Kamis, 31 Mei 2018

MEMPERBANYAK BERDO'A KETIKA BERPUASA


Satu keutamaan bagi orang-orang yang tengah berpuasa yaitu do'anya mustajab. Dan itu merupakan janji Allah subhanahu wata'ala, karena Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

ثَلاثَةٌ لا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ 

"Tiga golongan yang tidak akan ditolak do'anya; seorang imam yang adil, seorang yang berpuasa tatkala berbuka dan do'anya orang yang terzalimi." (HR. Tirmidzi: 2525)

Dan perlu diketahui bahwa terkabulnya do'a tidak harus dengan diperolehnya apa yang diminta. Akan tetapi, bentuk pengabulan do'a itu ada tiga bentuk sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ ، وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ : إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا 

"Tidaklah seorang muslim berdo'a dengan sebuah do'a yang tidak dosa dan tidak pula do'a memutus silaturahmi melainkan akan diberikan satu dari tiga bentuk: bisa jadi disegerakan do'a tersebut di dunia, atau Allah simpan baginya untuk di akhirat, atau Allah hindarkan dirinya dari keburukan yang setara dengan do'anya itu." (HR. Ahmad: 17/213)

Oleh sebab itu, bagi kita yang tengah berpuasa dan apalagi menjelang berbuka hendaknya memperbanyak do'a, minta semuanya kepada Allah dari kebaikan dunia dan akhirat. Sebutkan semua harapan dan kebutuhan kita, karena Allah maha kaya. Kemudian yakinlah bahwa Allah pasti mengabulkannya dengan salah satu dari tiga bentuk pengabulan do'a. Zahir al-Minangkabawi

SALAFUS SHALIH - MENGHARAPKAN AR-RAYYAN


Disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah, bahwa sebagian orang-orang shalih terdahulu mengatakan sebuah ungkapan indah yang dapat dijadikan pedoman bagi seorang yang menginginkan kesuksesan yang sejati. Mereka mengatakan:

طُوْبَى لِمَنْ تَرَكَ شَهْوَةً حَاضِرَةً لِمَوْعِدٍ غَيْبٍ لَمْ يَرَهُ

"Beruntunglah orang yang meninggalkan syahwat yang ada di hadapannya, karena mengharap janji Allah yang tidak tampak di hadapannya." (Lathaif al-Ma'arif: 288) alih bahasa: Rahmat, Padang

_____________________

Kebanyakan dari balasan baik itu bersifat tertunda dan tidak dapat diindra. Karena hikmah yang besar yaitu untuk memisahkan antara orang-orang yang benar-benar beriman terhadap yang ghaib dengan mereka yang hanya bisa mengucapkan dengan lisan.

Seorang muslim sejati berpuasa karena perintah sekaligus mengharapkan janji Allah, bukan karena terbawa suasana dimana orang-orang sekitarnya berpuasa. Ia meninggalkan syahwat makan, minum,  dst, karena mengharap dapat masuk surga melalui sebuah pintu yang bernama Ar-Rayyan.

Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِنَّ فِى الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang disebut ar-rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain mereka tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang berpuasa.” Lantas mereka pun berdiri, selain mereka tidak akan memasukinya. Jika mereka telah memasukinya, maka akan tertutup sehingga setelah itu tidak ada seorang pun yang memasukinya” (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152).

Di dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 فِى الْجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ ، فِيهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّانَ لاَ يَدْخُلُهُ إِلاَّ الصَّائِمُونَ

“Surga memiliki delapan buah pintu. Di antara pintu tersebut ada yang dinamakan pintu Ar Rayyan yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa” (HR. Bukhari no. 3257).

Jadi, beginilah seorang muslim atau muslimah sejati. Tergiur dengan ganjaran yang telah dijanjikan. Mereka adalah orang-orang cerdas, mengorbankan kenikmatan yang sedikit dan semu untuk mendapatkan kenikmatan yang besar dan abadi. Berpuasa bukan karena ikut-ikutan namun karena keimanan dan mengharap balasan ilahi. Zahir al-Minangkabawi

Rabu, 30 Mei 2018

PELAJARAN AKIDAH DARI SYARIAT MENYEGERAKAN BERBUKA


Miris memang, ketika kita melihat umat Islam yang ikut-ikutan meniru orang-orang non Islam. Baik dari model berpakaian, gaya bergaul, pola pikir, dst. Akhirnya, saat kita berada di tempat-tempat umum seperti pasar, bandara, terminal, jalanan, dst, kita tak dapat lagi membedakan antara muslim dengan yang bukan.

Padahal di dalam Islam salah satu syariat yang harus dipegang erat yaitu menyelisihi orang-orang kafir. Bahkan, kemulian serta kehinaan umat berbanding lurus dengan sikap umat Islam itu sendiri terhadap syari'at ini. Dalam banyak hal baik besar seperti akidah, maupun hal kecil.

Coba renungkan, dalam urusan berbuka puasa saja, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kita untuk menyegerakannya. Tujuannya untuk apa?  Salah satunya adalah untuk menyelisihi orang-orang kafir. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ لأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ

Islam akan senantiasa jaya ketika manusia (kaum muslimin) menyegerakan waktu berbuka karena Yahudi dan Nashrani mengakhirkannya.” (HR. Abu Daud: 2353, Shahih Abi Dawud: 2063)

Dalam hadits ini selain terdapat perintah menyegerakan berbuka untuk menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nasrani, terdapat pula keterangan sebab kejayaan dan kemuliaan Islam yaitu ketika pemeluknya menyelisihi kebiasaan orang-orang ahlul kitab tersebut. Artinya juga, bahwa sebaliknya sebab kehinaan umat Islam adalah ketika mereka tidak mau menyelisi atau malah mengikuti dan meniru mereka.

Para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini memahami betul hal ini. Amr bin Maimun pernah mengatakan:

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَ النَّاسِ إِفْطَارًا وَأَبْطَأَهُمْ سَحُوْرًا

"Para sahabat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah orang-orang yang paling bersegera berbuka dan paling lambat (mengakhirkan) sahur." (Zadul Muslim: 4/568)

Sehingga karena sikap mereka itulah, mereka menjadi umat terbaik. Punya harga diri dan mulia. Sejarah kehidupan mereka tekenang manis sampai hari ini.

Sebenarnya ibadah puasa Ramadhan ini memberikan pelajaran tentang pentingnya menyelisihi orang-orang kafir. Seorang muslim punya harga diri dan kemulian, Islam lebih mulia dari apa yang ada pada mereka. Pantang untuk mengagumi, apalagi untuk meniru dan mengikuti mereka. Oleh sebab itu mari menyelisihi orang-orang kafir diantaranya dengan menyegerakan berbuka puasa. Zahir al-Minangkabawi

MANDI DAN MENDINGINKAN BADAN SAAT BERPUASA


Bulan Ramadhan adalah bulan perjuangan. Di tengah terik mentari yang menyengat dan rasa dahaga, apalagi jika kita harus bekerja diluar rumah, berat memang tapi kita harus tetap bersabar menahan sampai matahari tenggelam. Lalu bagaimana solusinya, apakah kita tidak boleh mendinginkan badan?

Jika kita membaca hadits-hadits Nabi, kita akan tahu bahwa ternyata apa yang kita rasakan, juga dirasakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan inilah yang dilakukan beliau shallallahu alaihi wasallam, yaitu mendinginkan badan.

Dari Abu Bakar bin Abdurrahman, ia mengatakan bahwa seorang sahabat Nabi yang menyampaikan hadits kepadanya menceritakan:

لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَرْجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ، وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطَشِ، أَوْ مِنَ الْحَرِّ

"Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di 'Arj mengguyurkan air ke atas kepalanya padahal beliau sedang berpuasa, untuk menghilangkan rasa dahaga atau panasnya." (HR. Abu Dawud: 2365)

Imam Bukhari dalam kitabnya setelah menuliskan judul: "Bab mandinya orang yang berpuasa," menyebutkan sebuah atsar dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu. Beliau menyebutkan:

بَلَّ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ثَوْبًا فَأَلقَى عَلَيْهِ وَهُوَ صَائِمٌ

"Ibnu Umar radhiyallahu anhuma pernah membasahi sebuah baju kemudian memakainya, padahal ia sedang berpuasa." (Shahih Bukhari hlm. 380)

Oleh sebab itu, jika memang panas tengah terik dan kita merasa dahaga, boleh untuk mendinginkan badan, baik dengan mandi, menguguyurkan air, dst untuk mengurangi panas dan rasa haus. Zahir al-Minangkabawi

IMAM MUJAHID - GHIBAH DAN DUSTA SAAT BERPUASA


Imam Mujahid rahimahullah, salah seorang ulama rujukan dalam tafsir di zaman tabi'in. Beliau rahimahullah pernah mengatakan:

خَصْلَتَانِ مَنْ حَفِظَهُمَا سَلِمَ لَهُ صَوْمُهُ : الغِيْبَةُ والكَذِبُ

"Ada dua kebiasaan buruk yang barang siapa menjaga diri darinya maka puasanya akan selamat yaitu bergunjing serta berdusta." (Umdatul Qari': 10/394) alih bahasa atsar: Fahmi Idris, Bekasi
___________________

Puasa itu bisa rusak dan bahkan bisa jadi tidak memberikan apa-apa selain rasa lapar dan dahaga. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ

Betapa banyak orang berpuasa yang tidak ada bagian dari puasanya kecuali hanya lapar semata.” (HR. Ibnu Majah: 1690)

Apa sebabnya? Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjelaskan:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalannya, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumannya.” (HB. Bukhari: 1903)

Oleh sebab itu, berhati-hatilah dengan ghibah dan perkataan dusta, karena keduanya adalah sebab rusaknya puasa kita.

Selasa, 29 Mei 2018

KHULAID AL-'ASHARI DAN BERTADARUS AL-QUR'AN (KabaUrangDulu031)


Diriwayatkan dari Khulaid al-'Ashari rahimahullah maula Ummu Darda', bahwasanya ia pernah mengatakan:

إِنَّ لِكُّلِ شيءٍ زِيْنَةً وَإِنَّ زِيْنَةَ المَسَاجِدِ المُتَعَاوِنُوْنَ عَلَى ذِكْرِ اللهِ

"Sesungguhnya segala sesuatu memiliki perhiasan dan perhiasan masjid-masjid adalah orang-orang yang saling tolong menolong dalam berdzikir kepada Allah." (Hilyatul Auliya': 3/233) alih bahasa atsar: Dian Santosa
_________________

Dzikir yang paling utama secara mutlak adalah membaca al-qur'an. Bertadarus al-qur'an; saling membaca dan mempelajarinya, itulah yang harus digalakkan di setiap masjid, bukan malah paduan suara untuk bernyanyi bersama-sama. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

"Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu di antara rumah-rumah Allah, mereka membaca al-qur'an serta saling mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, diliputi oleh rahmat, dinaungi para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi-Nya." (HR. Muslim: 2699)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa berkumpul bersama membaca al-qur'an ada beberapa bentuk:

Pertama, membaca bersama dengan satu suara. Hal ini jika dalam rangka pembelajaran maka dibolehkan namun jika dalam rangka ibadah maka tidak boleh, termasuk ibadah yang tidak ada tuntunannya.

Kedua, membaca secara bergantian. Satu orang membaca sedangkan yang lainnya mendengarkan kemudian digantikan orang kedua, ia membaca yang lain mendengarkan, dan begitu seterusnya. Cara ini diperbolehkan, pahala orang yang mendengarkan sama dengan orang yang membaca.

Ketiga, membaca sendiri-sendiri tanpa memperdengarkan kepada yang lain. Cara ini pun dibolehkan.

Lihat penjelasan lengkapnya dalam kitab Syarh al-Arba'in an-Nawawiyah hlm. 393-394

Oleh sebab itu, mari membaca dan bertadarus al-qur'an, menghiasi masjid dengan dzikir yang paling utama. Tapi, tentunya tidak perlu juga memakai speker luar masjid sehingga mengganggu orang lain. Cukup untuk di dalam masjid saja.

Senin, 28 Mei 2018

SYAIKH ABDURRAHMAN AS-SA'DI (KabaUrangDulu030)


Adakah rasa belas kasih di hati kita? Lihat tandanya. Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-sa'di rahimahullah mengatakan:

وَعَلاَمَةُ الرَّحْمَةِ المَوْجُوْدَةِ فِيْ قَلْبِ العَبْدِ أنْ يَكُونَ مَحِّبًا لِوصُولِ الخَيْرِ لِكَافَّةِ الخَلْق عُمُومًا، وَلِلمُؤمِنِينَ خُصُوصًا، كَارَهًا حُصُولَ الشَرِّ وَالضَّرَرِ عَلَيهِمْ

"Tanda adanya belas kasih di hati seorang hamba, ia senang berbuat baik kepada semua makhluk, terutama kepada orang-orang mukmin, dia benci berbuat buruk dan menyakiti mereka." (Bahjah Qulubil Abrar: 170) alih bahasa atsar: Muliani

____________________

Seperti satu tubuh, demikianlah perumpamaan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bagi sesama orang mukmin dalam hal kasih sayang dan kecintaan mereka. Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

"Permisalan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, kasih sayang,  dan rasa simpati mereka seperti satu tubuh. Apabila satu anggota tubuhnya merasa sakit maka semuanya akan turut  terjaga semalaman dan merasa panas demam." (HR. Bukhari: 5665, Muslim: 2586)

Seorang mukmin, ketika melihat saudaranya, ia melihat dengan padangan kasih sayang. Jika saudaranya terjerumus dalam maksiat ia bukan malah menjauhi serta berlaku kasar padanya. Akan tetapi, justru sebaliknya, ia dekati kemudian ia bantu agar saudaranya dapat kembali.

Ingat, bahwa kita ingin menjadi hamba terbaik. Menjadi orang shalih dan mushlih yaitu menjadi pribadi yang baik sekaligus memperbaiki. Tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Terlalu egois, jika kita hanya memikirkan diri sendiri kemudian tidak peduli. Hidup di dunia hanya sekali, jadikanlah ia lebih berarti.

Minggu, 27 Mei 2018

IBNUL MUNKADIR


Muhammad bin al-Munkadir,  seorang imam yang pernah dikatakan oleh Imam Malik rahimahullah sebagai sayyidul qurra' (w: 130H), beliau yang dikenal dengan Ibnul Munkadir rahimahullah pernah mengatakan:

الصَائِمُ إِذَا اغْتَابَ خَرَّقَ، وَ إِذَا اسْتَغْفَرَ رَقَعَ 

"Seorang yang sedang berpuasa jika mengumpat dan memfitnah maka dia telah menyobek, apabila dia beristighfar maka ia telah menambalnya." (Jamiul Ulumi wal Hikam: 803) alih bahasa atsar: Ismianti, Bogor

_________________

Puasa itu adalah perisai, yang akan melindungi dan menghalangi seorang dari perbuatan maksiat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ

"Puasa adalah perisai, maka jangan mengatakan ucapan yang keji dan melakukan perbuatan bodoh. Bilamana ada seorang mengajak bertengkar dan mencaci maki maka katakanlah: 'Aku sedang berpuasa.'" (HR. Bukhari: 1894)

Karena ia perisai, makanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan seorang yang sedang puasa untuk menjaga lisan dan menahan emosinya agar perisainya itu tidak rusak.

Oleh sebab itu, jagalah perisai itu jangan sampai ia rusak dan berlubang. Jaga lisan agar tidak menfitnah, mengumpat, dst, tahan emosi. Jika terlanjur mengucapkan perkataan yang tidak pantas, segeralah untuk bertaubat dan beristighfar agar perisai itu kembali tertambal.

Sabtu, 26 Mei 2018

ORANG KAYA YANG SESUNGGUHNYA


Menjadi orang kaya sejati, sebenarnya tidak ada kaitannya dengan jumlah uang yang kita miliki. Karena kaya yang sesungguhnya bukan kaya harta, tetapi kaya hati. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sebuah sabdanya mengatakan:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

"Kaya itu bukanlah dengan banyaknya harta benda. Akan tetapi kaya yang sesungguhnya adalah kaya hati." (HR. Bukhari: 6081)

Oleh sebab itu, barang siapa yang hatinya penuh dengan sifat qana'ah sehingga ia mampu senantiasa bersyukur dan ridha terhadap nikmat Allah, harta dapat membantu dirinya berjalan menuju Allah, melaksanakan ketaatan, maka dialah orang kaya yang sesungguhnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ ، وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ

"Jauhilah segala sesuatu yang haram maka engkau akan menjadi manusia yang paling ahli ibadah. Dan ridhalah terhadap pembagian Allah untuk dirimu maka engkau akan menjadi manusia yang paling kaya." (HR. Tirmidzi: 2305, ash-Shahihah: 2/637)

Dengan demikian, seberapa besar sifat qana'ah dalam hati maka sebesar itu pula kekayaan yang kita miliki. Sebaliknya jika sifat qana'ah tidak ada, selalu merasa kurang, harta malah membuat kita tidak mampu bersyukur. Ibadah berantakan, silaturrahmi putus, semakin hari semakin disibukkan oleh harta hingga lupa siapa dan untuk apa kita diciptakan.

Uang dan segala harta tidak mampu membuat kita mendekat kepada Allah, masjid semakin terasa jauh, menuntut ilmu agama sudah tidak ada lagi dalam kamus perencanaan kita.

Jika demikan, maka meski kita mempunyai harta benda berlimpah, rumah mewah, penghasilan besar, ketahuilah bahwa kita-lah orang miskin yang sebenarnya. Kita-lah yang patut dikasihani. Karena kita sedang dipasung oleh dunia, tapi kita tidak sadar. Zahir al-Minangkabawi

Jumat, 25 Mei 2018

TIDAK ADA KURMA, AIR PUTIH SAJA!


Berbuka puasa adalah ibadah, diantara sunnahnya adalah berbuka dengan perbukaan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Anas bin Malik radhiyallahu anhu mengatakan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى رُطَبَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَتُمَيْرَاتٌ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تُمَيْرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

"Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum shalat dengan ruthab,  jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan tamr, dan jika tidak ada tamr, beliau meminum seteguk air.” (HR. Abu Dawud: 2356)

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menerangkan urutan dalam berbuka. Pertama dengan ruthab yaitu kurma basah. Inilah santapan berbuka puasa yang paling utama. Jika tidak ada maka dengan tamr yaitu kurma kering. Dan jika tidak ada keduanya maka berbukalah dengan air putih biasa.

Demikianlah agama kita, sangat mudah dan tak sedikitpun memberatkan. Sederhana saja, tidak perlu menyiapkan hidangan tertentu, tidak perlu beli ini dan itu, maka dari sana siapapun kita niscaya mampu melakukan sunnah nabi ini.

Anda yang punya kelapangan rezeki, belilah kurma. Jika tidak mampu maka cukuplah dengan air putih saja. Tidak perlu memberatkan diri, tidak perlu juga bersedih melihat perbukaan orang lain. Karena yakinlah bahwa semua yang sesuai sunnah itu pasti lebih baik.

Tidak perlu juga mencari pengganti kurma berupa makanan yang manis. Ucapan; "Berbukalah dengan yang manis-manis," bukan hadits Nabi. Itu hanya iklan televisi. Oleh sebab itu, memang yang terbaik adalah apa yang disebutkan dalam hadits Nabi tadi. Ingat, segala sesuatu yang sesuai dengan sunnah pasti lebih baik. Zahir al-Minangkabawi

PEMBEBASAN DARI NERAKA



Bulan Ramadhan adalah bulan dimana Allah membebaskan para hamba-Nya dari neraka. Dan ternyata, tidak hanya sepuluh hari terakhir, tetapi setiap hari selama sebulan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عُتَقَاءَ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ - يَعْنِي: فِي رَمَضَانَ – وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً

"Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta'ala memiliki hamba-hamba yang dibebaskan pada setiap siang dan malam (yaitu: di bulan Ramadhan). Dan bagi setiap muslim pada setiap harinya memiliki doa yang mustajab." (Shahih at-Targhib: 1002)

Dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ، وَمَرَدَةُ الجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ

Pada awal malam bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru: ‘wahai penggemar kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar keburukan, tahanlah dirimu’. Allah pun memberikan pembebasan dari neraka bagi hamba-Nya. Dan itu terjadi di setiap malam.” (HR. Tirmidzi 682, Shahihul Jami': 759)

Sekarang, kembali ke diri kita masing-masing. Tergiurkah kita dengan ganjaran ini ataukah tidak. Di sisi lain, kita menyadari bahwa tidak ada diantara kita yang bisa menjamin keselamatan. Kita insaf betul bahwa semua kita siapapun pasti berlumur dosa. Karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mengatakan:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

"Setiap anak Adam pasti bersalah dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat." (HR. Tirmidzi: 2499, dihasankan oleh Syaikh al-Albani)

Oleh sebab itu, alangkah baiknya bila kesempatan ini tidak kita biarkan begitu saja. Mari menjemput pembebasan itu. Waktu terus berlalu, hari berganti hari, sebentar lagi tanpa terasa kita akan mengatakan betapa cepatnya Ramadhan berjalan. Maka sebelum penyesalan itu datang, mari kita mulai sekarang. Allah berfirman:

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali Imran: 133)

Kamis, 24 Mei 2018

IMAM SYAFI'I DAN KEDERMAWANAN DI BULAN RAMADHAN (KabaUrangDulu028)


Muhammad bin Idris, itulah nama dari Imam Asy-Syafi'i. Hafalkan nama beliau, karena sekarang banyak orang yang mengaku-ngaku mengikuti madzhab Syafi'i namun jangankan membaca kitab-kitab beliau, nama beliau saja tidak mereka kenal. Akhirnya terjadilah yang terjadi. Mengaku bermadzhab syafi'i akan tetapi amalan mereka sangat jauh menyimpang dari madzhabnya Imam Syafi'i yang sebenarnya.

Imam Asy-Syafi'i rahimahullah dalam sebuah petikan kalimatnya berkaitan dengan bulan Ramadhan, beliau menuturkan:

أُحِبُّ لِلرَّجُلِ الزِّيَادَةَ بِالجُوْدِ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ إِقْتِدَاءً بِرَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمُ وَلِحَاجَةِ النَّاسِ فِيْهِ إِلَى مَصَالِحِهِمْ وَلِتَشَاغُلِ كَثِيْرٍ مِنْهُمْ بِالصَّوْمِ والصَّلَاةِ عَنْ مَكَاسِبِهِمْ

"Aku suka, hendaknya seseorang itu bertambah kedermawanannya di bulan Ramadhan guna meneladani Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan karena kebutuhan manusia akan hal itu untuk kemaslahatan hidup mereka serta karena tersibukkannya kebanyakan mereka dengan puasa dan sholat dari pekerjaan (urusan dunia)." (Lathaiful Ma'arif: 315) alih bahasa atsar: Nunung Nuryani, Bogor
__________________________

Benar, sungguh sangat dianjurkan untuk menjadi orang yang lebih dermawan,  bersedekah menyisihkan sebagian harta di bulan Ramadhan yang mulia. Rasullullah shallallahu alaihi wasallam pernah ditanya tentang sedekah yang paling afdhal, maka beliau menjawab:

أَفْضَلُ الصَدَقَةِ صَدَقَةٌ فِي رَمَضَانَ

"Sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan Ramadhan." (HR. Tirmidzi: 663)

Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau adalah sosok yang dermawan, dan bertambah kedermawanan beliau itu tatkala di bulan Ramadhan. Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menuturkan:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Rasulullah adalah manusia yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan. Bulan dimana Jibril menemuinya pada setiap malam Ramadhan untuk mengajari al-Qur’an. Rasulullah lebih dermawan dalam kebaikan dari pada angin yang berhembus.” (HR. Bukhari: 6)

Oleh sebab itu, jadilah seperti angin yang berhembus, menjadi lebih dermawan di bulan Ramadhan. Banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita. Jangan tunda, karena kita tidak tahu apakah masih akan merasakan bulan Ramadhan berikutnya ataukah tidak.

KADAR BACAAN IMAM KETIKA SHALAT TARAWEH


Jika kita menengok ke belakang, di zaman terbaik dari sejarah kehidupan umat Islam, kita akan menemukan semangat dan kekuatan yang luar biasa dalam menunaikan ibadah shalat taraweh. Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan:

كَانَ عُمَرُ قَدْ أَمَرَ أُبَيْ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيْمًا الدَّارِي أَنْ يَقُوْمَا بِالنَّاسِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فَكَانَ القَارِىء يَقْرَأُ بِالمِائَتَيْنِ فِي رَكْعَةٍ حَتَّى كَانُوْا يَعْتَمِدُوْنَ عَلَى العَصَى مِنْ طُوْلِ القِيَام وَمَا كَانُوْا يَنْصَرِفُونَ إِلَّا عِنْدَ الفَجْرِ وفي رواية: أَنَّهُمْ كَانُوا يَرْبطُوْنَ الحِبَالَ بَيْنَ السَوَارِي ثُمَّ يَتَعَلَّقُوْنَ بِهَا 

"Umar bin Khaththab memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim ad-Dari untuk mengimami orang-orang pada bulan Ramadhan. Imam membaca dua ratus ayat dalam satu rakaat, sampai-sampai mereka harus bertumpu pada tongkat karena panjangnya berdiri. Dan mereka baru selesai menjelang fajar. Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa mereka mengikatkan tali temali diantara dinding-dinding kemudian mereka bergelantungan dengan tali-tali tersebut." (Lathaiful Ma'arif: 316 cet. Dar Ibni Katsir, Beirut)

Demikian berlanjut ke generasi berikutnya yaitu zaman tabi'in, meski tidak sebanyak di zaman Umar. Mereka membaca surat al-Baqarah sempurna dalam delapan rakaat. Jika ada imam yang menyelesaikan surat al-Baqarah dalam dua belas rakaat maka mereka akan menganggap imam tersebut telah meringankan shalat. (Lihat: Lathaiful Ma'arif: 316)

Subnallahu, itulah potret generasi salafunas shalih. Akan tetapi, demikianlah perjalanan waktu. Zaman bergulir bersamaan dengan tergerusnya semangat manusia dalam menunaikan ibadah. Sehingga, jika seandainya hal itu juga dilakukan pada zaman sekarang tentu imam tidak punya teman. Paling satu dua orang saja yang sanggup, sedangkan kebanyakan jamaah lebih memilih shalat tarawih dirumah atau tempat lain karena memberatkan.

Dari sana perlu menimbang antara mashlahat dan mafsadat serta memperhatikan maqashid syar'iyah. Hukum terkadang bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman. Oleh sebab itulah patokan untuk panjang bacaan imam dalam shalat taraweh dikembalikan kepada kesanggupan jamaahnya. Sehingga berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Inilah yang diterangkan oleh Al-Imam al-Faqih al-Kasani rahimahullah, ia mengatakan:

وَأَمَّا فِي زَمَانِنَا فَالأَفْضَلُ أَنْ يَقْرَأَ الإِمَامُ عَلَى حَسَبِ حَالِ القَوْمِ، فَيَقْرَأ قَدْرَ مَا لَا يُنَفِّرُهُم عَنِ الجَمَاعَةِ، لِأَنّ تَكْثِيْرَ الجَمَاعَة أَفْضَلُ مِنْ تَطْوِيْلِ القِرَاءَةِ.

"Adapun di zaman kita maka yang lebih afdhal adalah seorang imam membaca ayat sesuai dengan keadaan kaumnya (jama'ah). Ia membaca ayat dengan kadar yang tidak membuat mereka lari dari jama'ah. Karena, memperbanyak jumlah jama'ah lebih afdhal daripada memperpanjang bacaan." (Diterjemahkan dari Tweet Syaikh Dr. Abdul Aziz as-Sadhan hafizhahullah tanggal 21 Mei 2018)

Oleh sebab itu, bagi Anda yang menjadi imam pada shalat taraweh, perhatiankanlah kondisi jama'ah. Bacalah sesuai dengan kemampuan mereka. Jangan terlalu panjang sehingga membuat jamaah merasa berat untuk melakukan shalat taraweh berjama'ah. Zahir al-Minangkabawi

Rabu, 23 Mei 2018

IMAM AZ-ZUHRI (KabaUrangDulu027)


Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri rahimahullah, seorang imam dalam hadits dan termasuk generasi tabi'in. Disebutkan oleh para ulama tentang apa yang beliau lakukan pada saat masuk bulan Ramadhan, di antaranya yaitu apa yang disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab rahimahullah:

وَكَانَ الزُّهْرِيُّ إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ قَالَ؛ فَإِنَّمَا هُوَ تِلاَوَةُ الْقُرْآنِ، وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ

"Dahulu Az-Zuhri ketika masuk bulan Ramadhan mengatakan: Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan membaca al-Qur'an dan memberi makan.'" (Lathaiful Ma'arif :318) alih bahasa atsar: Hendri

_________________

Bulan panen pahala bagi orang yang benar sungguh dan jujur dengan niatnya. Disamping berpuasa dan amalan wajib lainnya, disyari'atkan memperbanyak membaca al-qur'an dan memberi makan kepada orang lain, terutama untuk santapan berbuka mereka. Karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ ، غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Barang siapa yang memberi makan seorang yang berpuasa untuk berbuka, maka baginya pahala semisal pahala orang itu tanpa dikurangi dari pahalanya sedikit pun.” (HR. Tirmidzi: 807)

Oleh sebab itu, bagi Anda yang berkelapangan rezki, ini adalah bulan untuk meraup keuntungan besar. Jangan sia-siakan, berikan makanan pada orang yang sedang berpuasa agar Anda mendapatkan pahala semisal pahala mereka.

Selasa, 22 Mei 2018

DOA BERBUKA PUASA


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika berbuka puasa, beliau mengucapkan:

 ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

"Telah hilang dahaga, telah basah tenggorokan, dan telah tetap pahala in syaa Allah." (HR. Abu Dawud: 2357, Hadits hasan)

"Tsabatal ajru (telah tetap pahala)" beliau ucapkan sebagai bentuk optimisme. Dan ucapan beliau "In syaa Allah" agar tidak memastikan bahwa beliau mendapatkan pahala sedang beliau tidak tahu hakikat yang sesungguhnya. Apakah diterima atau tidak. Dan juga agar tidak merasa ujub dengan amalan.

Di dalam dzikir ini ada penggabungan antara pengakabaran tentang kenyataan yang ada sebagai bentuk pengingat diri akan nikmat Allah dengan hilangnya rasa dahaga dan basahnya tenggorokan dan antara berbaik sangka kepada Allah serta menghalangi sifat ujub. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

BETAPA BESARNYA KESEMPATAN INI


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ ، وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ

"Apabila telah datang bulan Ramadhan maka dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka, dan dibelenggu para setan." (Muttafaqun 'alaihi)

AKU SEDANG BERPUASA


Dari Abu Hurairah radhiyallahu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda: "Puasa adalah perisai, maka janganlah mengucapkan perkataan kotor dan melakukan perbuatan yang bodoh. Apabila ada yang mengajak bertengkar atau mencaci maki maka katakanlah: 'Aku sedang berpuasa.'" (Muttafaqun 'alaihi)

ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ (KabaUrangDulu026)


Abdullah bin Utsman itulah nama beliau. Namun kita lebih mengenalnya dengan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu. Khalifah pertama dan sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dari Zaid bin Aslam, ia menceritakan bahwa ayahnya pernah mengatakan:

رَأَيْتُ أَبَا بَكْرٍ الصَّدِيْقِ رَحِمَهُ اللّٰهُ آخَذَ بِطَرْفٍ لِسَانَهُ،
 فَقَالَ : هَذَا أَوْرَدَنِيْ المَوَارِدَ.

"Aku melihat Abu Bakar As-Shiddiq rahimahullah memegang ujung lisannya, kemudian mengatakan: 'Inilah yang mengantarkanku pada kebinasaan.'" (Kitabuz Zuhd Abu Dawud as-Sijistani: 55) alih bahasa atsar: Retno Palupi, Bekasi

____________________

Lisan, sebuah nikmat yang besar. Ia ibarat pisau bermata dua. Dapat memberikan manfaat dan juga sebaliknya dapat menjadi sebab kecelakaan dan penyesalan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ

“Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk keridhaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu Allah menaikkannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk kemurkaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka Jahannam.” (HR. Bukhari: 6478)

Oleh sebab itu, kunyah lebih dahulu sebelum ditelan. Pikirkan dengan matang apa yang akan kita ucapkan, karena ingat, bahwa lisan ini yang akan mendatangkan kebinasaan jika ia dibiarkan begitu saja.

Minggu, 20 Mei 2018

MANFAATKAN UMURMU UNTUK KEMATIANMU


Oleh: al-ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron

Orang berusia tua yang paling baik adalah yang mampu memanfaatkan umurnya untuk beribadah kepada Allah, dan mampu membendung hawa nafsunya dari godaan setan yang terkutuk.

Abdullah bin Busr berkata, “Ada seorang Arab badui bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah siapa manusia yang paling baik?’ Beliau menjawab:

مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ 

‘Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya.’” (HR. Tirmidzi; shahih: ash-Shahihah: 1836, al-Misyakah: 5285 (tahqiq kedua), ar-Raudh: 926)

Orang yang mampu memanfaatkan sedetik dari umurnya untuk beribadah kepada Allah, paling baiknya manusia di sisi Allah, dia beruntung karena tidak ada waktu bagi mereka melainkan untuk kebahagiaan dirinya dan umat.

Amr bin Maimun al-Audy berkata, “Rasulullah pernah menasihati seorang pria:

اغتنمْ خمسًا قبل خمسٍ شبابَك قبل هرمكَ وصحتَك قبل سَقمِكَ وغناكَ قبل فقرِك وفراغَك قبل شغلِك وحياتَكَ قبل موتِكَ

‘Ambillah kesempatan lima sebelum datang lima: mudamu sebelum tua, sehatmu sebelum sakit, kayamu sebelum melarat, senggangmu sebelum sibuk, hidupmu sebelum mati.’” (HR. Hakim, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib 3/168)

Gunakan kesempatan dan kesehatan untuk beribadah, karena pada umumnya manusia lupa ibadah ketika sehat dan pada waktu luang, sebaliknya semangat ingin beribadah tumbuh ketika dilanda kesakitan dan bencana, namun hanya semangat karena kekuatan tidak ada. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari no.5933)

JABIR BIN ABDILLAH (KabaUrangDulu025)


Seorang sahabat yang mulia, Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma pernah mengatakan:

إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُكَ وَ بَصَرُكَ وَ لِسَانُكَ عَنِ الكَذِبِ وَ الآثَمِ، وَ دَعْ أَذَي الخَادِمِ، وَ لْيَكُنْ عَلَيْكَ وَقَارٌ وَ سَكِيْنَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ، وَ لاَ تَجْعَلْ يَوْمَ صِيَامِكَ وَ فِطْرِكَ سَوَاء

"Jika kamu berpuasa maka puasakanlah juga pendengaranmu, penglihatanmu dan perkataanmu dari kedustaan dan segala dosa. Hindarkanlah dari menyakiti pelayanmu. Jadikanlah dirimu penuh kewibawaan dan ketenangan di hari puasamu. Janganlah kau jadikan hari puasamu sama dengan hari berbukamu." (Shahih Muslim: 1116) alih bahasa atsar: Fahmi Idris, Bekasi

____________________

Memang demikianlah seharusnya, ketika kita tengah berpuasa pada hakikatnya kita tidak hanya menghalangi diri dari makan dan minum saja. Banyak hal yang mesti kita jauhi, sesuatu yang dibulan biasa haram dan terlarang maka dibulan Ramadhan jauh lebih haram.

Ramadhan adalah kesempatan bagi kita untuk memperbaiki diri. Dengan berpuasa kita berusaha menjadi lebih baik. Oleh sebab itu perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tatkala ada orang lain yang menghina dan mencoba menghidupkan api kemarahan kita, cukuplah dengan mengatakan aku sedang berpuasa. Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلا يَرْفُثْ ، وَلا يَجْهَلْ ، فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ

"Apabila seorang dari kalian tengah berpuasa maka janganlah ia mengucapkan ucapan yang keji dan melakukan perbuatan bodoh. Apabila ada seorang yang menghina dan mengutuknya maka hendaklah ia mengatakan: 'Aku sedang berpuasa.'" (HR. Bukhari: 1894, Muslim: 1151)

Maka dari itu, marilah menjadi seorang yang benar-benar mewujudkan puasa yang sesungguhnya. Menahan diri dari segala bentuk dosa.

Sabtu, 19 Mei 2018

IBRAHIM AN-NAKHA'I (KabaUrangDulu024)


Seorang tabi'in, guru dari Imam Abu Hanifah, yaitu Imam Ibrahim an-Nakha'i rahimahumullah, ia pernah mengatakan:

صَوْمُ يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ يَوْمٍ، وَتَسْبِيْحَةٌ فِيْهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ تَسْبِيْحَةٍ وَرَكْعَةٌ فِيْهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ رَكْعَةٍ.

"Berpuasa satu hari di bulan Ramadhan lebih baik daripada berpuasa seribu hari, bertasbih satu kali di bulan Ramadhan lebih baik daripada bertasbih seribu kali dan satu rakaat shalat di bulan Ramadhan lebih baik dari seribu rakaat (di bulan lain)." (Latha'iful Ma'arif: 286) alih bahasa atsar: Elin Hermawati, Bogor

____________________

Pahala sebuah amalan terkadang menjadi berlipat ganda karena beberapa sebab. Di antaranya adalah kemuliaan suatu waktu. Bulan Ramadhan adalan bulan yang paling mulia dari bulan-bulan lainnya. Sehingga amal kebajikan pada bulan itu akan bernilai besar dan berlipat ganda dibanding bulan yang lain. Oleh sebab itulah dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu alahi wasallam bersabda:

 عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً

"Umrah di bulan Ramadhan sebanding dengan pahala haji." (HR. Bukhari: 1863, Muslim: 1256)

Sungguh berlipat ganda. Maka dari itu sangat rugi rasanya bilamana kita tak menyadari hal ini sehingga kita kehilangan banyak kebaikan. Oleh sebab iru, jangan biarkan bulan Ramadhan berlalu begitu saja. Mari bersemangat dan bersegera melakukan kebajikan, sekarang dan jangan tunda, karena kita tak tahu apakah masih hidup esok atau tidak. Zahir al-Minangkabawi

Jumat, 18 Mei 2018

PUASA BAGI MUSAFIR


Kadang kita tak habis pikir, mengapa semakin banyak saja orang yang menyukai jalan-jalan. Belakangan, sering terdengar istilah generasi millennials yaitu generasi yang lahir antara tahun 1985-1994M.

Salah satu ciri mereka adalah gemar traveling lintas negara. Dengan kata lain, generasi ini adalah generasi suka jalan-jalan. Padahal, se ”enak” apapun perjalanan tersebut tetap saja itu bagian dari adzab. Sebab Rasulullah pernah bersabda:

السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ

“Perjalanan itu adalah potongan (bagian) dari adzab.” (HR. Bukhari: 1804, Muslim: 1927)

Tapi biarlah generasi millennials itu, yang ingin kita bicarakan adalah kaitan antara safar dengan puasa. Sebab, mana tahu di bulan Ramadhan ini kita memiliki keperluan yang mengharuskan untuk melakukan safar, sebelum hal itu terjadi kita harus "baraja" dulu.

Salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada orang-orang yang sedang dalam perjalanan jauh (musafir) yaitu memberikan rukhsah (keringan) berupa boleh tidak berpuasa. Hanya saja, ternyata dalam hal ini ada perinciannya juga disebabkan keadaan musafir yang berbeda-beda.

Pertama, jika puasa sangat memberatkannya atau bahkan khawatir membahayakan dirinya, maka puasa haram baginya. Dengan kata lain ia wajib berbuka.

Dalilnya adalah hadits tentang kisah fathul makkah. Dimana kondisi sangat berat, sampai-sampai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berbuka. Tapi, ada sebagian sahabat yang tetap memaksakan diri untuk puasa, sehingga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun bersabda:

أُولَئِكَ الْعُصَاةُ أُولَئِكَ الْعُصَاةُ

“Mereka itu orang yang bermaksiat, mereka itu orang yang bermasiat.” (HR. Muslim: 1114)

Kedua, jika puasa tidak terlalu memberatkannya, maka berbuka lebih utama, sedangkan puasa dalam kondisi demikian dibenci karena dia berpaling dari keringanan Allah.

Ketiga, jika puasa sama sekali tidak memberatkannya maka hendaknya ia mengambil yang mudah, antara puasa atau berbuka. Sebab, Allah berfirman:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. Al-Baqarah: 185)

Namun, ada satu pertanyaan manakah yang lebih afdhal? Berbuka atau puasa?

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan (Syarh al-Mumthi’ 6/330): “Bila antara puasa dan berbuka sama-sama mudah, maka yang lebih utama adalah berpuasa, ditinjau dari empat alasan:

1. Mencontoh perbuatan Rasulullah, berdasarkan hadits Abu Darda’ yang mengatakan:

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي حَرٍّ شَدِيدٍ حَتَّى إِنْ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ الْحَرِّ وَمَا فِينَا صَائِمٌ إِلَّا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ

“Kami pernah berpergian bersama Rasullah di bulan Ramadhan ketika hari sangat panas, sampai ada seorang di antara kami meletakkan tangannya di atas kepala karena saking panasnya hari itu. Di antara kami tidak ada yang puasa kecuali Rasulullah dan Abdullah bin Rawahah.” (HR. Bukhari: 1945, Muslim: 1122)

2. Lebih cepat melepaskan diri dari tanggungan

3. Lebih ringan, karena berpuasa bersama di bulan Ramadhan lebih ringan. Dan apa yang lebih ringan maka lebih utama.

4. Puasanya di bulan Ramadhan, sedangkan bulan Ramadhan lebih utama daripada bulan yang lain.”

Jadi, bagi Anda yang ingin melakukan perjalanan di bulan Ramadhan ini, pahami dulu baik-baik. Agar tidak salah mengambil tindakan. Semoga bermanfaat. Zahir al-Minangkabawi

BERPUASA TAPI MASIH SAJA MELONTARKAN TUDUHAN DUSTA (Art.Salayok113)


Hari-hari ini memang sedang panasnya tuduhan dusta dan cercaan kepada mereka yang berjenggot atau wanita yang bercadar akibat imbas dari kasus teroris beberapa hari belakangan.

Banyak orang yang kemudian termakan isu dan bisikan busuk setan-setan itu, sehingga lantas kemudian turut menghina dan memojokkan sebagian orang yang berpenampilan tidak seperti dirinya. Padahal dia muslim dan yang dia tuduh itu juga muslim atau muslimah.

Dengan mudah lidahnya berucap, tangan ringan untuk berkomentar dan menulis sesuatu yang tidak layak bagi seorang muslim apalagi dalam keadaan berpuasa. Ingatlah nasehat singkat dari sahabat mulia, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu:

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الطَعَامِ وَ الشَّرَابِ، وَلَكِنْ مِنَ الكَذِبِ وَالبَاطِلِ وَاللَّغْوِ

"Puasa itu tidak hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, juga menahan diri dari perkataan dusta, bathil dan sia-sia." (Mausu'ah Nadhratin Na'im: 2661) Alih bahasa atsar: Nurhapni Munthe, Jonggol

Inilah yang wajib kita ketahui dan harus selalu kita ingat. Agar kita tidak termasuk dalam kelompok besar manusia yang merugi itu. Berpuasa, tetapi mulutnya tidak henti-hentinya juga mengeluarkan barang busuk. Celakaan, hinaan, makian, tuduhan dusta, ghibah, dst.

Namun, kalau tidak mau berhenti dan menahan diri juga, ya silahkan saja. Tapi ingat bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ

“Betapa banyak orang berpuasa yang tidak ada bagian dari puasanya kecuali hanya lapar semata.” (HR. Ibnu Majah: 1690)

Sungguh rugi besar. Sebabnya kenapa? Tidak lain karena dua bibir dan daging tak bertulang itu. Mulut yang tidak dijaga dari sesuatu yang diharamkan Allah. Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjelaskan:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalannya, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumannya.” (HB. Bukhari: 1903)

Oleh sebab itu, kita yang mengaku muslim atau muslimah dan sedang berpuasa, maka tinggalkanlah semuanya. Baik hinaan dan tuduhan dusta secara langsung maupun dengan tulisan berupa komentar di akun media massa, tahan lisan kalau tidak mau puasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Zahir al-Minangkabawi

Kamis, 17 Mei 2018

SUFYAN ATS-TSAURI (KabaUrangDulu023)


Ustman bin Zaidah rahimahullah pernah menuturkan perihal nasehat yang disampaikan Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah kepadanya. Ia mengatakan:

كَتَبَ إِلَيَّ سُفْيَانُ الثَوْرِي : إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَصِحَّ جِسْمُكَ،  وَيَقِلَّ نَوْمُكَ، فَأَقِل مِنَ الْأَكْلِ

Sufyan ats-Tsauri pernah menuliskan pesan untukku: "Apabila kamu ingin memiliki badan yang sehat dan sedikit tidur maka kurangilah makan." (Jamiul Ulumi wal Hikam: 2/472) Alih bahasa: Ismianti, Bogor

__________________

Salafunas shalih menyadari betul hakikat hidup di dunia ini. Hidup hanya sekali, untuk menyiapkan bekal menuju perjalanan panjang bertemu Allah. Mereka sangat memahami Firman Allah:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu kematian. (QS. Al-Hijr: 99)

Hidup ini adalah untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah, maka sangat di sayangkan jika hidup hanya untuk banyak tidur. Oleh sebab itu, memperhatikan makanan supaya jangan berlebihan adalah satu hal yang dapat menyehatkan badan dan mengurangi tidur.

BAHAGIA SAAT YANG DINANTI TELAH TIBA


Oleh: Zahir al-Minangkabawi

YANG DINANTI

Ramadhan telah tiba. Menggoreskan kesan tersendiri bagi tiap-tiap orang. Berbeda antara satu dengan yang lain sesuai dengan harapan dan cara pandang masing-masing.

Sebenarnya, bulan ini sudah dinanti oleh banyak kalangan jauh-jauh hari. Karena ia setali mata uang dengan moment setelahnya. Apalagi kalau bukan lebaran idul fitri.

Anak-anak kelas satu sekolah dasar yang tinggal di asrama selalu bertanya-tanya. “Ustadz, bulan puasa masih lama ya? Berapa hari lagi?” “Memangnya kenapa?” Ustadznya balik bertanya. “Biar bisa pulang dan libur panjang, bisa mainan sepuasnya, Ustadz.” Jawab mereka dengan polosnya.

Mungkin adik-adik mereka juga bertanya pada mereka kapan bulan puasa datang. Kenapa? Sebenarnya, bukan bulan puasanya yang mereka tunggu tapi baju barunya. Untuk lebaran bersama teman-teman.

Para perantau, terutama di kota Jakarta dan sekitarnya, bahkan sudah pusing duluan. Berdebar-debar, antara bahagia dan khawatir jauh sebelum Ramadhan datang. Bagaimana tidak? Kebahagiaan mudik di akhir Ramadhan harus tercemari dengan kenyataan yang ada.  Tiket yang harus berebut jika tidak ingin kecewa .

Di lingkungan asrama pondok pesantren, temanya pun tidak jauh-jauh dari itu. Di mana-mana terdengar perbincangan seputar Ramadhan. Tapi kebanyakannya masih ada kaitannya juga dengan cerita di atas. Apa lagi kalau bukan masalah tiket; tiket kereta api, bus, kapal, dan pesawat terbang. Terutama tiket kereta. Maklum, pemesanan dibuka 90 hari sebelum keberangkatan. Sementara ia adalah favorit banyak kalangan. Tidak hanya orang-orang bawah, tapi menengah ke atas juga doyan. Makanya, kalau tidak pesan jauh-jauh hari, nanti bisa kehabisan.

Ibu-ibu rumah tangga juga ikut serta. Ramadhan sudah dinanti, siap dengan strategi serta skedul untuk menu berbuka dan makan sahur. Tidak lupa menu kue yang akan dibuat untuk hari lebaran yang akan menjelang.

Anak-anak muda tanggung yang sedikit “nakal” pun ikut menanti-nanti bulan ini. Bukan karena apa-apa, tapi karena prosesi bakar mercon di malam-malam bulan Ramadhan. “Meski menganggu banyak orang tapi ini mengasyikkan, siapa yang peduli.” Kata mereka.

Kalau para pedagang jangan ditanya. Bahkan mereka mengaharapkan semua bulan itu bulan Ramadhan. Sebab, omset di bulan itu sangat menjajikan. Terlebih sepuluh akhir, bisa berlipat ganda dari bulan-bulan biasa. Memang bulan Ramadhan punya daya tarik tersendiri bagi banyak kalangan. Makanya tidak heran selalu dinanti kedatangnannya.

APA MOTIVASINYA?

Mari berkaca pada kehidupan salafus shalih. Ternyata mereka juga menantikan kehadiran bulan Ramadhan.

Ma’la bin al-Fadhl menuturkan:

كَانُوْا يَدْعُوْنَ اللهَ تَعَالَى سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ رَمَضَانَ يَدْعُوْنَهُ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَ مِنْهُمْ

“Mereka (salafus shalih) berdo’a kepada Allah selama enam bulan semoga Allah menyampaikan mereka pada bulan Ramadhan, lalu mereka berdo’a selama enam bulan berikutnya semoga amalan mereka di bulan itu diterima.”

Yahya bin Abi Katsir juga pernah berkata:

كَانَ مِنْ دُعَائِهِمْ: اللَّهُمَّ سَلِّمْنِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّم لِي رَمَضَان وَتَسْلِمهُ مِنِّي مُتَقَبَّلًا.

“Di antara do’a mereka (salaf shalih): ‘Ya Allah, selamatkanlah aku hingga Ramadhan, serahkanlah (berilah) Ramadhan kepadaku, dan terimalah amalanku di bulan itu.’” (Lathaif al-Ma’arif, cet. Dar Ibnu Hazm 1/148)

Sebenarnya ada apakah di bulan Ramadhan? Rasanya, tidak mungkin para salaf shalih dengan harapan sebesar itu motivasinya hanya karena bisa lebaran bersama keluarga di kampung halaman tercinta. Lantas apa?

INI SEBABNYA

Harus kita akui, mereka jauh lebih paham terhadap hakikat bulan Ramadhan daripada kita semua. Mereka tahu keutamaan besar bulan itu, hafal dan mengerti sabda-sabda Nabi berkenaan dengan hal itu. Mereka insaf bahwa Nabi kita pernah bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari: 38 Muslim: 760)

Mereka pun tahu bahwa di bulan itu ada malam istimewa yaitu malam lailatul qadr yang dikenal sebagai malam terbaik dalam cerita kehidupan. Nilainya lebih utama dari seribu bulan. Selalu dinanti kehadirannya. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ

“Sesungguhnya bulan ini telah datang, di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang diharamkan (dihalangi) dari malam itu maka sungguh ia telah diharamkan dari kebaikan semuanya." (HR. Ibnu Majah: 1644 dihasan shahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah 4/144)

Di bulan ini juga, pahala amal kebajikan dilipatgandakan. Persis seperti omset para pedagang. Hanya saja ini bukan perdagangan dunia tetapi perdagangan akhirat. Bahkan nilai kelipatannya hanya Allah saja yang mengetahuinya.

Nah, ini dia alasannya. Siapa yang tidak rindu dengan kesempatan itu. Kesempatan untuk melebur dosa, membersihkan diri dari kotoran batin. Sekaligus merengkuh pahala besar untuk bekal menghadap Allah nanti di hari akhir.

MELURUSKAN NIAT

Oleh sebab itu, mari menata niat kembali. Menapaki jejak salaf shalih dalam menanti dan menyambut bulan suci ini.
Kebahagiaan kita berjumpa dengan Ramadhan bukan semata-mata karena libur panjang, baju baru, ramai-ramai lebaran, mudik bareng, atau THR. Tidak. Tetapi karena ia memiliki keutamaan, membuka kesempatan untuk memperbaiki diri bagi kita hamba yang lemah, tak berdaya dan banyak dosa ini.

Jangan biarkan ia berlalu begitu saja. Sambut dan manfaatkanlah kesempatan yang ada, semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita semua. Bersungguh-sungguh dalam beribadah. Jangan sampai shalat tarawih atau ibadah lainnya justru luput karena sibuk menunggui loyang-loyang bolu dalam oven. Atau sibuk dengan persiapan mudik, dan seterusnya.

Mari menjadi pedagang-pedagang akhirat. Tawarannya sudah dibuka dengan harga yang luar biasa. Oleh sebab itu, jangan sampai Ramadhan ini lewat begitu saja karena sibuk mencari omset besar untuk perdagangan dunia saja. Marhaban ya Ramadhan, selamat datang, kami sangat merindukanmu. Wallahu a’lam bishshawab.

MENGHIDUPKAN BULAN RAMADHAN


Oleh: Zahir al-Minangkabawi hafizhahullah 

Bulan Ramadhan adalah bulan kebahagiaan, dikarenakan banyaknya pintu kebaikan yang ada di dalamnya. Dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam memberikan kabar gembira kepada para sahabat dengan sabdanya:

قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah mewajibkan puasa atas kalian. Pada bulan ini, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan ini juga, ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa terhalangi dari kebaikannya maka sungguh ia terhalangi untuk mendapatkannya.” (HR. Ahmad 12/59)

Oleh sebab itu, bulan Ramadhan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Menghidupkan siang dan malamnya dengan amal-amal kebajikan.

DI ANTARA AMALAN UNTUK MENGHIDUPKAN BULAN RAMADHAN

Pertama, makan sahur. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً

Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya dalam sahur itu terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari: 1923)

Meski hukumnya tidak wajib, namun hendaknya kita berusaha untuk tidak meninggalkannya walaupun hanya dengan seteguk air. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ، فَلَا تَدَعُوهُ، وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ

Makan sahur itu penuh berkah. Maka janganlah kalian tinggalkan walaupun hanya seteguk air. Sesungguhnya Allah dan Malaikatnya bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.” (HR. Ahmad: 11086)

Kedua, tidak melakukan perbuatan sia-sia dan meninggalkan perkataan kotor. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ

Betapa banyak orang berpuasa yang tidak ada bagian dari puasanya kecuali hanya lapar semata.” (HR. Ibnu Majah: 1690)

Apa sebabnya? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjelaskan:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalannya, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumannya.” (HB. Bukhari: 1903)

Ketiga, memperbanyak sedekah. Ibnu Abbas menuturkan:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Rasulullah adalah manusia yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan. Bulan dimana Jibril menemuinya pada setiap malam Ramadhan untuk mengajari al-Qur’an. Rasulullah lebih dermawan dalam kebaikan dari pada angin yang berhembus.” (HR. Bukhari: 6)

Keempat, menyegerakan berbuka dan memberi makan orang yang berbuka. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

“Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari: 1957)

Dan jika mampu, jangan lupa untuk memberi makan orang lain yang berbuka karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ ، غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Barang siapa yang memberi makan orang yang berbuka, maka baginya pahala semisal pahala orang itu tanpa dikurangi dari pahalanya sedikit pun.” (HR. Tirmidzi: 807)

Kelima, shalat tarawih. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang mengerjakan shalat malam di bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari: 37)

Dan hendaknya mengerjakan shalat tarawih bersama imam, jangan pulang sebelum imam selesai. Berapa pun jumlah rakaatnya. Sebab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

“Barang siapa yang shalat bersama imam sampai selesai, akan ditulis baginya shalat sepanjang malam.” (HR. Tirmidzi: 806)

Keenam, berinteraksi dengan al-Qur'an. Allah berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ 

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda antara yang hak dan yang bathil. (QS. al-Baqarah: 185)

CARA INTERAKSI DENGAN AL-QUR’AN

1. Banyak membacanya. Mu’adz bin Jabal radliyallaahu anhu menceritakan:

أَنَّ رَجُلًا سَأَلَهُ فَقَالَ: أَيُّ الْجِهَادِ أَعْظَمُ أَجْرًا ؟ قَالَ: أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ذِكْرًا. قَالَ: فَأَيُّ الصَّائِمِينَ أَعْظَمُ أَجْرًا ؟ قَالَ: أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ذِكْرًا 

“Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah kemudian bertanya: “Jihad apakah yang paling besar pahalanya?” Rasulullah menjawab: “Mereka yang paling banyak dzikirnya kepada Allah.” Kemudian orang itu bertanya lagi: “Siapakah orang yang berpuasa yang paling banyak pahalanya?” Rasulullah menjawab: “Mereka yang paling banyak dzikirnya kepada Allah.”’

