Jumat, 01 Juni 2018

KAPAN MULAI MENGENALKAN IBADAH KEPADA ANAK?


Oleh: al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron

Hal ini sangat penting diketahui oleh orang tua, karena orang tua yang diamanahi untuk menjaga fitrah anak, jangan sampai fitrahnya berubah menjadi Yahudi, Nasrani, Majusi atau ateis karena kelalaian orang tua yang tidak mau menjaga kesucian hati buah hatinya. Ketahuilah bahwa Allah menciptakan manusia agar beribadah hanya kepada-Nya, tidak menyekutukan Dia dengan siapa pun dari makhluk-Nya. Allah berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (QS. al-Bayyinah: 5)

Apakah ibadah itu?

Ketika orang tua sudah mengenal tujuan Allah menciptakan hamba agar beribadah hanya kepada-Nya, maka orang tua harus menjaga kesucian hati anak agar menjadi anak yang ahli ibadah. Tentu orang tua harus mengerti terlebih dahulu apakah maksud dari ibadah itu sendiri, sehingga bisa mengajari anaknya agar beribadah kepada Allah dengan cara yang benar.
Ibadah bukan hanya shalat atau mengerjakan rukun Islam saja, tetapi makna ibadah yang luas ialah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, seperti yang dijelaskan oleh ahli tafsir semisal Ibnu Katsir. (Tafsir Ibnu Katsir 6/108)

Dan yang lebih jelas lagi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, bahwa ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin. (Iqtidha’ Sirath al-Mustaqim)

Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah yang berkaitan dengan hati. Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisan dan hati. Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah fisik dan hati.

Dengan dasar makna ibadah di atas anak hendaknya dibimbing dalam ibadah semenjak dia punya perhatian atau mengerti, walaupun belum sempurna akalnya. Karena ibadah bukan hanya gerakan anggota badan, tetapi perkataan dan keyakinan dalam hati.

Anak dilatih bicara yang baik 

Anak hendaknya dilatih bicara yang baik ketika dia mulai bisa bicara, walaupun belum sempurna kata-katanya, membaca basmalah pada saat mau makan dan apa yang dibaca setelah makan. mengucapkan alhamdulillah ketika bersin, sekalipun orang tua yang harus menuntunnya. Demikian juga dilatih mendengarkan suara al-Qur’an dan hadits atau doa-doa yang ma’tsur; apa yang dibaca pada saat mau tidur, bangun tidur, diajari menyampaikan salam walaupun belum tegas bicaranya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

يُسَلِّمُ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ ، وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ ، وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ

“Hendaklah yang kecil menyampaikan salam kepada yang besar, dan orang yang lewat menyampaikan salam kepada yang duduk, dan yang sedikit jumlahnya menyampaikan salam kepada yang banyak.” (HR. al-Bukhari: 6670)

Anak dilatih agar takut kepada Allah

Tatkala anak melakukan perbuatan yang melanggar syar’i seperti mencuri, mengambil barang temannya atau perbuatan dosa lainnya, hendaknya diberitahu agar takut siksa Allah, walaupun dia masih kecil atau umurnya kurang dari dua tahun. Abu Hurairah berkata, “Hasan bin Ali (cucu Rasulullah) pernah mengambil sebiji kurma yang berasal dari kurma zakat, lalu dia menelannya, maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

كِخْ كِخْ ارْمِ بِهَا أَمَا عَلِمْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ

'Kikh! Kikh! Muntahkanlah! Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguhnya kita tidak diperbolehkan memakan harta zakat?!'” (HR. Muslim 3/117 no. 518)

Imam an-Nawawi berkata, “Anak kecil diperlakukan seperti orang tua, apabila dia salah, tidak boleh dibiarkan, akan tetapi hendaknya orang tua atau walinya yang menasihati mereka.” (Syarh Shahih Muslim 4/33)

Yang dapat diambil faedah dari hadits ini, bahwa beliau shallallahu alaihi wasallam mengajari cucunya yang masih kecil agar mengenal zakat walaupun kadar pemahamannya belum sempurna dan belum berkewajiban zakat pula, di sisi lain anak kecil dikenalkan pula perkara yang haram walaupun hanya dengan ucapan. Yaitu bahwa mengambil barang yang bukan miliknya hukumnya haram.

Anak dilatih mengenal amalan shalat

Anak perlu dikenalkan amal shalat walaupun belum saatnya dia dilatih shalat, bukankah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menggendong cucunya pada saat shalat, Hasan dan Husain berada di punggung beliau pada saat beliau sujud, tentu hal ini bila tidak mengganggu orang yang shalat pada saat shalat berjamaah.

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ketika ditanya tentang hukum membawa anak kecil shalat di masjid, beliau menjawab, “Menurut hemat saya, membawa anak-anak yang akan mengganggu jamaah shalat tidak boleh. Karena hanya akan menyakiti jamaah yang sedang menunaikan kewajiban dari Allah…” (Fatawa Islamiyyah 2/8)

Dari Abu Qatadah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 إِنِّي لَأَقُومُ فِي الصَّلَاةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ

"Aku pernah ingin memanjangkan shalat, namun aku mendengar tangisan bayi. Maka aku pendekkan shalatku karena khawatir akan memberatkan ibunya.” (HR. al-Bukhari: 666)

Bila dia sudah berumur tujuh tahun, hendaknya dilatih untuk menjalankan shalat, bahkan lebih utama bila sebelumnya sudah dilatih agar terbiasa menjalankan shalat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ 

”Perintahkan anakmu agar menjalankan shalat tetkala berumur 7 tahun, dan pukullah mereka jika enggan menjalankan shalat tetkala berumur 10 tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka dengan yang lain.” (Shahih, HR. Abu Dawud 2/167)

Anak hendaknya diajari mengenal Allah 

Pada saat anak merengek meminta sesuatu kepada orang tuanya, alangkah indahnya jika orang tua menyisipkan kata-kata yang indah, “Orang tuamu tidak punya apa apa, ini semua miliknya Allah. Mari kita memohon kepada Allah.” Ibnu Abbas berkata. "Pada suatu hari aku berada di belakang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda:

يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ 

"Nak, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: Peliharalah (hak) Allah niscaya Allah akan memeliharamu. Peliharalah (hak) Allah, niscaya kamu akan mendapatkan-Nya berada di hadapanmu (melindungimu). Jika kamu memohon, maka mohonlah kepada Allah. Jika meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (Shahih, al-Misykah: 5302 dan Zhilal al-Jannah hal. 316-318)

Adapun maksud menjaga Allah adalah dengan cara menjaga hak-Nya, yaitu menjalankan yang wajib dan sunnah, serta menjauhi larangan-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan penjagaan Allah terhadap manusia ada dua bentuk; Allah menjaga urusan dunianya dalam bentuk menyehatkan badannya, melapangkan rezekinya, menjaga anak, istri dan lain-lain. (Tuhafatul Ahwadzi 6/308)

Membiasakan mengamalkan sunnah semampunya

Walau anak masih kecil, perlu dibimbing amalan kesehariannya agar mengikuti sunnah, terutama tatkala mereka bersama saudara atau temannya, pada saat mau makan atau yang lainnya. Umar bin Abu Salamah a\ berkata, “Pada waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah n\, tanganku berkeliaran di nampan saat makan. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

‘Nak, bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.’ Maka seperti itulah cara makanku setelah itu.” (HR. al-Bukhari 18/102)

Tapi jika makanan itu di tempat yang terpisah, tentu boleh mengambilnya sesuka hati, akan tetapi hendaknya mendahulukan yang lebih tua sebagai bukti penghormatannya. Jika si kecil tetap sulit diatur, maka orang tua hendaknya memberitahu kakaknya atau yang lebih tua hendaknya mengalah.

Ibnu Baththal berkata, “Jika makanan beraneka macam dan di tempat yang berbeda-beda, maka boleh kita mengambilnya, sekalipun bukan di depan kita.” (Syarh Shahih al-Bukhari, Ibnul Baththal 18/71)

Dilarang banyak gurau dan tertawa 

Kebiasaan anak memang senang senda gurau dan tertawa dengan saudara atau temannya, namun jika berlebihan tentu sangat berbahaya. Bercanda dengan anak dianjurkan, tapi ada batas waktunya, dan orang tua hendaknya memperhatikan dengan cermat, bahwa termasuk kebiasaan anak yang awalnya senda gurau, karena berlebihan akhirnya bertengkar. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ 

“Dan janganlah kamu sering tertawa, karena sering tertawa mematikan hati.” (HR. at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah 2/18)

Umar bin Khaththab berkata, “Barangsiapa sering bersenda gurau, maka dia akan menjadi hina.” (Syu’abul Imam, al-Baihaqi 11/233)

Jangan membebani amal ibadah di luar kemampuannya 

Kemampuan anak yang satu dengan yang lain tentu berbeda, ada yang kuat dan ada yang lemah, ada yang cerdas, yang menengah dan seterusnya. Maka orang tua hendaknya tidak memerintah anaknya kepada hal yang tidak dimampui, dan hendaknya tidak berkeras kepala, suka memukul dan mencela, karena mereka tidak mampu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ

“Jangan memukul wajahnya, jangan menjelek-jelekkannya.” (Shahih Sunan Abu Dawud)

Semoga Allah senantiasa melindungi keluarga kita dari hal yang tidak diridhai-Nya. (Terbit di Majalah Al-Mawaddah, Edisi vol. 96.: Pendidikan Anak Muslim)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar