Jika kita memperhatikan, tidak sedikit orang yang lebih memilih menjadi bayang-bayang orang lain ketimbang menjadi pribadi sendiri.
Contoh mudah, ketika Pak Jokowi jadi Presiden, saya yakin orang-orang yang mengenal beliau juga turut bahagia dan bangga. Mungkin saja, tukang sayur tempat beliau biasa membeli sayur akan mengatakan dengan bangga: “Saya ini loo, juga dikenal Pak Jokowi… Kalau tidak percaya, coba aja tanya sama dia.”
Sering kita mendengar seorang menyebut dan membangga-banggakan kakek atau neneknya. “Kakek saya dahulu adalah seorang dermawan, sehingga dikenal oleh orang sekampung.”
Begitulah sebagian orang, bangga dengan kebesaran orang lain. Sebagian anak bahkan menjadi sombong karena kekayaan orang tuanya. Sebagian lain menjadi sok berkuasa disebabkan ia anak Walikota. Padahal, yang kaya dan berkuasa itu bukan dia, tapi bapaknya.
Kita semua bisa mengatakan: “Saya pernah kenal dengan Fulan. Saya pernah berteman dengan Alan.” Tetapi hal itu bukanlah kebanggaan. Kebanggaan yang sesungguhnya adalah kitalah yang menjadi orang sukses. Dan perlu dipahami, bahwa kesuksesan itu bukan duit atau jabatan, tapi bagaimana kita bisa bermanfaat untuk orang lain. Disenangi karena keramahan, dikenang karena kedermawanan. Persis seperti kata orang-orang tua dahulu:
Pulau pandan jauh di tengah
Di balik pulau angsa dua
Habis badan dikandung tanah
Budi baik terkenang jua
Oleh sebab itu, mari menjadi orang sukses. Ubah wajah Anda yang cemberut menjadi tersenyum. Ubah wajah yang murung menjadi ceria. Ubah watak Anda yang kikir menjadi dermawan. Ubah tabiat Anda yang pemarah menjadi penyantun. Ingatlah sabda Nabi:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحَاسِنُهُمْ أَخْلاقًا
Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. (HR.Thabrani, Mu’jamus Shagir: 605 dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahih 2/389). Semoga bermanfaat. Zahir al-Minangkabawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar