Bangga dengan nenek moyang adalah sebuah penyakit. Namun, penyakit itu tetap saja ada pada setiap zaman. Betapa banyak orang yang menjadi congkak dan sombong karena keturunan.
“Saya keturunan raja, saya berdarah biru.” “Saya cucu kiay dan ulama.” “Saya ahlul bait, panggil saya habib.” “Saya anak orang kaya, bapak saya orang hebat.”
Padahal, itu adalah perangai jahiliyah. Dari Abu Malik al-Asy’ari bahwasanya Nabi bersabda:
أَرْبَعٌ فِى أُمَّتِى مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِى الأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِى الأَنْسَابِ وَالاِسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ
“Empat perkara yang masih dikerjakan umatku dari perkara jahiliyah yang belum ditinggalkan; bangga dengan keturunan, mencela nasab, meminta hujan dengan bintang dan nihayah.” (HR. Muslim: 934)
Imam al-Munawi menjelaskan dalam Faidhul Qadir:
“Sabda beliau ‘bangga dengan keturunan’, yaitu bangga dengan nenek moyang, merasa besar dengan keutamaan dan kedudukan mereka yang sudah berlalu, jelas ini adalah sebuah kebodohan. Tidak ada kebanggaan kecuali dengan ketaatan dan tidak ada kemuliaan bagi seorang kecuali dengan beriman kepada Allah.”
Tinggalkanlah hal itu, bagunlah kemuliaan diri kita dengan ketaatan kita sendiri.
إِنَّ الفَتَى مَنْ يَقُوْلُ هَا أَنَذَا
لَيْسَ الفَتَى مَنْ يَقُوْلُ كَانَ أَبِي
Pemuda sejati ialah yang berkata: “Inilah aku.” Bukan yang mengatakan: “Bapakku dahulu begini dan begitu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar