Jumat, 30 Maret 2018

CARA MEMAAFKAN ORANG LAIN (Art.Salayok103)


Memaafkan kesalahan orang lain memang tidak mudah. Karena, urusannya urusan hati yang tersakiti. Bagaimana menjahit kembali luka itu tanpa menyisakan bekas sedikit pun. Sukar??? Betul. Tapi, tiada yang mustahil jika Allah berkehendak.

Sebuah faidah yang ditulis oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab beliau Bada'iul Fawa'id, tentang hal-hal yang akan memudahkan seorang untuk memaafkan orang lain.

Berangkat dari kisah hidup Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Di hari-hari kesedihan, setelah beberapa saat ditinggal oleh orang-orang yang beliau cintai, dua orang yang selama ini mengukuhkan telapak kaki hingga beliau menjadi tegar yaitu Khadijah dan Abu Thalib.

Saat kesedihan merasuki setiap jengkal perasaan, kegundahan memenuhi celah-celah jiwa. Beliau berjalan menuju Thaif dengan harapan dakwah akan diterima oleh penduduknya. Namun apa hendak dikata, bukannya permata yang didapat tapi pecahan kaca tajam yang melukai tangan.

Beliau ditolak, dengan cara yang menyakitkan. Bahkan, beliau harus mengusap darah dari wajah. Terusir dari sana dalam keadaan remuk redam dan dilempari batu. Akan tetapi, beliau justru mengatakan:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

"Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak tahu." (baca: HR. Bukhari: 3477, Muslim: 1792)

Imam Ibnul Qayyim menjelaskan:

Perhatikan dan renungkanlah, bagaimana beliau menggabungkan empat kebaikan dalam ucapan ini:

Pertama, memaafkan mereka
Kedua, memintakan ampunan untuk mereka
Ketiga, memberikan udzur kepada mereka, bahwa mereka tidak tahu
Keempat, menyandarkan mereka kepada diri beliau dengan mengatakan, "kaumku". (Lihat: Bada'iul Fawa'id: 1/773 cet. Darul Alam Fawa'id)

Dari sini kita tahu, bahwa cara mudah memaafkan orang lain. Ternyata tidak cukup dengan memaafkan saja. Tapi dengan cara memberikan tempat kepada mereka yang bersalah di hati kita dengan mengatakan, dia  adalah "ayahku", "ibuku", anakku", "suamiku", "istriku", kakakku", "adikku", "sahabatku", dst. Lantas kemudian mintakan ampunan kepada Allah dengan menyebutkan udzur mereka.

Anggaplah jika memang ibu sendiri menyakiti kita, maka maafkanlah katakan: "Ya Allah, ampunilah ibuku karena ia sungguh tidak tahu." Jika itu adalah saudara maka maafkanlah dan katakan: "Ya Allah, ampunilah kakak/adikku, karena ia benar-benar tidak tahu." 

Begitu seterusnya. Jangan biarkan setan terus membesarkan luka hati. Jangan biarkan ia menebar pupuk kebencian. Hilangkanlah dengan maaf dan segera lupakan yang terjadi, biarkan tenggelam bersama tenggelamnya mentari.

Rabu, 28 Maret 2018

UMAR DAN MAKANAN LEZAT (Art.Salayok102)


Dari Qatadah rahimahullah ia menuturkan, ketika Umar radhiyallahu anhu mengunjungi Syam, dibuatkanlah makanan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Tatkala makanan itu dihidangkan, maka Umar radhiyallahu anhu pun mengatakan:

هَذَا لَنَا؟ فَمَا لِفُقَرَاءِ المُسْلِمِيْنَ وَ الَّذِيْنَ مَاتُوا وَ هُمْ لَا يَشْبَعُوْنَ مِنْ خُبْزِ الشَّعِيْرِ؟ 

"Ini untuk kita? Lantas apa untuk orang-orang fakir kaum muslimin dan mereka yang mati dalam keadaan tidak pernah merasakan kenyang meski hanya dengan roti gandum?"

Khalid bin Walid radhiyallahu anhu menjawab: "Bagi mereka adalah surga." Maka berlinanglah air mata Umar. Kemudian ia radhiyallahu anhu mengatakan:

لَئِنْ كَانَ حَظُّنَا فِي هَذَا وَ ذَهَبَ أُولَئِكَ بِالجَنَّةِ لَقَدْ بَانُوْا بَوْنًا بَعِيْدًا

"Sungguh jika bagian kita hanya pada hal ini saja sedangkan mereka telah pergi membawa surga maka sungguh benar-benar jauh berbeda." (Rasa'il Ibnu Abid Dunya: 2/262 cet. Al-Markaz al-'Arabi Lilkitab, UEA 1421H)

Bandingkan dengan kita sekarang!"Sungguh benar-benar jauh berbeda." Gelak tawa selalu mewarnai wajah kita ketika dihidangkan makanan yang baru lagi lezat. Bahkan, kita sengaja menghabiskan uang hanya untuk "berwisata kuliner" berburu makanan baru.

Tidak pernahkah kita berpikir seperti Umar?! Bisa jadi bagian kita hanya itu saja yaitu makanan-makanan lezat dunia. Sedang di akhirat kita tak dapat mengecap makanan surga. Bukankah Allah telah berfirman:

فَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ

"Di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia." Dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat." (QS. Al-Baqarah: 200)

Oleh sebab itu, makanan sejatinya adalah nikmat dari Allah. Karenanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang untuk menghina makanan meski makanan tersebut tidak kita sukai. Kita tidak dilarang menikmati makanan lezat. Hanya jangan sampai makanan lezat itu melupakan kita terhadap orang-orang miskin di sekeliling kita. Di saat kita bersuka cita menikmati makanan lezat, mereka justru mengusap airmata kesedihan kerena tidak punya apa-apa untuk mereka makan. Silahkan nikmati makanan dunia, namun jangan sampai membuat kita lupa terhadap akhirat.

Selasa, 27 Maret 2018

UMAR BIN AL-KHATHTHAB (Art.Salayok101)


Umar bin al-Khattab, adalah bintang dari sekian banyak bintang yang berkilau. Sosok yang patut dijadikan teladan bagi kita yang hidup di hari ini. Beliau memiliki banyak keutamaan, sampai-sampai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berpesan:

اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي مِنْ أَصْحَابِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ

"Ambillah teladan dari dua orang setelahku dari sahabat-sahabatku, (yaitu) Abu Bakar dan Umar." (HR. Tirmidzi: 3805, dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi)

Satu hal yang patut kita ambil dari Umar bin Al-Khaththab, yaitu bagaimana cara memaknai kebaikan dalam kehidupan. Beliau radhiyallahu anhu pernah mengatakan:

مَا أُبَالِي عَلَى أَيِّ حَالٍ أَصْبَحْتُ!  عَلَى مَا أُحِبُّ أَمْ عَلَى مَا أَكْرَهُ. ذٰلِكَ بِأَنِّي لَا أَدْرِي الخَيْرَةُ فِيْمَا أُحِبُّ أَمْ فِيْمَا أَكْرَهُ

"Aku tidak peduli dalam keadaan bagaimana aku berada di pagi ini, apakah aku senangi atau tidak. Yang demikian itu karena aku tidak mengetahui hakikat kebaikan yang sebenarnya apakah dalam hal yang aku senangi ataukah dalam hal yang aku benci." (Az-Zuhd li Abi Dawud: 108 cet. Darul Misykah, Kairo)

Itulah salah satu nasehat emas al-Faruq untuk kita semua. Bahwa kebaikan yang sejati ada di tangan Allah ta'ala. Sadarilah, bahwa tidak semua yang kita senangi itu baik dan sebaliknya tidak semua yang kita benci itu buruk.

Kita makhluk yang punya banyak keterbatasan, lemah dan tidak tahu apa-apa tentang kebaikan. Betapa banyak hal yang kita cintai tapi hakikat sesungguhnya itu adalah buruk, untuk dunia maupun akhirat. Dan sebaliknya, sering kali kita memandang buruk sesuatu padahal itu baik itu kita. Karenanya Allah ta'ala berfirman:

{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ} [البقرة : 216]

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 216)

Oleh sebab itu, selalu serahkan segala urusan pada Allah. Allah lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Jalani dan nikmati saja hidup ini, tidak perlu berkeluh kesah. Karena keluh kesah sendiri tidak akan menyelesaikan masalah. Seorang bijak pernah mengatakan:

"Tulislah semua rencana kita. Tapi, biarlah Allah yang memilihnya. Allah punya rencana yang lebih indah dari apa yang kita pikirkan. Allah tidak memberi semua yang kita inginkan tapi memberi apa yang kita butuhkan. Kadang kita sedih, kecewa, terluka menerima semua. Namun jauh di atas segalanya, Allah sedang menyiapkan yang terbaik untuk kita."

Singkatnya, bersemangatlah dalam setiap langkah kehidupan. Tetaplah tersenyum dan jangan peduli, apakah kaki menginjak tanah bertabur bunga ataukah menginjak "bancah" yang bertabur air mata. Karena semua ada hikmah dibaliknya. (zhr)

Senin, 26 Maret 2018

MAAF OM PENGAMEN, BUKANNYA KAMI PELIT (Art.Salayok100)


Pengamen, satu diantara orang yang tidak layak diberikan uang, meski hanya recehan. Mengapa? Setega itukah kita?!  Bukan demikian, akan tetapi lantaran ia meminta dengan sesuatu yang diharamkan Allah ta'ala.

Nyanyian mereka, meski menyayat hati dan membuat linang air mata, tetap saja itu adalah nyanyian. Gitar mereka yang telah lusuh, usang karena debu dan asap jalanan, kasihan memang, tapi itu tetap saja sebuah gitar. Sedangkan Allah telah berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (QS. Luqman: 6)

Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah menyebutkan sebuah riwayat dari Abush Shuhba' bahwa ia pernah mendengar Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu ditanya tentang ayat ini, maka beliau menjawab:

الغِنَاءُ، وَ اللّٰهِ الَّذِي لَا إِلٰهَ إِلَّا هُوَ

"Nyayian, demi Allah yang tidak ada Ilah yang haq selain-Nya." Beliau radhiyallahu anhu mengulang-ulang ucapan itu sebanyak tiga kali. (Tafsir al-Qur'anil Azhim: 6/348)

Bahkan Imam Ibnu Katsir menjelaskan dengan lebih gamblang dengan mengatakan: "Mereka adalah orang-orang yang berpaling dari kalamullah dan malah dengan seksama mendengarkan lagu, nyayian serta lantunan alat-alat musik." (Tafsir al-Qur'anil Azhim: 6/347)

Mohon maaf dari lubuk hati yang terdalam. Kita bukannya pelit atau tidak acuh dengan kesusahan hidup mereka. Sebagian dari mereka adalah saudara kita semuslim. Tapi, ini masalah dosa. Kita tidak ingin membeli dosa dengan receh-receh kita. Dan bahkan lebih dari itu, justru ketika kita tidak memberi, itulah pemberian dan sungbangsih kita yang terbaik.

Mengapa? Karena, para ulama dari berbagai madzhab telah sepakat tentang haramnya uang hasil menyanyi. Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan:

 أَجْمَعُوْا عَلَى تَحْرِيْمِ أُجْرَةِ المُغَنِّيَة لِلْغِنَاء 

'Mereka, para ulama, bersepakat atas haramnya uang upah yang didapatkan oleh penyanyi karena telah menyanyi.' (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim: 10/231,)

Ketika kita tidak memberi, berarti pada hakikatnya kita telah menolong mereka agar tidak makan penghasilan yang diharamkan agama. Oleh sebab itu, sekali lagi; "Maaf om, kami bukannya pelit."

DAMPAK DOSA KITA (Art.Salayok99)



Lagi-lagi dampak dari dosa dan maksiat. Menyebabkan kerusakan di muka bumi, baik di udara, air, pertanian, buah-buahan maupun tempat tinggal.

Banyak kerusakan yang terjadi pada tanaman disebabkan oleh dosa-dosa manusia. Lihat gandum atau padi dihari ini. Banyak hama dan penyakitnya serta tak sedikit juga yang akhirnya gagal panen. Padahal dahulu ia tumbuh subur dan berkah. Imam Ahmad menyebutkan sebuah riwayat dalam Musnadnya:

وُجِدَتْ فِيْ خَزَائِن بَنِي أُمَيّةَ حِنْطَةٌ، الحَبَّةُ بِقَدْرِ نَوَاةِ التَمْرِ، وَهِيَ فِي صُرّةٍ مَكْتُوْبٍ عَلَيْهَا: هَذَا كَانَ يَنْبُتُ فِي زَمَنِ العَدْلِ

"Terdapat sebutir biji gandum yang besarnya seperti biji kurma di dalam gudang penyimpanan Bani Umayyah. Biji tersebut terdapat dalam kantung yang di atasnya tertulis; 'Inilah yang pernah tumbuh pada zaman keadilan.'" (Al-Musnad: 2/296)

Kenapa bisa demikian? Karena bumi dipenuhi dengan keadilan dan keataan kepada Allah.

Setelah itu, semakin kebelakang, semerbak dosa dan maksiat kian menyebar, sehingga bumi kehilangan berkah. Banyak bencana: tanaman tidak berbuah, hujan tak kunjung turun, sungai mengering, tanah kering kerontang, dst.

Semua pengaruh dosa, dan tidak akan hilang sampai manusia itu kembali dan benar-benar bertaubat dari dosa mereka. Allah berfirman:

{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ} [الروم : 41]

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum: 41)

Seandainya bumi dipenuhi dengan ketaatan dan keadilan maka Allah akan mengeluarkan keberkahan dari langit dan bumi. Itulah yang akan terjadi di akhir zaman nanti, saat bumi ini kembali dihuni oleh orang-orang shalih dan dipimpin oleh seorang yang shalih juga.

ثُمَّ يُقَالُ لِلْأَرْضِ أَنْبِتِي ثَمَرَتَكِ وَرُدِّي بَرَكَتَكِ فَيَوْمَئِذٍ تَأْكُلُ الْعِصَابَةُ مِنْ الرُّمَّانَةِ وَيَسْتَظِلُّونَ بِقِحْفِهَا وَيُبَارَكُ فِي الرِّسْلِ حَتَّى أَنَّ اللِّقْحَةَ مِنْ الْإِبِلِ لَتَكْفِي الْفِئَامَ مِنْ النَّاسِ وَاللِّقْحَةَ مِنْ الْبَقَرِ لَتَكْفِي الْقَبِيلَةَ مِنْ النَّاسِ وَاللِّقْحَةَ مِنْ الْغَنَمِ لَتَكْفِي الْفَخِذَ مِنْ النَّاسِ

"Kemudian dikatakan kepada bumi, 'Keluarkanlah tumbuhan-tumbuhanmu dan kembalikanlah keberkahanmu.' Pada hari itu, sekelompok manusia makan buah delima dan dapat berlindung dengan kulitnya. Allah memberikan keberkahan pada susu, sehingga seekor anak unta dapat mencukupi untuk dimakan orang banyak, seekor anak sapi dapat mencukupi untuk dimakan satu kabilah, dan seekor anak kambing dapat mencukupi untuk dimakan sekelompok manusia." (HR. Muslim: 2937)

Dari sekian banyak yang kita rasakan saat ini, masih bagian kecil dari pengaruh dosa-dosa kita. Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah mengatakan:

"Seperti inilah keadaan kita. Apa yang kita rasakan hanya sebagian kecil saja dari perbuatan kita. Sekiranya kita merasakan seluruh akibat perbuatan kita, niscaya tidak ada seekor binatang melata pun yang dibiarkan hidup di muka bumi ini." (Ad-Da' wad Dawa': 159-160 cet. Dar Alam al-Fawaid)

Oleh sebab itu, mari kita segera kembali kepada-Nya. Bertaubat dari segala bentuk maksiat. Agar bumi yang kita huni dan yang akan kita warisi buat anak cucu kita ini kembali membaik. (zhr)

Minggu, 25 Maret 2018

ANTARA KUALITAS DAN KUANTITAS (Ar.Salayok98)


Bila ditanya, idealnya bagaimana? Tentu jawabnya yang bagus kualitasnya dan paling banyak jumlahnya. Namun jika harus memilih satu dari keduanya, bagaimana?

"Oo.. Kalau saya yang penting banyak. Nggak papa kualitas ecek-ecek." Ada yang bilang begitu? Mungkin ada. Tapi, kalau dalam masalah ibadah tidak boleh, harus didahulukan kualitas ketimbang kuantitas. Perhatikan firman Allah berikut:

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk: 1-2)

Lihat firman-Nya; "ahsanu 'amalan" yang menunjukkan yang paling baik amalannya. Dengan kata lain ,yang dijadikan patokan adalah kualitas. Imam Ibnu Katsir menjelaskan;

"'Liyabluakum ayyukum ahsanu 'amalan', yaitu paling bagus amalan, sebagaimana yang dikatakan oleh Muhammad bin Ajlan; Allah tidak mengatakan aktsaru amalan (yang paling bayak amalannya)." (Tafsir al-Qur'anil Azhim: 8/153 cet. Darul Hadits, Kairo)

Inilah yang harus kita pahami, Allah menuntut dari kita untuk beribadah kepada-Nya dengan ibadah yang berkualitas baik bukan sekadar banyak jumlahnya. Buat apa punya lima karung padi tapi "ampo" semua, lebih baik hanya sekarung namun "boneh" kalau ditumbuk di "heler" jadi beras semua.

Lantas kapan sebuah ibadah itu dikatakan baik? Mari dengarkan penjelasan para ulama. Fudail bin Iyadh rahimahullah mengatakan:

“'Yang paling baik'" adalah yang paling ikhlas dan shawab. Sebuah amalan tidak akan diterima kecuali dengan ikhlas dan shawab. Ikhlas apabila untuk Allah semata dan shawab apabila sesuai sunnah (tuntunan Rasulullah)." (Jamiul Ulumi  wal Hikam: 19 cet. Darul Aqidah)

Ternyata niat baik saja tidak cukup, harus terpenuhi syarat yang kedua yaitu sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Jangan mengatakan, "yang penting kan ibadah", nanti bisa menyesal karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa mengamalkan suatu perkara yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak." (HR. Muslim: 1718)

Dan satu kalimat emas yang diucapkan oleh para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, di antaranya Abu Darda' dan Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhum, mereka mengatakan:

اِقْتِصَادٌ فِي سُنَّةٍ خَيْرٌ مِن اجْتِهَادٍ فِي بِدْعَةٍ

"Sederhana dalam sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid'ah." (Ilmu Ushul Bida': 55)

Oleh sebab itu, perhatikanlah ibadah kita. Jangan sekedar banyak saja. Akan tetapi banyak dan berkualitas pula.

Jumat, 23 Maret 2018

SEPERTI BURUNG (Art.Salayok97)


Kita perlu belajar dari makhluk Allah yang lain. Sebab, terkadang ada banyak hal yang tidak ada pada diri kita tapi ada pada mereka. Burung, satu di antara sekian banyak makhluk Allah yang patut kita tiru. Terutama dalam masalah hati. Sebab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah mengatakan:

 يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَقْوَامٌ أَفْئِدَتُهُمْ مِثْلُ أَفْئِدَةِ الطَّيْرِ

 "Beberapa kaum masuk surga, hati mereka seperti hati burung." (HR. Muslim: 2840)

Ada apa dengan burung??  Ternyata mereka adalah lambang sifat tawakkal. Hati mereka lembut dan penuh dengan keyakinan terhadap kasih sayang Allah.

Manusia perlu belajar dari mereka, karena banyak yang merasa ragu dengan rezeki yang telah Allah janjikan buat mereka.

Yakin dan tawakkal, mengantarkan burung hidup bahagia. Rasulullah bersabda:

 لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

"Andai saja kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenarnya, niscaya kalian diberi rizki seperti rizkinya burung, pergi dengan perut kosong di pagi hari dan pulang di sore hari dengan perut terisi penuh." (HR. Tirmidzi: 2433)

Coba lihat, burung keluar dari sarangnya hanya bebekal tawakkal kepada Allah. Ia tidak tahu tempat apa yang akan ia tuju untuk mendapatkan rezeki. Bandingkan dengan manusia, seorang guru sudah tahu sekolah yang akan ia tuju. Seorang pedagang pasar, petani; sawah dan ladang, nelayan; laut yang kaya, karyawan; kantor dan pabrik, dst. Akan tetapi, mereka masih khawatir karena kurangnya sifat tawakkal.

Maka belajarlah dari burung, jadikanlah hati kita seperti hatinya burung; penuh dengan sifat tawakkal kepada Allah.

KEUTAMAAN SIFAT TAWAKAL



Tawakal adalah sifat terpuji yang diperintahkan oleh Allah ta'ala. Allah berfirman:

{وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ ۚ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا} [الفرقان : 58]

Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (QS. Al-Furqan: 58)

Defenisi Tawakal

Tawakal secara bahasa berasal dari suku kata waw kaf lam yang bermakna bersandar kepada orang lain dalam satu perkara. Ibnu Sidah mengatakan: "Bertawakal kepada Allah artinya berserah diri kepada-Nya." (Mausu'ah Nadhratun Na'im: 1377)

Tawakal secara istilah adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ibnu Rajab:

حَقِيْقَةُ التَّوَكُّلِ هُوَ صِدْقُ اعْتِمَادِ القَلْبِ عَلَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي اسْتِجْلَابِ المَصَالِحِ وَ دَفْعِ المَضَارِّ مِنْ أُمُوْرِ الدُنْيَا وَ الآخِرَةِ كُلِّهَا وَكِلَة الأُمُوْرِ كُلِّهَا إِلَيْهِ وَ تَحْقِيْقِ الإِيْمَانِ بِأَنَّهُ لَا يُعْطِيْ وَلَا يَمْنَعُ وَلَا يَضُرّ وَلَا يَنْفَع سِوَاهُ

"Hakikat tawakal adalah kejujuran penyandaran hati kepada Allah dalam meminta kemaslahatan dan menolak kemudharatan dalam urusan dunia dan akhirat semuanya. Menyerahkan segala urusan hanya kepada-Nya. Serta mengimani bahwa tidak ada yang mampu memberi, menghalangi, memberikan mudharat dan manfaat selain-Nya." (Jami'ul Ulumi wal Hikam: 2/497)

Faidah dan Keutamaan Tawakkal

1. Ciri orang yang beriman

Seorang mukmin adalah orang yang mempunyai sifat tawakkal. Allah berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. Al-Anfal: 2)

2. Diberi rezeki dan kecukupan

Barang siapa yang bertawakal maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya. Allah berfirman:

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. Ath-Thalaq: 3)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

"Andai saja kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenarnya, niscaya kalian diberi rizki seperti rizkinya burung, pergi dengan perut kosong di pagi hari dan pulang di sore hari dengan perut terisi penuh." (HR. Tirmidzi: 2433)

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan:

قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: تَوَكَّل تُسْقَ إِلَيْكَ الأَرْزَاق بِلَا تَعْبٍ وَلَا تَكَلُّفٍ

"Sebagian ulama salaf mengatakan, 'Tawakal akan mengalirkan rezeki kepadamu tanpa keletihan dan usaha keras.'"(Jami'ul Ulumi wal Hikam: 2/502)

3. Masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab
Diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhu:

خَرَجَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ فَجَعَلَ يَمُرُّ النَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلُ وَالنَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلَانِ وَالنَّبِيُّ مَعَهُ الرَّهْطُ وَالنَّبِيُّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ وَرَأَيْتُ سَوَادًا كَثِيرًا سَدَّ الْأُفُقَ فَرَجَوْتُ أَنْ تَكُونَ أُمَّتِي فَقِيلَ هَذَا مُوسَى وَقَوْمُهُ ثُمَّ قِيلَ لِي انْظُرْ فَرَأَيْتُ سَوَادًا كَثِيرًا سَدَّ الْأُفُقَ فَقِيلَ لِي انْظُرْ هَكَذَا وَهَكَذَا فَرَأَيْتُ سَوَادًا كَثِيرًا سَدَّ الْأُفُقَ فَقِيلَ هَؤُلَاءِ أُمَّتُكَ وَمَعَ هَؤُلَاءِ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ فَتَفَرَّقَ النَّاسُ وَلَمْ يُبَيَّنْ لَهُمْ فَتَذَاكَرَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا أَمَّا نَحْنُ فَوُلِدْنَا فِي الشِّرْكِ وَلَكِنَّا آمَنَّا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَلَكِنْ هَؤُلَاءِ هُمْ أَبْنَاؤُنَا فَبَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هُمْ الَّذِينَ لَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ فَقَامَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنٍ فَقَالَ أَمِنْهُمْ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ فَقَامَ آخَرُ فَقَالَ أَمِنْهُمْ أَنَا فَقَالَ سَبَقَكَ بِهَا عُكَاشَةُ

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar menemui kami lalu beliau bersabda: "Telah ditampakkan kepadaku umat-umat, maka aku melihat seorang Nabi lewat bersama satu orang, seorang Nabi bersama dua orang saja, seorang Nabi bersama sekelompok orang dan seorang Nabi tanpa seorang pun bersamanya. Lalu tiba-tiba ditampakkan kepadaku kumpulan manusia yang banyak memenuhi ufuk, aku berharap mereka adalah ummatku, namun dikatakan padaku; 'Ini adalah Musa dan kaumnya, lalu di katakana pula kepadaku; "Tapi lihatlah di ujung sebelah sana.' Ternyata aku melihat ada sekumpulan orang yang sangat banyak, kemudian dikatakan lagi padaku; 'Lihat juga yang sebelah sana.' Ternyata aku juga melihat ada sekumpulan orang yang sangat banyak lagi, lalu dikatakan padaku; 'Ini adalah umatmu, dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang akan masuk surga tanpa hisab." Setelah itu orang-orang bubar dan belum sempat ada penjelasan kepada mereka, sehingga para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saling membicarakan hal itu, mereka berkata; "Adapun kita dilahirkan dalam kesyirikan akan tetapi kita beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mungkin mereka adalah para anak cucu kita." Lantas peristiwa tersebut sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau bersabda: "Mereka itu adalah orang-orang yang tidak pernah bertathayur (menganggap sial sesuatu hingga tidak jadi beramal), tidak pernah meminta untuk diruqyah dan tidak mau menggunakan Kay (pengobatan dengan besi panas), dan kepada Tuhan merekalah mereka bertawakkal." Lalu Ukasyah bin Mihshan berdiri dan berkata; "Apakah aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Ya." Kemudian yang lainnya berdiri lalu bertanya; "Apakah aku juga termasuk di antara mereka?" Beliau menjawab: "Ukasyah telah mendahuluimu dalam hal ini." (HR. Bukhari: 5752, Muslim: 220)

Diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair, ia pernah bercerita:

لَدَغَنِي عَقْرَبٌ فَأَقْسَمَتْ عَلَيَّ أُمِّيْ أَنْ أسْترْقِيَ، فَأَعْطَيْتُ الرَّاقِي يَدِيَ الَّتِي لِمْ تُلْدَغْ وَ كَرِهْتُ أَنْ أُحْنِثَهَا

"Seekor kalajengking menyengatku, lantas ibuku bersumpah supaya aku diruqiyah. Kemudian aku pun memberikan tanganku yang tidak disengat kepada peruqiyahnya dan aku tidak suka harus membuat ibu membatalkan sumpahnya." (Munajjidul Khatib: 1/57)

3. Menghilangkan rasa takut

Dari Jabir bin Abdillah, ia bercerita:

غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزْوَةً قِبَلَ نَجْدٍ فَأَدْرَكَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَادٍ كَثِيرِ الْعِضَاهِ فَنَزَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحْتَ شَجَرَةٍ فَعَلَّقَ سَيْفَهُ بِغُصْنٍ مِنْ أَغْصَانِهَا قَالَ وَتَفَرَّقَ النَّاسُ فِي الْوَادِي يَسْتَظِلُّونَ بِالشَّجَرِ قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَجُلًا أَتَانِي وَأَنَا نَائِمٌ فَأَخَذَ السَّيْفَ فَاسْتَيْقَظْتُ وَهُوَ قَائِمٌ عَلَى رَأْسِي فَلَمْ أَشْعُرْ إِلَّا وَالسَّيْفُ صَلْتًا فِي يَدِهِ فَقَالَ لِي مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي قَالَ قُلْتُ اللَّهُ ثُمَّ قَالَ فِي الثَّانِيَةِ مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي قَالَ قُلْتُ اللَّهُ قَالَ فَشَامَ السَّيْفَ فَهَا هُوَ ذَا جَالِسٌ ثُمَّ لَمْ يَعْرِضْ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Kami berperang bersama-sama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu peperangan di daerah Nejed. Kami jumpai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di sebuah lembah yang di sana banyak tumbuh pohon-pohon besar dan berduri. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berhenti di bawah sebatang pohon, lalu beliau gantungkan pedangnya pada sebatang dahan pohon. Jabir berkata; 'Pada saat itu, para sahabat pergi berpecar di lembah itu. Masing-masing mencari tempat bernaung di bawah pohon. Kemudian Rasulullah mengatakan: "Tadi ketika aku sedang tidur di bawah pohon, ada seseorang yang mendatangiku seraya mengambil pedangku. Tak lama kemudian aku pun terjaga dari tidur, sedangkan ia telah berdiri di atas kepalaku. Aku telah mengetahui bahwasannya ia telah siap dengan pedang di tangannya. Dia berkata; 'Hai Muhammad, siapakah yang dapat menghalangiku untuk membunuhmu? Dengan tegas aku menjawab; 'Allah.' Dia bertanya lagi; 'Siapakah yang dapat menghalangiku untuk membunuhmu? Aku menjawab; 'Allah.' Akhirnya orang tersebut menyarungkan kembali pedangku itu dan inilah orangnya sedang duduk." Ternyata Rasulullah tidak menyerang sama sekali untuk membalasnya. (HR. Bukhari: 2910 Muslim: 843)

Dari Abu Bakar ash Shiddiq, ia menuturkan:

كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْغَارِ فَرَأَيْتُ آثَارَ الْمُشْرِكِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ رَفَعَ قَدَمَهُ رَآنَا قَالَ مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللَّهُ ثَالِثُهُمَا

Aku pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di Gua Hira, lalu aku melihat jejak-jejak orang Musyrikin. Maka aku berkata; Ya Rasulullah, seandainya salah seorang dari mereka mengangkat kakinya tentu dia akan melihat kita. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidakkah engkau beranggapan jika ada dua orang, maka Allah lah yang ketiganya?." (HR. Bukhari: 4663)

4. Mendapatkan perlindungan Allah
Dari Ibnu Abbas, ia menuturkan:

{ حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ }
قَالَهَا إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام حِينَ أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَقَالَهَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ قَالُوا
{ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ }

Hasbunallah wa ni'mal wakil adalah ucapan Ibrahim Alaihis Salam ketika di lemparkan ke api. Juga diucapkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika orang-orang kafir berkata; "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (HR. Bukhari: 4563)

5. Mencegah kesyirikan

Rasulullah bersabda:

الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ثَلَاثًا وَمَا مِنَّا إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ

"Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik -tiga kali-. Tidaklah di antara kita kecuali beranggapan seperti itu, akan tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakal." (HR. Abu Dawud: 3411, Tirmidzi: 1539)

6. Masuk surga

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَقْوَامٌ أَفْئِدَتُهُمْ مِثْلُ أَفْئِدَةِ الطَّيْرِ

"Beberapa kaum masuk surga, hati mereka seperti hati burung." (HR. Muslim: 2840)

7. Membuat tenang

Rasulullah pernah bersabda kepada para sahabat:

كَيْفَ أَنْعَمُ وَصَاحِبُ الْقَرْنِ قَدْ الْتَقَمَ الْقَرْنَ وَاسْتَمَعَ الْإِذْنَ مَتَى يُؤْمَرُ بِالنَّفْخِ فَيَنْفُخُ فَكَأَنَّ ذَلِكَ ثَقُلَ عَلَى أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُمْ قُولُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا

"Bagaimana aku bersenang-senang sementara malaikat peniup sangkakala telah menelan tanduk (terompet) dan mendengar izin kapankan diperintahkan untuk meniup lalu ia akan meniup." Sepertinya hal itu terasa berat oleh para sahabat nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam lalu beliau bersabda kepada mereka: "Ucapkan: HASBUNALLAAH WA NI'MAL WAKILL 'ALALLAAHI TAWAKKALNAA." (HR. Tirmidzi: 2431)

Tawakal Tidak Menafikan Usaha

Seorang yang bertawakal tetap harus mengambil sebab, tidak boleh meninggalkan usaha. Dari Anas bin Malik, ia menceritakan:

قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَعْقِلُهَا وَأَتَوَكَّلُ أَوْ أُطْلِقُهَا وَأَتَوَكَّلُ قَالَ اعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ

Ada seorang lelaki yang bertanya: Wahai Rasulullah apakah aku harus mengikat untaku kemudian bertawakkal atau aku melepaskannya saja kemudian bertawakkal? Beliau menjawab: "Ikatlah untamu kemudian bertawakkallah." (HR. Tirmidzi: 2441)

Ibnu Abbas menuturkan:

كَانَ أَهْلُ الْيَمَنِ يَحُجُّونَ وَلَا يَتَزَوَّدُونَ وَيَقُولُونَ نَحْنُ الْمُتَوَكِّلُونَ فَإِذَا قَدِمُوا مَكَّةَ سَأَلُوا النَّاسَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى { وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى }

"Dahulu para penduduk Yaman berhajji namun mereka tidak membawa bekal dan mereka berkata, kami adalah orang-orang yang bertawakal. Ketika mereka tiba di Makkah, mereka meminta-minta kepada manusia. Maka Allah Ta'ala menurunkan ayat 197 dari QS Al Baqarah) yang artinya ("Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa".) (HR. Bukhari: 1523)

Oleh sebab itu, barang siapa yang meninggalkan usaha dengan alasan tawakal maka sungguh ia telah salah besar. Imam Ahmad pernah mengatakan:

يَنْبَغِيْ لِلنَّاسِ كُلِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ وَ لَكِنْ يُعَوِّدُوْنَ أَنْفُسَهُمْ بِالْكَسْبِ فَمَنْ قَالَ بِخِلَافِ هَذَا القَوْلِ فَهَذَا قَوْلُ إِنْسَانِ أَحْمَق

"Selayaknya semua manusia bertawakal kepada Allah. Akan tetapi, hendaknya mereka membiasakan diri untuk bekerja. Barangsiapa yang berpendapat berbeda dengan pendapat ini, maka pendapat tersebut adalah pendapat orang yang dungu." (Mausu'ah Nadhratun Na'im: 1397)
Demikianlah pembahasan singkat tentang tawakal, semoga bermanfaat.

Referensi:
1. Musu'ah Nadhratun Na'im cet. Darul Wasilah, KSA
2. Jami'ul Ulumi wal Hikam cet. Muassasah ar Risalah
3. Munajjidul Khatib cet. Dar Ibn Hazm

Kamis, 22 Maret 2018

BERSAMA KELUARGA (Art.Salayok96)


Bagi sebagian besar orang, keluarga adalah segalanya. Kebahagiaan mereka adalah ketika berkumpul bersama. Untuk itulah mereka tak segan berdesak-desakan di arus mudik lebaran, harapan membuncah dapat berkumpul bersama dalam ranjutan kasih sayang keluarga besar. 

Wajar, itu adalah tabiat manusia. Hanya orang-orang yang berhati batu saja yang justru tidak suka berkumpul dengan keluarganya. Oleh sebab itulah, ketika Allah menceritakan tentang kebahagiaan nanti di hari kiamat, salah satunya tatkala seorang dapat kembali pada keluarganya. Allah berfirman:

{فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ (7) فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا (8) وَيَنقَلِبُ إِلَىٰ أَهْلِهِ مَسْرُورًا (9)} [الإنشقاق : 7-9]

 Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada keluarganya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. (QS. Al-Insyiqaq: 7-9)

Maka dari itu, sebagai seorang manusia biasa, apabila masih terbuka kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga, ambillah. Meski harus hidup sederhana, meski harus tinggal di gubuk berdinding papan.

Jika masih bisa bekerja mencari nafkah tanpa merantau; berpisah meninggalkan keluarga, lakukanlah. Meski harus pas-pasan, walau gaji tak sebesar di pulau seberang. Karena apa? Karena berkumpul bersama keluarga adalah kebahagiaan.

Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan:

مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ آدَامَ أَوْ مِنْ سَعَادَةِ المَرْءِ أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً، وَ أَوْلَادُهُ أَبْرَارًا، وَ إِخْوَانُهُ صَالِحِيْنَ، وَ رِزْقُهُ فِيْ بَلَدِهِ الَّذِيْ فِيْهِ أَهْلُهُ

"Di antara kebahagian anak Adam (seorang); istrinya shalihah, anak-anaknya baik, kawan-kawannya shalih dan rezekinya berada di negeri tempat keluarganya berada." (Al Adabusy Syar'iyyah 3/267 cet. Muassasah ar Risalah, 1419H)

Akan tetapi, jika seandainya takdir berkata lain. Sawah ada di seberang lautan. Apa boleh buat, jalani. Tapi, tetap jangan lupakan keluarga. Kalau memang kita tak bisa bersama di dunia, mintalah kepada Allah agar kita dipertemukan di surga-Nya. Bukankah Allah telah berfirman:

{جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَن صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ (23) سَلَامٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ (24)} [الرعد : 23-24

"Surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (QS. Ar-Ra'du: 23-24)

Sekarang, tinggal usaha kita, mencari tahu apa saja syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan janji Allah itu. Keluarga, semoga kita dapat tetap bersama, baik di dunia maupun di akhirat.  Aamiin.

Rabu, 21 Maret 2018

HAK DAN KEWAJIBAN (Art.Salayok95)


Ada yang bilang, "Terkadang kesedihan itu datang karena kita terlalu banyak berharap pada seseorang." Padahal, kita sadar bahwa tidak ada makhluk yang sempurna. Siapa pun, selama ia masih berstatus "manusia" selama itu pula ia tidak akan pernah mampu memewujudkan semua harapan kita. Karena memang manusia itu lemah, papa dan tak punya apa-apa.

Ingat selalu, setan itu lihai. Betapa seringnya kita bersedih saat kita telah menunaikan kewajiban namun hak tidak kunjung juga kita terima. Bak memancing di air keruh, kesempatan itulah yang dimanfaatkan oleh setan-setan itu untuk membesar-besarkan kesedihan kita. "Kasihan, engkau telah letih menunaikan kewajiban tapi hakmu mana??"

Namun, inilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, mengajarkan pada kita cara untuk hidup bahagia. Menepis bisikan setan yang akan membuat kita bersedih. Beliau bersabda:

تُؤَدُّونَ الْحَقَّ الَّذِي عَلَيْكُمْ وَتَسْأَلُونَ اللَّهَ الَّذِي لَكُمْ

"Kalian tunaikan hak-hak (orang lain) yang menjadi kewajiban kalian dan kalian minta kepada Allah apa yang menjadi hak kalian." (HR. Bukhari: 3603, Muslim: 1834)

Begitulah, tunaikan saja apa yang menjadi kewajiban. Adapun hak, seandainya memang tidak mampu kita dapatkan di dunia maka biarlah Allah yang akan membalasnya.

Sebagai rakyat, tunaikan saja apa yang telah diwajibkan, jika ada hak kita yang masih kurang minta saja kepada Allah. Sebagai suami atau istri, tunaikan saja kewajiban masing-masing, jika memang hak tidak ditunaikan oleh pasangan minta saja kepada Allah.

Allah tempat meminta dan bergantung. Berharaplah kepada Allah niscaya kita tidak akan sedih dan kecewa. Cukuplah Allah tempat kita memanjatkan segala harapan. Bukanlah Allah telah berfirman:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ . اللَّهُ الصَّمَدُ

Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu." (QS. al-ikhlas: 1-2)

Biarlah hak kita tidak ditunaikan, tidak perlu sedih, itu hanyalah dunia. Apa yang di sisi Allah jauh lebih besar dan berharga.  Oleh sebab itulah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan do'a agar kita meminta kepada Allah:

 وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا وَلَا تَجْعَلْ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا

"(Ya Allah) Janganlah Engkau jadikan musibah kami pada agama kami, dan jangan Engkau jadikan dunia sebagai impian kami terbesar, serta pengetahuan kami yang tertinggi, serta jangan engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menyayangi kami." (HR. Tirmidzi: 3424)

Jumat, 16 Maret 2018

PRESTASI TERBESAR (Art.Salayok94)


Iblis, camkan namanya. Ingat selalu bahwa dialah musuh kita semua. Dia memiliki bala tentara yang dikirimkan untuk menggoda, mengelincirkan dan menyesatkan.

Setiap saat ia memantau prestasi anak buahnya itu. Ditanya satu persatu, dan diberi apresiasi sesuai dengan besarnya prestasi yang dapat mereka gapai.

Tahukah, bahwa prestasi terbesar bagi Iblis bukan tatkala anak buahnya itu dapat membuat korbannya menjadi pembunuh berjuta  nyawa, tidak pula jadi pezina atau durjana. Akan tetapi saat ia mampu memisahkan seorang dengan istri atau suaminya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

 إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُولُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ نِعْمَ أَنْتَ

"Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air lalu mengutus bala tentaranya, kemudian ia mendekatkan kedudukan siapa diantara mereka yang paling besar godaannya kepada manusia. Datang salah seorang diantara mereka kemudian mengatakan, "Aku telah melakukan ini dan itu." Iblis mengatakan, "Kau belum berbuat apa-apa." Lalu datang yang lain seraya mengatakan, "Aku tidak meninggalkanya (manusia) sampai aku berhasil memisahkan dia dengan istrinya." Maka Iblis pun mendekatkan kedudukannya dan berkata, "Kamu adalah tentaraku yang terbaik." (HR. Muslim: 2813)

Oleh sebab itu, perhatikanlah hal ini, terlebih bagi yang telah membina mahligai rumah tangga. Bahtera rumah tangga Anda adalah target utama bala tentara Iblis. Bagaimana ia  berusaha menghantam dan memecahkan agar tenggelam di laut dalam.

Hadits ini memang berita, namun tersirat pesan dari Nabi kita agar berhati-hati dan waspada. Setiap bahtera rumah tangga pasti akan digoncang gelombang, tetaplah bersabar dan meminta perlindungan kepada Allah yang Maha Perkasa. (zhr)

Kamis, 15 Maret 2018

MANGGALEONG (Art.Salayok93)


Malas, adalah satu di antara sifat yang tercela. Bila penyakit itu hinggap, ia menjadi sebab tersia-siakannya waktu. Padahal nikmat waktu adalah nikmat yang akan dimintai pertanggung jawabannya nanti di hadapan Allah.

Bukankah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah mengatakan:

لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ.........

"Tidak akan bergeser kaki anak Adam sedikit pun nanti di hari kiamat dari sisi Allah sampai ia ditanya mengenai lima perkara; tentang umurnya untuk apa ia habiskan, .... " (HR. Tirmidzi, ash-Shahihah: 946)

Maukah kita ketika ditanya tentang waktu menjawab; "Hanya menggaleong-menggaleong saja di tempat tidur ya Allah." Mungkinkah Allah akan ridha?? Jelas tidak.

Oleh sebab itulah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berlindung dari sifat ini dengan berdo'a minta perlindungan kepada Allah.

 اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ والْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا َوالْمَمَاتِ

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah, malas, penakut, tua dan bakhil. Aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta fitnah kehidupan dan kematian." (HR. Bukhari: 2668, Muslim: 2706)

Harus ada usaha untuk mengobati sifat malas itu. Meski tidak ada seorang pun dari kita yang selamat darinya, namun kita harus tetap mengendalikannya, jangan sampai kita membuang waktu. Makanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallan pernah bersabda:

لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ

"Setiap amal perbuatan memiliki masa semangat dan setiap semangat memiliki masa futur (kurang semangat). Barang siapa yang masa futurnya menuju sunnahku maka ia telah berjalan di atas petunjuk. Dan barang siapa yang masa futurnya kepada selain sunnahku maka ia telah binasa." (HR. Ahmad, Shahih at-Targhib wat Tarhib: 56)

Wajar jika terkadang malas itu hinggap, tapi itu bukan alasan untuk menyia-nyiakan waktu dan mengerjakan amalan-amalan yang tidak bermanfaat. Moga-moga Allah melindungi kita semua dari sifat ini. Amiin.(zhr)

Rabu, 14 Maret 2018

COBA KALAU CASH (Art. Refleksi Himah))


KRL COMMUTERLINE

Kereta, memang punya banyak cerita. Apalagi jika KRL Commuterline. Transportasi angkutan massal ini punya banyak hal menarik. Menyaksikan orang-orang yang berdesak-desakan di gerbong-gerbong, berkejar-kejaran seperti anak-anak desa yang sedang bermain "En", dengan raut muka yang berbeda-beda, lucu sekaligus kasihan.

Ini sarapan pagi, ini juga cemilan petang. Seru, namun lama-lama jadi menyiksa. Belum sampai ke tempat kerja sudah stress duluan di kereta. Tapi nggak kapok-kapok juga. Karena ganti dari itu semua tampak nyata dan bisa di indra.

Biarlah desak-desakan demi 4 atau 5 juta di awal bulan nanti. Meski harus berdiri lama sejauh perjalanan, tak masalah, yang penting tak terlambat. Mudah-mudahan saja bos kena hati dan akhirnya menaikkan pangkat atau memberi tambahan gaji.

"Yono, kamu naik pangkat. Karena kamu hadir terus dan tak pernah terlambat." Amboi, sebuah prestasi besar. Terbayar sudah semuanya.

IMING-IMING AKHIRAT

Itulah yang kita rasakan dalam urusan dunia. Tapi, kenapa tidak dalam urusan akhirat?? Padahal, dalam masalah akhirat iming-imingnya jauh lebih besar. Tak ada artinya duit 4 atau 5 juta itu. Kecil dan teramat kecil jika kita mau membandingkan

Shalat berjama’ah misalnya. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

“Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” (HR. Bukhari: 619 dan Muslim: 650)

Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةُ الرَّجُلِ فِى جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ وَصَلاَتِهِ فِى سُوقِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لاَ يَنْهَزُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ لاَ يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ فَلَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى الصَّلاَةِ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ هِىَ تَحْبِسُهُ وَالْمَلاَئِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ

“Shalat seseorang dalam jama’ah memiliki nilai lebih 20 sekian derajat daripada shalat seseorang di rumahnya, juga melebihi shalatnya di pasar. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara mereka berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian mendatangi masjid, tidaklah mendorong melakukan hal ini selain untuk melaksanakan shalat; maka salah satu langkahnya akan meninggikan derajatnya, sedangkan langkah lainnya akan menghapuskan kesalahannya. Ganjaran ini semua diperoleh sampai dia memasuki masjid.

Jika dia memasuki masjid, dia berarti dalam keadaan shalat selama dia menunggu shalat.  Malaikat pun akan mendo’akan salah seorang di antara mereka selama dia berada di tempat dia shalat. Malaikat tersebut nantinya akan mengatakan: Ya Allah, rahmatilah dia. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, terimalah taubatnya. Hal ini akan berlangsung selama dia tidak menyakiti orang lain (dengan perkataan atau perbuatannya) dan selama dia dalam keadaan tidak berhadats.” (HR. Muslim: 649)

TIDAK TAMPAK

Namun itu yang masalah, kenapa manusia tidak banyak yang tergiur dengan balasan akhirat? Karena balasannya itu tidak tampak. Semuanya abstrak, tidak terlihat dan banyak yang tertunda.

Coba saja jika balasannya itu "cash", selesai shalat berjamaah langsung ada tambahan kredit di rekening tabungan, maka mungkin masjid tidak akan muat. Bisa jotos-jotosan memperebutkan shaf pertama. Tidak peduli meski harus berkejar-kejaran dan sikut-sikutan asalkan dapat untung besar.

Tapi, itulah hikmah Allah menjadikan balasan akhirat itu tidak tampak untuk membedakan mana orang-orang yang betul-betul beriman mana yang hanya ikut-ikutan. Orang yang mengaku bertakwa maka salah satu sifat mereka adalah beriman dengan segala sesuatu yang ghaib. Allah berfirman:

الم (1) ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

“Alif laam miim. Kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 1-3)

RASAKANLAH MESKI TAK TERLIHAT

Idealnya jika kita mau bersusah payah hanya untuk pergi ke kantor yang nilai upahnya masih bisa kita hitung seharusnya dalam urusan akhirat harus jauh lebih mau. Karena, ganjarannya itu adalah surga yang Rasulullah sendiri mengatakan bahwa sekali celupannya saja sudah cukup untuk melupakan semua kesengsaraan hidup di dunia. Beliau bersabda:

….وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِى الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِى الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لاَ وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِى بُؤُسٌ قَطُّ وَلاَ رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

“…Kemudian didatangkan seorang penduduk surga yang paling sengsara ketika di dunia, lalu orang tersebut dicelupkan ke dalam surga dengan sekali celupan. Lantas ditanyakan kepadanya: ‘Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat kesengsaraan walau hanya sedikit? Apakah engkau pernah merasakan satu kesengsaraan sekalipun (selama hidupmu)?’ Dia menjawab: ‘Belum pernah ya Rabb. Aku belum pernah melihat kesengsaraan sekalipun. Aku belum pernah melihat keburukan sedikit pun ketika di dunia.’” (HR. Muslim: 7266)

Inilah yang dilakukan para sahabat Rasulullah, sehingga membuat mereka sangat bersemangat mengejar akhirat. Mereka dapat merasakan ganjaran itu walau masih menghirup udara. Mereka bisa mengecap manisnya meski kaki masih menginjak tanah dunia.

Umair bin al-Himam, salah seorang sahabat yang mulia. Pada saat berkecamuknya perang badar, ia mendengar Rasulullah bersabda:

 قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ

“Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi.”

Umair bertanya: “Wahai Rasulullah, surga yang luasnya seluas langit dan bumi?” Rasulullah menjawab: “Ya.” Umair bergumam: “Bakh, bakh”

Rasulullah balik bertanya: “ Apa yang membuatmu mengatakan ‘Bakh, bakh?”

Ia menjawab: “Demi Allah wahai Rasulullah, tidak ada yang mendorongku selain harapan agar aku bisa menjadi penghuninya.”

Rasulullah bersabda: “Engkau termasuk penghuninya.”

Lantas ia mengeluarkan beberapa kurma dari kantongnya dan memakannya. Kemudian ia berkata:

لَئِنْ أَنَا حَيِيتُ حَتَّى آكُلَ تَمَرَاتِي هَذِهِ ، إِنَّهَا لَحَيَاةٌ طَوِيلَةٌ

“Apakah aku masih hidup sampai aku memakan habis kurma-kurma ini? Sungguh ini adalah kehidupan yang panjang.”

Ia lemparkan kurma-kurma yang ada padanya lalu ia masuk ke dalam kancah perperangan sampai ia pun akhirnya terbunuh. (HR. Muslim: 1901)

Oleh sebab itu, mari berusaha merasakan ganjaran akhirat meski ia tak terlihat. Sebab, itu adalah janji Allah dan dan Allah mustahil akan ingkar.

Pandang kembali dunia, walau ia tampak manis dan hijau tapi ia menipu. Kita akan meninggalkannya, sedang akhirat tempat tinggal kita buat selama-lamanya.

Sukabumi, 14 Maret 2018

UMUR 60 TAHUN (Art.Salayok92)


Telah sampai masanya atau hampir saja, sudah mendekati. Umur 60 tahun, ketika Allah telah memberikan nikmat umur panjang untuk Anda.

Dalam sebuah ayat Allah mengabarkan tentang penyesalan dan angan-angan manusia yang binasa:

وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ ۚ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِن نَّصِيرٍ

"Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun." (QS. Fathir: 37)

Dan ternyata masa tangguh yang diberikan Allah itu sampai 60 tahun, saat usia telah melebihi batas itu maka tidak ada lagi alasan untuk berleha-leha.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَى امْرِئٍ أَخَّرَ أَجَلَهُ، حَتَّى بَلَّغَهُ سِتِّينَ سَنَةً

"Allah telah memberikan udzur kepada seorang dengan menangguhkan ajalnya hingga umur 60 tahun." (HR. Bukhari: 6419, Muslim: 1671)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan:

"Jika umur sudah 60 tahun, sungguh telah tegah hujjah baginya, tidak diterima lagi alasannya jika dia tidak beribadah karena Allah telah memberi umur 60 tahun. Tentu ia mengetahui ayat-ayat Allah, apalagi bila ia hidup di masyarakat mayoritas muslim. Ini adalah hujjah dan alasan yang kuat, berbeda dengan umur 15 atau 20 tahun, mungkin udzurnya akan diterima bila dia belum sempat memahami ayat Allah.... Oleh karena itu, kita wajib mempelajari agama Islam dengan baik untuk memenuhi kebutuhan kita setiap hari." (Syarh Riyadhish Shalihin ibn Utsaimin)

Lihatlah diri Anda, dimana Anda sekarang. Umur 60 tahun, tidak ada lagi alasan bagi Anda untuk masih berleha-leha. Lihat bekal Anda, sudah cukupkah?

Sebentar lagi Anda akan memulai perjalanan baru, yang jauh lebih panjang daripada jatah hidup Anda di dunia. Segeralah singkirkan dunia, perbanyak muhasabah, jangan malah berbahagia dengan bertambahnya umur Anda. jika ada salah kepada sesama manusia lekas minta pemaafan. Sebelum terlambat, sebelum Anda tak dapat lagi melihat mereka. (zhr)

Selasa, 13 Maret 2018

KRL COMMUTERLINE (Art.Salayok91)


Kereta, memang punya banyak cerita. Apalagi jika KRL. Menyaksikan orang berdesak-desakan di gerbong-gerbong, berkejar-kejaran seperti anak-anak desa yang sedang bermain "En", lucu sekaligus kasihan.

Ini sarapan pagi, ini juga cemilan petang. Seru, tapi lama-lama jadi menyiksa. Belum sampai ke tempat kerja sudah stress duluan di kereta. Tapi nggak kapok-kapok juga. Karena ganti dari itu semua tampak nyata dan bisa di indra.

Biarlah, desak-desakan demi 4 atau 5 juta di awal bulan nanti. Tak  masalah, yang penting tak terlambat. Mudah-mudahan saja bos kena hati dan akhirnya menaikkan pangkat atau memberikan tambahan gaji.

"Yono, kamu naik pangkat. Karena kamu hadir terus dan tak pernah terlambat." nah itu-tu yang di tunggu-tunggu.

Padahal, dalam masalah akhirat iming-imingnya jauh lebih besar. Tak ada artinya duit 4 atau 5 juta itu, jika dibandingkan.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

“Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةُ الرَّجُلِ فِى جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ وَصَلاَتِهِ فِى سُوقِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لاَ يَنْهَزُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ لاَ يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ فَلَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى الصَّلاَةِ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ هِىَ تَحْبِسُهُ وَالْمَلاَئِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ

“Shalat seseorang dalam jama’ah memiliki nilai lebih 20 sekian derajat daripada shalat seseorang di rumahnya, juga melebihi shalatnya di pasar. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara mereka berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian mendatangi masjid, tidaklah mendorong melakukan hal ini selain untuk melaksanakan shalat; maka salah satu langkahnya akan meninggikan derajatnya, sedangkan langkah lainnya akan menghapuskan kesalahannya. Ganjaran ini semua diperoleh sampai dia memasuki masjid. Jika dia memasuki masjid, dia berarti dalam keadaan shalat selama dia menunggu shalat.  Malaikat pun akan mendo’akan salah seorang di antara mereka selama dia berada di tempat dia shalat. Malaikat tersebut nantinya akan mengatakan: Ya Allah, rahmatilah dia. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, terimalah taubatnya. Hal ini akan berlangsung selama dia tidak menyakiti orang lain (dengan perkataan atau perbuatannya) dan selama dia dalam keadaan tidak berhadats. ” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun itu yang masalah, kenapa manusia tidak banyak yang tergiur dengan balasan akhirat? Karena balasannya itu tidak tampak. Coba saja jika balasannya itu "cash", selesai shalat berjamaah langsung ada tambahan kredit di rekening tabungan, maka mungkin masjid tidak akan muat. Bisa jotos-jotosan memperebutkan shaf pertama.

Tapi, itulah hikmah Allah. Untuk membedakan mana orang-orang yang betul-betul beriman mana yang hanya ikut-ikutan. Untuk menampakkan "Siapa sih yang lebih pandai hitung-hitungan." (zhr)

St.Tanjung Barat, Jakarta 13 Maret 2018

Jumat, 09 Maret 2018

"SAYA RASA SUDAH CUKUP" (Art.Salayok90)


Sekarang, banyak diantara kita yang katanya sibuk  sekali. "Banyak pekerjaan, tugas belum selesai deadline sudah datang." Akhirnya, tak sempat belajar, ngak punya waktu menuntut ilmu agama lagi. Ngak ada  kesempatan untuk hadir di  kajian-kajian.

"Sudahlah, saya rasa pelajaran di TPA dulu sudah cukup. Agama itu kan tidak memberatkan, agama itu mudah." Itu kira-kira yang ada di kepala kita.

Padahal, tidak ada batas umur, tidak ada batas gelar, siapa pun kita selama hayat di kandung badan dan selama berstatus "muslim atau muslimah," selama itu pula kewajiban tersebut tetap ada pada pundak kita. Sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

Inilah Umar bin al-Khaththab,  ia juga bekerja, punya keluarga dan tanggung jawab, sibuk juga. Tapi, beliau berusaha untuk terus belajar. Ia pernah bercerita:

كُنْتُ أَنا وجارٌ لِي مِنَ الأنْصارِ فِي بَنِي أُمَيَّةَ بنِ زَيْدٍ، وهْيَ مِنْ عَوالِي المَدِينَةِ، وكُنَّا نَتَناوَبُ النُّزُولَ عَلَى رسولِ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم، يَنْزِلُ يَوْماً وأنْزِلُ يَوْماً، فَإذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ بِخَبَرِ ذَلِكَ اليَوْمِ مِنَ الوَحْي وغَيِرهِ، وإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَ ذلِكَ

"Dahulu aku pernah bersama seorang tetanggaku dari kaum Anshar di Bani Umayyah bin Zaid. Sedang bani Umayyah ini berada di pinggir kota Madinah. Kami bergantian berangkat ke majelisnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Satu hari dia dan hari berikutnya aku. Apabila aku yang berangkat, maka aku akan sampaikan kepadanya khabar hari itu berupa wahyu dan yang lainnya. Dan apabila giliran ia yang berangkat, ia pun melakukan hal yang sama." (HR. Bukhari: 89)

"Semampunya," dengan kata lain bersungguh-sungguh dalam mendapatkan ilmu. Itulah para sahabat, sedangkan kita "semaunya."

Sebenarnya bukan masalah waktu, sibuk, atau banyak pekerjaan, hanya masalah kemauan. Merasa cukup dengan apa yang telah ada, itulah yang membuat kita semaunya. Padahal, jika kita jujur kita sendiri menyadari bahwa bekal ilmu agama kita masih jauh dari cukup. Tapi itulah kita, yang masih terlalu cinta pada dunia. (zhr)

Kamis, 08 Maret 2018

MENGAPA DO'A MEREKA TERKABUL??


Oleh: Zahir Al-Minangkabawi

Do’a adalah solusi dari setiap permasalahan. Sebab, saat seorang berdoa, pada dasarnya dia sedang berkomunikasi langsung dengan Allah. Sedangkan, Allah-lah yang mentakdirkan segala sesuatu. Oleh sebab itu, ketika dia berdoa, pada hakikatnya dia meminta solusi kepada Dzat yang memberikan masalah tersebut.

TIDAK SEMUANYA TERKABUL

Tidak semua do’a akan dikabulkan Allah. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Jika tidak terpenuhi, maka doa tidak akan terkabul. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:

ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ


“Kemudian beliau (Nabi) menyebutkan seorang yang menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu, menegadahkan kedua tangannya ke langit seraya berkata:’Ya Tuhanku, Ya Tuhanku’. Bagaimana do’anya tersebut akan dikabulkan sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dia tumbuh dengan sesuatu yang haram?” (HR. Muslim) 

Namun ada beberapa keadaan yang menjadikan doa terkabul meskipun tidak terpenuhi syarat-syarat tersebut. Siapa pun yang berdo’a dalam keadaan itu, niscaya akan dikabulkan. Diantaranya adalah dalam keadaan terdesak (saat kondisi amat sulit) dan dalam keadaan terzhalimi. Allah berfirman:

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ

“Bukankah Allah yang memperkenankan do’a orang yang dalam kesulitan apabila dia berdo’a kepadanya.” (QS. An-Naml: 62)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لا تُرَدُّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَإِنْ كَانَ فَاجِرًا، فُجُورُهُ عَلَى نَفْسِهِ

“Tidak akan tertolak do’a seorang yang terzhalimi meskipun ia adalah seorang pelaku dosa, sedangkan dosanya untuk dirinya sendiri.” (HR.Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir)

MENGHADIRKAN HATI

Jika diamati hadits di atas, akan muncul satu pertanyaan. Mengapa do’anya dikabulkan. Bukankah dia adalah pelaku dosa? Sementara itu, banyak do’a yang dipanjatkan oleh orang-orang baik namun tidak diterima.

Jawabannya, meski dia seorang pelaku dosa, tapi dalam keadaan itu dia benar-benar ikhlas, menghadirkan hatinya. Tidak ada sesuatu pun yang membuatnya lalai dari do’anya tersebut.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan sebab dari tidak terkabulnya do’a dengan sabdanya:

ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

“Berdo’alah kalian kepada Allah sedang kalian merasa yakin akan dikabulkan. Ketahuilah sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan do’a dari hati yang lalai.” (HR.Tirmidzi)

SIBUK MENCARI BARANG HILANG

Untuk lebih memperjelas, perhatikanlah sebuah hadits riwayat Imam Muslim berikut:

Dari Jabir, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:

  مَنْ يَصْعَدُ الثَّنِيَّةَ ثَنِيَّةَ الْمُرَارِ فَإِنَّهُ يُحَطُّ عَنْهُ مَا حُطَّ عَنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ ». قَالَ فَكَانَ أَوَّلَ مَنْ صَعِدَهَا خَيْلُنَا خَيْلُ بَنِى الْخَزْرَجِ ثُمَّ تَتَامَّ النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَكُلُّكُمْ مَغْفُورٌ لَهُ إِلاَّ صَاحِبَ الْجَمَلِ الأَحْمَرِ ». فَأَتَيْنَاهُ فَقُلْنَا لَهُ تَعَالَ يَسْتَغْفِرْ لَكَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ وَاللَّهِ لأَنْ أَجِدَ ضَالَّتِى أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لِى صَاحِبُكُمْ. قَالَ وَكَانَ رَجُلٌ يَنْشُدُ ضَالَّةً لَهُ.

“Barang siapa yang naik ke bukit Murar maka akan diampuni dosanya seperti diampuninya Bani Israil.” Jabir berkata: “Maka yang pertama kali menaikinya adalah rombongan kami (Bani Khazraj) baru setelah itu datang yang lain semuanya.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Kalian semua telah diampuni kecuali pemilik unta merah”

Jabir berkata: “Lantas kami pun mendatanginya seraya mengatakan: ‘Kemarilah, supaya kamu dimintakan (kepada Allah) ampunan oleh Rasulullah!’ Dia menjawab: ‘Demi Allah aku lebih suka bila menemukan barangku yang hilang ketimbang dimintakan ampunan’ Jabir berkata :”Dan memang dia tengah mencari barangnya yang hilang” (HR.Muslim)

Di sini konteknya dia tengah sibuk mencari barangnya yang hilang, sehingga lalai dari ampunan dan mengikhlaskan hati kepada Allah.

DO’A MEREKA TERKABUL

Seorang yang sedang dalam kondisi sulit atau dalam kondisi terzhalimi, hatinya benar-benar fokus ketika berdo’a. Oleh sebab itulah do’anya terkabul.

Berikut beberapa contoh dari keadaan diatas:

1. Do’a Nabi Nuh dan Ibrahim
Nabi Nuh berdo’a:

قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ


“Dia (Nuh) berkata: ‘Wahai Tahanku sesunggunya aku berlindung kepada-Mu dari memohon sesuatu yang tidak aku ketahui hakikatnya. Kalau engkau tidak mengampuniku, dan tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku temasuk orang yang rugi” (QS.Hud: 48)

Nabi Ibrahim berdoa:

قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّين

Dia (Ibrahim) berkata: ‘Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat’” (QS.Al-An’am: 77)

Jika dicermati redaksi dari kedua do’a diatas, maka akan jelas bahwa do’a tersebut berasal dari dua orang yang berada dalam kondisi amat sulit. Sebab, konsekuensi dari tidak dikabulkannya do’a tersebut adalah kerugian (kehancuran) dan kesesatan.

2. Do’a Iblis

Berangkat dari pembahasan diatas. Dapat dipahami bahwa Allah akan mengabulkan do’a siapa saja yang berada dalam kondisi tersebut, tanpa memandang siapa yang berdoa. Dari sana pula dipahami kenapa Allah mengabulkan do’a Iblis

قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ (34) وَإِنَّ عَلَيْكَ اللَّعْنَةَ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ (35) قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (36) قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ (37) إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ


”Allah berfirman: “(Kalau begitu) keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk, dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat” Ia (Iblis) berkata: “Wahai Tuhanku (kalau begitu) berilah aku penangguhan sampai hari (manusia) dibangkitkan”Allah berfirman: “(Baiklah) maka sesungguhnya kamu termasuk yang diberi penangguhan, sampai hari yang telah ditentukan (kiamat).” (QS.Al-Hijr: 34-38)

Dalam kondisi itu Iblis benar-benar mengosongkan hatinya dari segala sesuatu yang melalaikannya dari do’a. Sebab, ia sedang dalam kondisi amat sulit. Tidak ada lagi yang tersisa selain itu (doa), setelah dia tertimpa kutukan.

3. Do’a Ka’ab bin Malik dan dua temannya

Berkenaan dengan Ka’ab dan dua orang temannya ini, Allah sendiri yang menggambarkan kondisi mereka saat mereka berdo’a meminta taubat.

Allah berfirman:

وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ


“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan. Hingga ketika bumi terasa sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah terasa sempit pula bagi mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari siksaan Allah, melainkan kepada-Nya saja, kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.” (QS.At-Taubah: 118)

Hati mereka telah kosong . Tidak ada yang mereka pikirkan selain harapan terhadap keridhaan Allah.

Demikianlah dua kondisi terkabulnya do’a, serta hikmah dari keduanya. Semoga bermanfaat.

BELAJAR DARI BUNGLON



Harus disadari bahwa kita tidak hidup di dunia mimpi, atau negeri hayalan dan angan-angan yang semua berjalan dengan keinginan. Kita hidup di alam nyata, di kehidupan dunia yang telah ditakdirkan. Disini ada banyak hal yang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Dan terkadang hal itu adalah sesuatu yang kita benci.

Namun apa boleh buat, pena takdir telah diangkat, kertasnya telah mengering sejak sekian lama, jauh sebelum diciptakannya langit dan bumi. Mau tidak mau, suka atau tidak semua harus kita jalani. Tidak ada yang bisa kita lakukan selain mengatakan pada jiwa yang merasa berat ini : nikmati saja ini semua, karena bisa jadi inilah yang terbaik untuk kita.

Allah subhanahu wata’ala berfirman :

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 216)

Tinggal di lingkungan pondok pesantren, tentu ada banyak hal yang tidak kita harapkan dan bahkan jauh dari apa yang kita bayangkan sebelum kita datang. Kekurangan disana sini sering kita jumpai. Jika memang keadaan itu membuat kita lemah dan patah semangat maka patut rasanya kita belajar dari seekor bunglon dalam menjalani kehidupan.

Allah subhanahu wata’ala memberikan suatu kemampuan luar biasa kepada bunglon. Dimana hewan yang satu ini mampu merubah warna tubuhnya sesuai dengan warna tempat ia berada. Dengan begitu ia mampu melindungi diri dari musuh atau hewan lain yang menjadi pemangsanya.

Inilah yang harus kita tiru. Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Dimanapun kita berada, bagaimanapun keadaannya, kita bisa menempatkan serta menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut.

Tanamkan dalam pikiran, lingkungan atau kehidupan itu tidak akan mau, atau jarang yang sesuai dengan keinginan kita. Oleh karena itulah, kita yang harus menyesuaikan diri dengan kehidupan dan lingkungan kita tinggal agar kita bisa hidup bahagia.

Sebagai seorang penuntut ilmu, hal ini harus kita miliki. Jika kita tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat kita menuntut ilmu yang terkadang banyak kekurangannya niscaya kita tidak akan mendapatkan ilmu. Karena apabila setiap kali kita menjumpai kekurangan lantas kita pindah ke tempat lain maka dimana kita akan memperoleh ilmu, sebab di tempat lain itupun tentu ada pula kekurangannya. Segalanya telah kita habiskan ; umur, biaya dan seterusnya hanya untuk safari ma’had sedangkan ilmu tidak kita dapatkan.

Berhentilah berkeluh kesah. Dari pada mencela gelap lebih baik menyalakan lilin. Jangan mengeluh dengan kekurangan-kekurangan yang ada. Kamar mandi yang terbatas, airnya yang sering habis, udara yang panas, makanan yang kurang enak dan lain-lain, semua itu bukanlah hambatan dalam menuntut ilmu apabila kita bisa menjadi seperti bunglon.

Sesuaikan diri dengan kekurangan-kekurangan tersebut. Pandai-pandailah mensiasati diri, cerdas dalam mengatur waktu dan membaca keadaan. Bersabarlah, ingat bahwa kesulitan para ulama’ dalam mencari ilmu di zaman dahulu jauh lebih luar biasa. Kekurangan serta kasulitan yang ada pada kita hari ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kesulitan mereka.

Ma’had Al-Furqon al-Islami, 11 Agustus 2016

KITALAH YANG BERTANGGUNG JAWAB



“Tidak mungkin islam lenyap dari seluruh dunia, tapi tidak mustahil hapus dari bumi Indonesia. Siapakah yang bertanggung jawab?” (KH. Ahmad Dahlan)

Indonesia negeri tumpah darah nenek moyang kita. Tanah kelahiran serta tumbuh kembang kita adalah  negeri yang memiliki nama besar. Kita patut sedikit berbangga dengan negri ini yang dikenal oleh dunia sebagai negeri islam terbesar.

Disini syi’ar-syi’ar agama ini tampak dengan jelas, umat Islam bebas dan leluasa menjalankan syari’at tanpa ada tekanan dan pelarangan. Masjid-masjid serta surau-surau tersebar dan tak terhitung banyaknya. Suara azdan bersahut-sahutan menandakan besarnya agama Islam di negeri ini.

Namun disamping kebanggaan sebagai negeri Islam terbesar itu, ada satu hal yang harus kita renungkan bersama, karena semakin tinggi sebuah pohon maka semakin kencang pula angin yang akan menerpanya. Semua mata tentu akan memandang sesuatu yang besar dan tinggi, sedangkan tidak semua mata itu berasal dari kawan.

Perlu diingat kembali bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah mengabarkan serta memperingatkan kita semua umat Islam perihal permusuhan yang telah dipancangkan oleh mereka yang tidak senang dengan Islam dari kaum Yahudi, Nasrani dan yang lainnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya) :

“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridho kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka” (QS. Al-Baqarah : 120)

“Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu.” (QS. Al-Baqarah : 217)

Maka dari berita yang tidak diragukan lagi kebenarannya inilah, bisa kita pahami bahwa sesungguhnya negeri kita Indonesia ini berada diambang bahaya besar. Karena kenyataan bahwa ia merupakan negeri Islam terbesar itulah yang menyebabkan ia menjadi target utama musuh-musuh islam.

Berbagai cara dan beragam upaya dikerahkan untuk meluluhlantakkan Islam di negeri ini, bahkan benih-benihnya telah disemai sejak masa colonial Belanda masuk ke Nusantara dengan semangat gold, glory, dan gospel-nya.

Kalau dahulu misi akhir mereka adalah bagaimana berupaya mengubah status agama penduduk negri ini dari Islam menjadi non islam, serta bagaimana caranya supaya bisa menjauhkan umat islam dari Al-Qur’an, maka pada hari ini misi mereka tidak lagi begitu. Misi mereka jauh lebih halus dari sebelumnya. Mereka mengatakan :

“Biarkan saja umat Islam tetap seperti itu. Status di KTP mereka masih Islam. Biarkan pula mereka membaca Al-Qur’an. Namun apabila gaya hidup mereka, pola pikir mereka sudah dipalingkan dari ajaran Islam itu sendiri, mereka membaca Al-Qu’an tapi tak paham apa yang mereka baca, maka itu sudah cukup bagi kita.”

Maka tidak heran kalau dahulu para misionaris banyak dan tersebar dimana-mana, sedangkan sekarang sudah berganti dengan wujud lain. Media massa Televisi ,internet, HP, Radio, Koran, Majalah,dan lain sebagainya itulah yang menjadi senjata mereka pada zaman ini.

Lihat pengaruh media-media tersebut terhadap umat islam negeri ini. Kerusakan serta kebobrokan moral masyarakat (terlebih lagi para pemuda) sudah cukup sebagai bukti keberhasilan mereka, belum lagi kerusakan dalam masalah keyakinan dan prinsip hidup umat islam yang semakin hari semakin mencemaskan.

Menyedihkan memang, pada hari ini banyak orang yang mengaku beragama islam, namun gaya hidup mereka: pakaian, cara bergaul, cara berpikir,sangat jauh sekali dari islam. Seandainya kita berada di tempat-tempat umum semisal pasar, stasiun, bandara dll,niscaya sangat sulit sekali untuk membedakan mana muslim mana kafir karena sawah sudah rata dengan pematang, sehingga tidah bisa dibedakan.

Lebih menyedihkan lagi. Disaat genting seperti ini para pemuda penuntut ilmu masih saja larut bersama FB, WA, Twitter-nya. Para da’i, ustadz, kiay, dan orang-orang yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam melindungi agama ini masih saja sibuk saling “cakar-cakaran, sikut-sikutan” satu dengan yang lainnya, padahal musuh kita hampir saja merampungkan misi mereka.

Memang selama abad ke-17 dan 18, tanah air kita kaya dengan sejarah pahlawan-pahlawan islam, baik dari kalangan raja-raja maupun dari kalangan para ulama. Bahkan sampai pada akhir abad ke-19, masih tetap ada perlawanan menantang penjajahan untuk membela agama dan negeri ini.

Sebut saja mulai dari : Sultan Hassanuddin dari Makassar, Raja Haji dari Bugis, Sultan Khairun, Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Teuku Umar Johan Pahlawan, Tengku Cik Di Tiro, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, Hos. Cokroaminoto, Muhammad Natsir, Buya Hamka , dan yang lainnya, merekalah yang berjibaku berusaha sekuat tenaga memperjuangkan, melindungi serta membela agama islam ini.

Namun sekarang mereka sudah tiada, mereka sudah lama meninggalkan dunia dan tak akan mungkin kembali lagi memimpin kita untuk melindungi dan membentengi agama islam ini serta kaum muslimin dari gempuran musuh. Kalau seandainya – kita berlindung kepada Allah dari hal itu dan berdoa semoga Allah masih senantiasa menjaga agama ini - apa yang dikatakan oleh KH. Ahmad Dahlan diatas benar-benar terjadi, Islam hapus dari bumi Indonesia, tidak ada yang tersisa selain namanya saja sedangkan ajarannya telah sirna, lantas siapakah yang bertanggung jawab?

Ma'had Al-Furqon al-Islami, Gresik, 2 Juni 2016 

AMALAN-AMALAN PENGHAPUS PAHALA (Ori)


Oleh: Zahir Al-Minangkabawi

JANGAN DIURAI KEMBALI

Siapa di antara manusia yang ingin membuang hasil jerih payahnya? Padahal, hasil itu ia dapatkan dengan usaha keras. Rasanya tidak mungkin manusia yang sehat akal dan jernih pikirannya mau melakukan perbuatan tersebut.

Waktu ia habiskan, biaya yang tidak sedikit, keletihan yang dirasakan, tapi kemudian hasilnya terbuang sia-sia. Tidak ada yang tersisa sedikit pun. Persis seperti kata pepatah “umpan habis ikan tak kena”.

Tapi ternyata hal itu ada. Oleh sebab itulah Allah mengingatkan dalam sebuah perumpamaan. Allah berfirman:

وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali.” (QS. An-Nahl: 92)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menuturkan:

“Yang demikian, seperti seorang wanita yang memintal suatu pintalan yang kuat. Tatkala pintalan itu selesai, sempurna apa yang diinginkan, tiba-tiba kemudian ia uraikan kembali pintalan tersebut, ia jadikan tercerai berai kembali. Sehingga, ia telah membuat letih dirinya; letih ketika memintal kemudian letih pula ketika mengurainya.” (Taisir Karimir Rahman hal:442)

MENGURAI PAHALA

Bisa terbayangkan kerugian wanita tersebut. Serabut satu persatu dipilin hingga menjadi benang. Dengan ketelitian, ketekunan, serta kesabaran. Kemudian diurai kembali. Tapi ada yang lebih merugi dari wanita itu. Yaitu orang-orang yang mengurai pahala kebaikannya sendiri.

Ada beberapa perbuatan yang akan menguarai pahala. Di antaranya adalah:

1. Murtad
Allah berfirman:

وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُون

“Barang siapa murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)

Jika iman masih terang, berapa besar pun ujian yang datang Insyaallah bisa dilalui. Namun apabila iman sudah redup, atau bahkan benar-benar padam. Sementara itu ujian hidup berat, godaan banyak, inilah salah satu sebab yang menjadikan banyak orang murtad.

Kesempitan hidup telah mengalahkan mereka. Sehingga tidak heran jika ada yang tega menukar agamanya dengan sekardus mie instan. Sadar atau tidak ia telah menghapus semua pahala amal kebaikannya selama ini.

Padahal jika seandainya mereka mau sedikit bersabar pasti akan jauh lebih baik. Karena kesusahan hidup di dunia jauh lebih ringan dibandingkan adzab neraka yang kekal.

2. Syirik (menyekutukan Allah)
Allah berfirman:

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu:’Sungguh, jika engkau mempersekutukan Allah niscaya akan terhapus amalanmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi.” (QS. Az-Zumar: 65]

Kesyirikan adalah dosa yang paling besar. Oleh sebab itulah, dakwah para Rasul semuanya datang untuk memperingatkan umat manusia dari dosa ini. Apabila seorang berbuat syirik, maka semua amalnya akan terhapus dan kemudian dia akan dimasukkan ke neraka, kekal di dalamnya.

Kesyirikan sendiri bermacam-macam. Ada yang jelas dan ada yang samar. Hingga, terkadang ada orang yang jatuh dalam perbuatan syirik, sementara ia tidak menyadarinya. Dari sanalah perlunya rasa takut agar jangan terjatuh dalam perbuatan tersebut.

Nabi Ibrahim saja yang dikenal sebagai “bapak para nabi, penghulunya orang-orang bertauhid” berdo’a kepada Allah supaya dijauhkan dari kesyirikan. Sebagaimana yang dihikayatkan oleh Allah dalam firman-Nya:

وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ

“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.” (QS. Ibrohim: 35)

Ibrahim At-Taimi mengatakan:
“Siapa yang aman dari bala (kesyirikan) setelah Nabi Ibrahim?.”

Artinya, jika Nabi Ibrahim saja sebagai ayah para nabi dan penghulunya orang-orang bertauhid merasa tidak aman dari kesyirikan, sampai beliau berdo’a kepada Allah agar dijauhkan darinya, maka selain Nabi Ibrahim lebih layak dan lebih patut untuk takut serta khawatir terhadap kesyirikan

3. Menyebut-nyebut pemberian
Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman!. Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima) seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada tanah. Kemudian batu itu diguyur hujan lebat, maka tinggallah batu itu lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apapun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”  (QS. Al-Baqarah: 264)

Biasanya, seorang akan menyebut-nyebut pemberiannya ketika terjadi suatu yang tidak disenangi terhadap orang yang diberi. Semisal saat terjadi perselisihan di antara keduanya. Karena dengan hal itu si pemberi memperoleh kepuasan. Merasa dirinya memiliki kemuliaan dan jasa, sedangkan si penerima berhutang budi padanya.

Dengan menyebut pemberiannya itu ia menghina dan merendahkan si penerima. Secara tidak langsung ia menunjukkan bahwa si penerima tidak pandai membalas budi.

Namun, begitulah bisikan setan. Menjadikan indah sesuatu yang jelek. Bangkai yang busuk dihiasi sehingga terlihat bagus dan wangi. Oleh sebab itu, jangan sampai termakan tipu daya setan. Jangan membuatnya senang, tertawa bahagia karena pahala mangsanya telah hilang.

Ikhlaskanlah niat saat memberi. Beri lantas lupakan, sebagaimana seorang melupakan dan tidak menyebut-nyebut kotoran yang telah ia buang (keluarkan) dari perutnya.

4. Lancang terhadap Allah dan Rasul-Nya
Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (١) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya, bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mendengar Maha Mengetahui. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari.” (Al-Hujurat:1-2)

Maksud dari jangan mendahului Allah dan RasulNya adalah tidak boleh mendahului dalam menetapkan hukum. Sebab, penetapan hukum adalah hak mutlak Allah. Tidak diperboleh kepada seorang pun tanpa izinNya.


Termasuk juga dalam larangan ini yaitu mendahulukan perkataan serta pendapat manusia daripada ucapan (hadits) beliau shalallahu ‘alaihi wasallam. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di mengatakan:

“Di dalam ayat ini, terdapat larangan keras mendahulukan ucapan atau pendapat orang lain diatas ucapannya Shalallahu ‘alaihi wasallam. Apabila telah jelas ucapan beliau maka wajib mengikutinya, mengedepankannya dari ucapan siapa saja selain beliau.” (Taisir Karimir Rahman: 864)

Apabila larangan ini dilanggar, maka konsekuensinya adalah terhapusnya pahala amal kebaikan.

5. Menzhalimi orang lain

Perbuatan zhalim terhadap orang lain tidak akan dibiarkan, Allah akan mengungkitnya. Sebab kezhaliman itu tidak berkaitan dengan diri-Nya (hak Allah) akan tetapi berkaitan dengan hak sesama makhluk. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:

عِندَ اللهِ يَومَ القِيَامَةِ ثَلَاثَةُ دَوَاوِين؛ ديوان لا يغفر الله منه شيئا وهو الشرك باالله ثم قرأ(إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ) النساء: ٤٨ ديوان لا يترك الله منه شيئا وهو مظالم العباد بعضهم بعضا، وديوان لا يعبأ الله به وهو ظلم العبد نفسه بينه و بين ربه

“Ada tiga catatan dosa disisi Allah pada hari kiamat nanti; catatan dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah sedikit pun yaitu dosa syirik. Kemudian beliau membaca (firman Allah):’Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik’ (An-Nisa’: 48,116). Catatan dosa yang tidak akan dibiarkan begitu saja oleh Allah, yaitu kezholiman seorang kepada orang lain. Catatan dosa yang tidak dipedulikan oleh Allah (jika Allah berkehendak maka Allah akan mengampuninya), yaitu kezholiman seorang terhadap dirinya sendiri, dosa antara dia dengan Rabbnya.” (HR. Ahmad 6/240)

Setiap orang bertanggung jawab terhadap perbuatannya masing-masing. Setiap kezhaliman harus ada ganti ruginya. Jika di dunia, masih mungkin menggantinya dengan emas atau perak, tapi sayang pada hari itu (hari kiamat) yang ada hanya pahala dan dosa. Dengan itulah ganti ruginya. Rasulullah bersabda:

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا ، فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ ، وَلاَ دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْه

“Barang siapa yang pernah menzhalimi saudaranya maka hendaklah ia segera meminta penghalalan (maaf) darinya. Sesungguhnya disana (pada hari pembalasan) tidak ada lagi dinar dan dirham. Sebelum nanti diambil pahalanya kemudian diberikan kepada saudaranya itu. Apabila ia tidak memiliki kebaikan lagi maka akan diambil kejelekan (dosa) saudaranya tadi lantas kemudian dipikulkan kepadanya.” (HR. Bukhari)

Barang siapa yang berbuat zhalim lantas mati, padahal ia belum minta penghalalan maka kelak akan menjadi orang yang bangkrut.

Rasulullah suatu ketika pernah bertanya kepada para sahabatnya:

 أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ». قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ « إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ

“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?” Para sahabat menjawab:”orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya harta dan barang berharga.” Lantas Nabi bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah seorang yang datang pada hari kiamat nanti dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun ia juga datang dengan membawa dosa karena mencela orang, menuduh yang lain berzina, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang itu, memukul, maka akan diberikan pahalanya tadi kepada orang ini, diberikan pula pahalanya kepada orang itu. Apabila pahala kebaikannya habis sebelum selesai apa yang ada padanya (tanggungan ganti rugi) maka akan diambil dosa-dosa mereka (yang terzholimi) kemudian dipikulkan kepadanya lantas ia dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim 2581)

Renungkanlah baik-baik! Apakah kita mau hasil kerja keras; pahala yang telah susah payah kita usahakan dengan segala perjuangan hilang, dibagi-bagikan kepada orang lain disebabkan perbuatan zhalim kepada mereka.

Oleh sebab itu, tinggalkanlah kezholiman. Mintalah penghalalan kepada orang-orang yang pernah kita sakiti, sebelum datang kematian. Lebih baik rugi sekarang daripada rugi nanti. Wallahul muwaffiq.

Tulisan ilmiah perdana, Oktober 2016
Ma’had al-Furqon al-Islami, Srowo, Sidayu, Gresik, Jawa Timur