Sabtu, 30 September 2017

SEPATAH DUA KATA UNTUK ENGKAU YANG KAMI CINTA (Naskah Perpisahan)


 الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد.

Segala puji hanya untuk Allah subhanahu wa ta’ala, Rabb yang telah menciptakan alam semesta dengan hikmah yang luar biasa. Yang telah menciptakan segala sesuatunya berpasang-pasangan.

Dia-lah Allah yang menciptakan siang dan malam mentari dan rembulan, tua-muda laki-laki dan perempuan. Allah-lah yang telah menakdirkan segalanya. Ada yang miskin ada yang kaya, ada yang hidup juga ada yang meninggal dunia. Dan Ia pula yang telah menetapkan perjumpaan serta perpisahan.

Shalawat dan salam kita haturkan kepada penghulu anak cucu Adam; Nabi kita Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Kepada keluarga dan sahabat-sahabat beliau, serta orang-orang yang menempuh jejak langkah mereka hingga hari yang ditentukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Yang kami hormati, yang kami cintai serta kami sayangi, guru-guru sekaligus orang tua kami; para asatidzah yang tidak kami sebutkan satu per satu.

Yang kami muliakan kakak, adik serta teman-teman kami yang seiman, senasib, dan seperjuangan.

Izinkanlah kami mewakili teman-teman kami di kelas ALI 3, menyampaikan sepatah dua kata di kesempatan yang berbahagia ini, dihari nan cerah ini, saat banyak hati sudah tak sabar lagi melangkahkan kaki. Menuju ayah-bunda, sanak-saudara, disana dirumah kampung halaman yang tercinta setelah berpisah sekian lama.

Takdirlah yang telah mengantarkan kami ke tempat ini. Menapaki kaki di tanah yang dikenal dengan kota santri negrinya para wali.

Sebelumnya, tidak pernah terbesit, tidak pernah terlintas di hati dan pikiran kami bahwa ma’had ini  akan mengambil bagian dalam kisah perjalanan hidup kami.

Kami yang datang dari berbagai pelosok negeri. Keluaran dari berbagai latar belakang dan profesi. Diberikan hidayah oleh Allah, dikumpulkan di ma’had yang penuh berkah. Yang penuh dengan hal yang luar biasa dan menakjubkan, penuh dengan pelajaran dan teladan.

Di sini kami belajar…
Di sini pula kami ditempa,
Tentang pentingnya waktu dan sifat sabar
Bagi kami para pemuda.

Tempat ini adalah ladang penyemaian,
Gudang pembekalan, 
Tempat pelatihan dan persiapan
Untuk kami dimasa depan.

Tumbuh subur tanamannya,
Beragam bentuk serta warnanya.
Sakit sedih dan derita,
Canda tawa dan bahagia.

Di sinilah kami menyadari siapa diri ini. Siapa penciptanya dan apa kewajiban yang harus ditunaikan kepada penciptanya itu. Di sinilah kami mengenal hakikat kehidupan, di sini pula kami mengetahui tujuan akhir perjalanan. Mata yang dahulu buta sekarang mulai terbuka. Kami yang dahulu tertidur akhirnya pun mulai terjaga.

Oleh karena itulah, semua takdir ini adalah satu hal yang wajib senantiasa kami syukuri, ini adalah nikmat besar yang tidak dirasakan oleh setiap orang. Kepada Allah kami bersyukur, karena Allah masih menginginkan kebaikan pada diri kami.

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, Allah pahamkan ia dengan agama-Nya (HR. Bukhari: 71 Muslim: 1037)

Sebagai bentuk pengamalan dari sabda Nabi:

لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

“Tidak dikatakan bersyukur kepada Allah, seorang yang tidak beryukur dan berterima kasih kepada manusia.”

Maka, izinkanlah kami untuk mengatakan :

Kepada engkau, wahai guru-guru kami……
Engkau adalah pahlawan di medan juang…
Engkau adalah pelita dalam kegelapan…
Engkau bintang gemintang saat perjalanan…
Engkaulah sosok mulia dalam cerita kehidupan…

Dahulu kami adalah ulat. Yang merusak dedaunan, membusukkan buah-buahan, membuat gatal setiap tangan yang menyentuhnya, membuat jijik mata yang memandangnya. Kedatangan kami membuat banyak orang berduka cita, kepergian kami adalah suka ria yang harus disambut bahagia. 
Namun, setelah hidayah dan pertolongan Allah, engkau tunjuki dan engkau bimbing kami, hingga kami pun berubah menjadi kupu-kupu nan indah. Setiap bunga akan menanti kedatangan kami, berjuta mata akan berbahagia menyambut kehadiran kami.

Dahulu kami adalah air di atas dedaunan. Terombang-ambing oleh angin serta hembusan. Kami tidak punya pendirian, kami tidak punya pegangan. Lantas engkau pidahkan kami ke dalam gelas, engkau ajari kami hakikat kehidupan.

Dahulu kami adalah sobekan kertas. Sampah yang tak bernilai, terlantar dan terbuang, berserakan di jalanan, ditelan habis oleh pergaulan, tersisihkan dari lingkungan. Tapi kemudian engkau pungut kami, engkau daur ulang kembali, hingga kami pun punya nilai hari ini.

Apa yang akan kami berikan kepada engkau wahai guru-guru kami…?? 
Dunia dan seisinya tak sebanding dengan jasa engkau pada kami. 
Segunung emas tak sepadan dengan hakikat tauhid yang telah engkau ajarkan kepada kami. 
Selembah mutiara tak cukup mengganti jerih payahmu, tidak akan mampu membeli kesabaran, kesederhanaan serta ketulusanmu…

Engkaulah pahlawan tanpa tanda jasa. 
Engkau tidak mengharapkan balasan dan ucapan terima kasih manusia.. 
Karena engkau telah korbankan jiwa dan ragamu untuk Allah dan agama-Nya.
Lantas apa yang dapat kami lakukan?
Apa yang bisa kami berikan? 
Sedangkan kami lemah tak berdaya… 
Kami pun papa dan tak punya apa-apa...

Maka, tidak ada yang dapat kami lakukan selain mengucapkan terima kasih dari lubuk hati yang terdalam. Tidak ada yang bisa kami berikan selain do’a keikhlasan, semoga Allah ta’ala membalas jasa-jasa engkau dengan surga-Nya, mengampuni dosa dan kesalahan engkau, memberkahi setiap urusan engkau serta mengumpulkan engkau bersama orang-orang yang dicintai-Nya; hamba-hamba pilihan-Nya yang telah Ia beri nikmat dari para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan orang-orang shaleh.

Harus kami akui, jujur kami sadari…
Betapa banyak kesalahan kami padamu, wahai guru-guru kami…
Tingkah laku dan perbuatan kami, seringnya membuat engkau mengelus dada…
Atau bahkan meneteskan air mata…
Setiap hari kami tambahkan beban pikiranmu…
Setiap hari kami rampas waktu dan kesempatanmu…
Padahal engkau memiliki kehidupan pula…
Engkau memiliki anak, istri dan keluarga…
Engkau mempunyai tanggung jawab yang lainnya…
Maka maafkanlah kami, wahai guru-guru kami…
Siramilah kami dengan samudra kemaafanmu…
Jangan jadikan ini penyebab datangnya murka Allah pada kami…
Hingga kami pun hancur berkeping-keping tak menentu…
Semua itu.. 
karena kebodohan kami.
Semua itu… 
karena kelalaian serta ketidakdewasaan kami.
Oleh karena itu..
Maafkanlah kami, wahai guru-guru kami…

 اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِجَمِيْع أَسَاتِذَتِنَا، وثَبِّت أَقْدَامَهُمْ، وَاشْرَحْ صُدُوْرَهُمْ، وَبَارِكْ لهم في دِيْنِهِمْ وَ دُنْيَاهُمْ، اللهُمَّ ثَقِّلْ مَوَازِنَهُمْ، وَ اجْمعُهُمْ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّين وَ الصِّدِّيْقِين وَ الشُّهَدَاء وَالصَّالِحين.....

Kemudian selanjutnya kepada kakak-kakak, adik-adik, teman-teman, serta siapa saja yang kami kenal yang tidak kami sebutkan satu per satu.

Layak pula kami ucapkan terima kasih banyak kepada antum sekalian. Antum adalah saudara sekaligus sahabat kami. Maka untukmu wahai saudara-saudara kami, dengarkanlah bisikan sanubari kami ini :

Sahabat….
Engkau punya tempat di hati kami…
Engkau adalah penghibur lara ini 
Penguat langkah kaki kami…
Engkau raih tangan kami tatkala kami hampir jatuh ke jurang keputusasaan…
Engkau nyalakan kembali semangat kami yang mulai padam…
Engkau hibur hati kami saat gundah gulana datang menghantam…
Engkau temani kami ketika kami kesepian…
Engkau kuatkan kami saat kami lemah…
Engkau teguhkan kami saat kaki kami mulai goyah…
Engkaulah yang menyuapkan nasi, menuangkan air ke mulut ini, saat kami ditimpa sakit…
Engkau pulalah yang meminjamkan uang kepada kami, saat kami kehabisan bekal…
Walaupun terkadang engkau pun juga membutuhkan…

Lalu dengan apa hendak kami balas semua itu…??
Kami berhutang budi padamu… 
Hanya do’a yang dapat kami hadiahkan untukmu…
Karena hanya Allah yang mampu membalas banyaknya kebaikanmu…
Maafkanlah kesalahan kami……
Mulut kami yang sering menggores hati…
Sikap kami yang acap kali menyakiti…
Tangan kami yang ringan atau sekadar bermuka masam…
Maafkanlah kami, wahai saudara-saudara kami sekalian….

Sekarang…
Tak terasa lima tahun sudah kami di sini. 
Dengan susah payah kami lalui onak dan duri.. 
Hingga kami pun mampu mengukir sejarah hidup kami…

Perputaran waktu-pergantian hari
Entah kenapa serasa cepat sekali
Seakan baru kemarin lusa terjadi
Kedatangan kami di pondok ini

Sekarang di penghujung cerita
Kesempatan kami sudah tak lama
Hanya menungu waktunya tiba
saat kami tinggalkan semua

Tahukah engkau apa yang kami rasa?
Gelegak kuat dalam dada
Sedih, kalut dan bahagia
Melebur menjadi satu warna
Kami pun tak tahu namanya apa
Kata yang tepat tidak ada
Tapi yang jelas itu semua
Beban berat yang kami bawa

Suara tak bisa lantang
Mulut bagai terkekang

Hanya bisa isyarat mata
Dengan linangan air di pelupuknya

Masih ingat terkenang
Masih jelas terbayang

Dahulu pernah kita
Satu sampan bersama

Badai kita lalui
Gelombang kita lampaui

Sampai pelabuhan yang terakhir
Kita pun tidak terlalu khawatir

Karena atap masih satu
gerak langkah masih padu

Namun kita tak mampu tepiskan
Ketetapan takdir yang berjalan

Akhirnya biduk tertumbuk
Dayung pun telah tertumpuk

Kita kan berpisah
Kami kan melangkah

Ingat-ingatlah kami
Yang pernah hidup di tempat ini

Kenang-kenanglah kami
Yang pernah ada di kisah ini…

Memang, terlalu cepat kami mengucapkan kata perpisahan sedangkan kami masih punya waktu satu tahun ke depan. Namun satu tahun itu bukanlah waktu yang lama, ia akan belalu tanpa terasa.

Hari ini, kami laksana penyu-penyu kecil yang baru saja menetas. Di hadapan kami terhampar luas samudera lepas, gelombang ganas dan pemangsa-pemangsa buas yang siap menerkam, menggulung habis kami sekalian.

Di luar sana, fitnah dunia bagai potongan malam gelap gulita. Yang akan menyesatkan setiap orang yang berjalan tanpa cahaya. Ada banyak ujian yang mungkin saja tidak ada di zaman guru-guru kami dahulu, namun sekarang tumbuh subur bagai jamur di musim penghujan.

Tawaran fasilitas adalah musibah tersendiri bagi kami..
Menggetarkan lutut dan jari-jemari…
Kami khawatir kami tak berdaya …
Kami takut seandainya itu menimpa…
Hingga kami lupa…
Dan kami pun tersungkur dalam petaka… 
Hati yang lemah ini dihadapkan pada berbagai macam godaan..
Kemudahan dan kemegahan dunia ada di ujung lisan ..
Tinggal mengatakan: ”Ya, saya terima…” akan sulit mempertahankan
Kesederhanaan yang selama ini kami perjuangkan.

Belum lagi fitnah perpecahan dalam barisan penyeru kebenaran. Yang bermula dari hawa nafsu keduniaan. Membutakan banyak da’i, menghilangkan banyak hati nurani. Sampai seorang murid tega mendiamkan gurunya, seorang anak lancang mencela orang tua yang telah mendidik dan membesarkannya.

Fitnah-fitnah itu tentunya akan kami selami, ujian-ujian itu cepat atau lambat akan kami jumpai. Oleh karena itu,

Do’akanlah kami, agar kami tetap teguh dalam agama ini…
Do’akanlah kami, agar langkah kaki kami tak keluar dari jalan ini…
Do’akanlah kami, agar hidayah Allah tetap di hati kami…

يا مقلب القلوب ثبت قلوبنا على دينك، يا مصرف القلوب صرف قلوبنا على طاعتك، ربنا أفرغ علينا صبرا وثبت أقدامنا وانصرنا على القوم الكافرين،اللهم لا تجعل مصيبتنا في ديننا ولا تجعل الدنيا أكبر همنا ولا مبلغ علمنا،اللهم باركنا في علمنا و وقتنا و جميع أمورنا، واجعلنا مباركا أينما كنا، واجعلنا مفتاحا للخير و مغلاقا للشر،ربنا آتنا في الدنيا حسنة و في الأخرة حسنة و قنا عذاب النار.
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه و سلم.السلام عليكم و رحمة الله و بركاته.

Ditulis oleh:
Zahirman Edri Abu Zaid al-Minangkabawi
Srowo, 18 Ramadhan 1437 H

Tulisan ini adalah naskah perpisahan yang disampaikan oleh penulis sendiri pada acara perpisahan akhir tahun dan penerimaan raport di hadapan seluruh pengajar dan santri ma’had al-Furqon dari berbagai marhalah di masjid Jami’ Sulthan adz-Dzakari pada tanggal 20 Ramadhan 1437 H. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar