamin nubala' : 14/272)

Empat puluh halaman??  Setiap hari?? Selama empat puluh tahun?? Subhanallah. Kalau bukan karena pertolongan Allah dan keberkahan waktu maka tidak akan mungkin.

Oleh sebab itu, marilah memulai mengerjakan apapun dengan beristi'anah kepada Allah dengan membaca basmalah,  niscaya akan mendapatkan berkah yang melimpah ruah.

Kamis, 12 April 2018

BAPAK TUA DAN ANGKOT TUANYA (Art.Refleksi Hikmah)

Ternyata pelajaran hidup itu tak selalu bersama papan tulis, buku dan pena. Banyak guru-guru di luar sana, bahkan di antara mereka mungkin adalah orang -orang yang tidak pernah kita sangka sebelumnya.

Dalam perjalanan pulang dari terminal Kampung Rambutan, menumpangi sebuah angkot tua yang sepi penumpang. Hanya dua orang dan saya adalah orang ketiga. Ketika hendak duduk di depan di sebelah sopir, pada saat saya menoleh untuk membuka pintu, ternyata sopirnya jauh lebih tua dari angkotnya. Umurnya sudah 68 tahun dan telah menjajaki kaki untuk beradu nasib di tengah kerasnya kehidupan ibukota semenjak tahun 1994 yang lalu.

Beberapa saat setelah angkot tua itu keluar dari pintu tol Jatiwarna, bapak tua tiba-tiba mencairkan suasana. Sambil tertawa kecil ia bergumam:

“Sepi penumpangnya ya, uang tol aja udah Rp. 9.500, tapi kita kan tetap usaha ya….” 

Saya paham maksudnya. Terbayang, ongkos angkot yang hanya Rp. 6.000 perorangnya harus dikurangi dulu dengan biaya tol. Sedangkan, penumpangnya tidak lebih dari hitungan jari sebelah tangan. Belum lagi untuk bensin dan setorannya. Dimana bagian buat si”bapak”??

Tapi, bapak tua itu tak terlalu resah dengan semuanya. Ia yakin rezekinya telah ditetapkan oleh yang Maha Kuasa, ia hanya bisa berusaha.

Inilah yang membuat saya merasa salut dengannya. Ia tetap bekerja meski sudah tua, disaat banyak anak-anak muda hanya menghabiskan waktu di atas kasurnya. Ia tetap berusaha meski hasil yang diperoleh tak semanis yang didamba.

DAN TERNYATA……

Rezeki, satu hal yang membuat banyak orang gelisah, takut dan merasa sempit setiap saat. Ternyata, telah ditetapkan jauh sebelum kita terlahir ke dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِى ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِى ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ

“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya dalam bentuk setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi segumpal darah selama empat puluh hari juga, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh. Kemudian malaikat itu diperintahkan untuk menulis empat perkara padanya; menuliskan rezeki, ajal, amal dan kecelakaan atau kebahagiannya.” (HR. Bukhari: 3208, Muslim: 2643)

Dan ternyata juga, kita tidak akan mati sebelum sempurna jatah rezeki kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ أَحَدَكُمْ لَنْ يَمُوتَ حَتَّى يَسْتَكْمِلَ رِزْقَهُ

“Sesungguhnya kalian tidak akan mati sampai sempurna jatah rezekinya.” (HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak: 2135, ash-Shahihah: 6/209)

Bahkan, dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menugumpamakan rezeki itu ibarat kematian. Dari Jabir, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ هَرَبَ مِنْ رِزْقِهِ كَمَا يَهَرَبُ مِنَ الْمَوْتِ؛ لَأَدْرَكَهُ رِزْقُهُ كَمَا يُدْرِكُهُ الْمَوْتُ

“Seandainya anak Adam lari dari rezekinya sebagaimana ia lari dari kematian, niscaya rezekinya akan mendatanginya sebagaimana kematian mendatanginya.” (HR. Ibnu Hibban, dishahihkan Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah: 952)

JANGAN RAGUKAN LAGI

Al-’Allamah Al-Munawi setelah menyebutkan hadits diatas menjelaskan:

“Karena Allah ta’ala yang menjaminnya. Allah berfirman:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada seekor binatang melata pun di bumi melainkan Allah yang memberi rezekinya. (QS. Hud: 6)

Kemudian Allah tidak merasa cukup dengan jaminan tersebut sehingga Allah bersumpah. Allah berfirman:

وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ * فَوَرَبِّ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنْطِقُونَ

Dan di langit terdapat rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijadikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan. (QS. Adz-Dzariyat: 21-22)

Barang siapa yang tidak merasa tenang dengan jaminan-Nya, tidak puas dengan pembagian-Nya, tidak peduli dengan perintah, janji dan ancaman-Nya maka dia termasuk orang-orang yang celaka. Al-Hasan al-Bashri pernah mengatakan:

لَعَن َالله ُأَقوَامًا أَقسَم َلَهُم رَبُّهم فَلَم يُصَدِّقُوه

‘Allah melaknat kaum yang Rabb mereka bersumpah untuk mereka namun mereka tidak  membenarkan-Nya.’

Harm bin Hayyan bertanya kepada Ibn Adham: ‘Kemana engkau memerintahkanku untuk bermukim??’ Ibnu Adham menjawab dengan isyarat tangannya, ‘ke Syam.’ Harm kembali bertanya: ‘Bagaimana ma’isyah (penghidupan) di sana??’ Maka Ibrahim bin Adham pun mengatakan:

أُفً لِهَذِه ِالقُلُوب، ِلَقَد خَالَطَهَا الشَّك ُّفَمَا تَنفَعُهَا الموعِظَة!ُ

‘Ah, kasihan hati-hati ini, sungguh keraguan telah mencampurinya, tidak berguna lagi nasehat baginya.’” (Faidhul Qadir: 5/305-306 cet. Darul Ma’trifah tahun: 1391 H)

BELAJAR DARI BURUNG

Kita perlu belajar dari makhluk Allah yang lain. Sebab, terkadang ada banyak hal yang tidak ada pada diri kita tapi ada pada mereka. Burung, satu di antara sekian banyak makhluk Allah yang patut kita tiru. Terutama dalam masalah hati. Sebab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah mengatakan:

 يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَقْوَامٌ أَفْئِدَتُهُمْ مِثْلُ أَفْئِدَةِ الطَّيْرِ

"Beberapa kaum masuk surga, hati mereka seperti hati burung." (HR. Muslim: 2840)

Ada apa dengan burung?? Ternyata mereka adalah lambang sifat tawakkal. Hati mereka lembut dan penuh dengan keyakinan terhadap kasih sayang Allah.

Manusia perlu belajar dari mereka, karena banyak yang merasa ragu dengan rezeki yang telah Allah janjikan buat mereka.

Yakin dan tawakkal, mengantarkan burung hidup bahagia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

"Andai saja kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenarnya, niscaya kalian diberi rizki seperti rizkinya burung, pergi dengan perut kosong di pagi hari dan pulang di sore hari dengan perut terisi penuh." (HR. Tirmidzi: 2433)

Coba lihat, burung keluar dari sarangnya hanya bebekal tawakkal kepada Allah. Keyakinan yang benar-benar terhadap janji-Nya. Ia tidak tahu tempat apa yang akan ia tuju untuk mendapatkan rezeki. Kemana ia harus pergi dan dimana ia harus mulai. Namun, karena sifat tawakkal itulah ia mendapatkan rezeki tanpa susah payah.

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan:

قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: تَوَكَّل تُسْقَ إِلَيْكَ الأَرْزَاق بِلَا تَعْبٍ وَلَا تَكَلُّفٍ

"Sebagian ulama salaf mengatakan, 'Tawakal akan mengalirkan rezeki kepadamu tanpa keletihan dan usaha keras.'"(Jami'ul Ulumi wal Hikam: 2/502)

Bandingkan dengan manusia, seorang guru sudah tahu sekolah yang akan ia tuju. Seorang pedagang; pasar, petani; sawah dan ladang, nelayan; laut yang luas dan kaya, karyawan; kantor dan pabrik, dst. Akan tetapi, mereka masih khawatir karena kurangnya sifat tawakkal.

Maka oleh sebab itu, belajarlah dari burung, jadikanlah hati kita seperti hatinya burung; penuh dengan sifat tawakkal kepada Allah, kemudian berusaha dan mencari sebab-sebab rezeki. Dengan begitu kita tidak akan takut, sedih dan gelisah dengan apa yang telah dijanjikan Allah. Seperti burung dan seperti bapak tua dan angkot tuanya itu.


SAMPAI KAPAN KITA BEGINI??? (Art.Salayok104)


Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu pernah menuturkan: "Rasulullah shallallahu alahi wasallam tidur di atas tikar kasar yang terbuat dari rajutan daun kurma, kemudian bangun sedangkan tikar itu telah meninggalkan bekas di perut beliau. Lalu kami pun mengatakan: "Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami membuatkan tikar yang halus untukmu?" Namun, beliau bersabda:

مَا لِي وَلِلدُّنْيَا؟، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اِسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ، ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

"Apa peduliku pada dunia, tidaklah aku di dunia ini melainkan seperti seorang pengendara yang bernaung di bawah sebatang pohon kemudian ia akan pergi meninggalkannya." (HR. Tirmidzi: 2377, Shahih al Jami': 5668)

Imam Muhammad bin Umar as Safiri (wafat:956H) menyebutkan dalam al Majalisul Wa'zhiyah (2/332) tentang Imam mulia Muhammad bin Idris asy Syafi'i:

قِيْلَ لِلْإِمَامِ الشَّافِعِي: مَا لَكَ تُدْمِنُ إِمْسَاكَ العَصَا؟؟  قَالَ: حَتَّى أَتَذَكَّرَ أَنِّي مُسَافِرٌ

Pernah ditanyakan kepada Imam Syafi'i: "Mengapa engkau selalu memakai tongkat (padahal engkau tidak lemah)??" Maka Imam Syafi'i menjawab: "Agar aku ingat bahwa aku hanyalah seorang musafir."

Selalu mengingatkan diri tentang hakikat hidupnya di dunia adalah hal yang sangat penting. Sebab, dunia itu menipu sedangkan diri mudah lupa. Allah berfirman mensifati dunia:

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al Hadid: 20)

Ayat ini, persis sama dengan kehidupan kita saat ini. Bermegah-megahan dan saling berbangga. Tentang harta dan baiknya pekerjaan, gaji yang besar, anak-anak yang lucu, pintar dan menggemaskan. "Anakku sekarang sudah bisa begini dan begitu, ini foto dan videonya agar dunia bisa tahu." Jujur, tidak ada yang mendorong selain rasa bangga dan harapan ingin dipuji manusia.

Mata'ul ghurur (kesenangan yang menipu), itulah sifat dunia. Oleh sebab itu, mari mulai mengingatkan diri tentang hakikat semua ini. Lihat, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saja tidur di tikar yang kasar, bukan karena tidak punya uang untuk mendapatkan tikar yang halus. Akan tetapi untuk mengingatkan diri. Lihat Imam Syafi'i membawa tongkat kemana-mana, bukan karena lemah atau sakit. Akan tetapi, juga untuk mengingatkan diri.

Sekarang kita, apa yang telah kita lakukan untuk mengingatkan diri dari kehidupan dunia ini??? Coba jawab, sampai kapan kita akan tetap begini???