Para ulama telah menjelaskan bahwa dzikir yang paling utama adalah membaca al-Quran. Kenapa? Karena membaca al-Qur’an mengandung obat bagi hati serta penyembuh segala penyakit. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus: 57)

Oleh sebab itu, memperbanyak membaca al-Quran dan mempelajari al-Qur’an dibulan ini termasuk amalan yang sangat dianjurkan. Bahkan, Malaikat Jibril selalu datang setiap malam Ramadhan untuk mengecek dan membacakan al-Qur’an kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam.

2. Mengamalkan dan merenungi kandungannya.

Tujuan utama diturunkannya al-Qur’an adalah sebagai pentunjuk bagi umat manusia. Bagaimana seorang akan mendapat pentunjuk jika ia tidak mau merenungi dan mengamalkan kandungan al-Qu’an.

Abu Abdirrahman as-Sulami menceritakan: “Dahulu para sahabat Nabi mengajarkan kami al-Qur’an, semisal Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud dan yang lainnya, mereka jika belajar sepuluh ayat, tidak pindah hingga mengamalkannya. Mereka belajar dan mengamalkan al-Qur’an bersamaan.” (Syarh Muqaddimah Tafsir hal. 22)

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shad: 29)

Bahkan Allah mencela orang-orang yang tidak mau merenungi dan mempelajari al-Qur’an:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran ataukah hati mereka terkunci? (QS. Muhammad: 24)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan:

“Dalam ayat ini Allah mencela orang-orang yang tidak mentadaburi al-Qur’an dan mengisyaratkan bahwa hal itu termasuk tanda terkuncinya hati dan terhalanginya kebaikan dari mereka.” (Ushul fi Tafsir hal. 25)

Demikianlah beberapa amalan untuk menghidupkan bulan suci ini. Semoga bermanfaat.

USIA BAGI ORANG YANG BERIMAN



Oleh: al-ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron hafizhahullah

Sebagian ulama berkataberkata: “Usia adalah modal hidup seorang hamba, ia membelanjakan untuk dirinya, walaupun banyak, pada hakikatnya sedikit, walaupun umurnya panjang hakikatnya pendek, cita-cita manusia terputus dengan kematiannya.” Dari sinilah Islam menganjurkan kita agar segera beramal shalih dan tidak boleh menyia-nyiakan waktu tanpa ada manfaat untuk akhiratnya walaupun hanya sebentar. (Fatawa Ulama Azhar: 10/331)

Abu bakar pernah berkhutbah, “Ketahuilah wahai hamba Allah! Kalian hidup pada waktu pagi dan sore. Kalian tidak tau ajal kalian. Jika kalian mampu menggunakan umurmu untuk beribadah kepada Allah, tentunya kalian tidak akan mampu tanpa pertolongan Allah, maka bersegeralah beramal shalih waktu hidupmu sebelum berakhir ajalmu, agar kamu tidak mengakhiri hidupmu dengan kejahatanmu.” (Hilyatul Auliya: 1/17)

Dari Ibnu Umar beliau berkata, “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda:

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ

“Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.’”

Ibnu umar berkata, “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” (HR. Bukhari: 21/268)

Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh berkata:

"Jika manusia mau memahami hadist ini maka di dalamnya terkandung wasiat penting yang sesuai dengan realita. Sesungguhya manusia (Nabi Adam) memulai kehidupannya di surga kemudian diturunkan ke bumi ini sebagai cobaan, maka manusia adalah seperti orang asing atau musafir dalam kehidupannya. Kedatangan manusia di dunia (sebagai manusia) adalah seperti datangnya orang asing. Padahal sebenarnya tempat tinggal Adam dan orang yang mengikutinya dalam masalah keimanan, ketakwaan, tauhid dan keikhlasan pada Allah adalah surga.

Sesungguhnya adam diusir dari surga adalah sebagai cobaan dan balasan atas perbuatan maksiat yang dilakukannya. Jika engaku mau merenungkan hal ini maka engkau akan berkesimpulan bahwa seorang muslim yang hakiki akan senantiasa mengingatkan nafsunya dan mendidiknya dengan prisip bahwa sesungguhnya tempat tinggalnya adalah di surga, bukan di dunia ini. Dia berada pada tempat yang penuh cobaan di dunia ini, dia hanya seorang asing atau musafir sebagaimana yang disabdakan olah Nabi.

Betapa indah perkataan Ibnul Qayyim ketika menyebutkan bahwa kerinduan, kecintaan dan harapan seorang muslim kepada surga adalah karena surga merupakan tempat tinggalnya semula. Seorang muslim sekarang adalah tawanan musuh-musuhnya dan diusir dari negeri asalnya karena Iblis telah menawan bapak kita Adam dan dia melihat, apakah dia akan dikembalikan ke tempat asalnya atau tidak. Oleh karena itu, alangkah bagusnya perkataan seorang penyair:

Palingkan hatimu pada apa saja yang kamu cintai.Tidaklah kecintaan itu kecuali pada cinta pertamamu. Yaitu Allah jalla wa’ala. Berapa banyak tempat tinggal di bumi yang ditempati seorang. Dan selamanya kerinduan hanya pada tempat tinggal yang semula, yaitu surga. (Hadits Arba’in no.40 oleh Abu Fatah Amrullah)

Orang yang rugi adalah orang yang menyia-nyiakan umurnya untuk perkara yang tidak diridhai oleh Allah. Allah berfirman:

قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ

Katakanlah: “sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Az-Zumar [39]:15)

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Dia merugikan dirinya sendiri, karena dia tidak bisa mengambil faedah sedikitpun dari umurnya, dan rugi pula keluarganya walaupun mereka orang yang beriman, mereka di surga, tetapi tidak bisa bersenang-senang dengan mereka di akhirat apabila mereka masuk di neraka.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibn Utsaimin: 9/95)

SA'ID BIN MUSAYYIB (KabaUrangDulu022)



Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, diriwayatkan dari seorang tabi'in yang mulia Sa'id bin Musayyib rahimahullah, bahwa ia pernah berkata:

مَنْ هَمَّ بِصَلَاةٍ، أَوْ صِيَامٍ، أَوْ حَجٍّ، أَوْ عُمْرَةٍ، أَوْ غَزْوٍ، فَحِيْلَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ ذٰلِكَ، بَلَّغَهُ اللّٰهُ تَعَالَى مَانَوَى.

"Barang siapa yang berniat untuk shalat, puasa, haji, umrah atau berperang kemudian ada penghalang antara dia dengan yang ia niatkan maka Allah akan (menyampaikannya) memberikan pahala atas apa yang di niatkan." (Jami'ul Ulumi wal Hikam: 2/320) Alih bahasa atsar: Elin Hermawati, Bogor
________________________

Itulah kemurahan Allah subhanahu wata'ala kepada para hamba-Nya. Niat dan tekad yang kuat untuk melakukan kebaikan, itulah yang tidak boleh kita lupakan. Sebab Allah memang Maha Pemurah, memberikan ganjaran pahala terhadap niat-niat itu, meski belum melakukannya.

Apabila niat baik itu terwujud melalui perbuatan maka akan dibalas minimalnya sepuluh pahala dan maksimalnya tak terhingga. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً

"Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan kejahatan, kemudian menjelaskannya. Barang siapa yang berniat kebaikan lantas tidak jadi ia amalkan, Allah mencatat satu kebaikan disisi-Nya secara sempurna, dan jika ia berniat lantas ia amalkan, Allah mencatatnya sepuluh kebaikan, sampai tujuh ratus kebaikan, bahkan lipatganda tidak terbatas. Barang siapa yang berniat melakukan kejahatan kemudian tidak jadi ia amalkan, Allah menulis satu kebaikan sempurna disisi-Nya, dan jika ia berniat jahat lalu ia lakukan maka Allah menulisnya sebagai satu kejahatan saja." (HR. Bukhari: 6491, Muslim: 131)

Oleh sebab itu, sekecil apapun niat untuk berbuat kebaikan, niatkanlah, karena Allah Maha Pemurah.

Rabu, 16 Mei 2018

MARHABAN YA RAMADHAN (RMD Art.010)


Alhamdulillah, itulah kata yang pantas kita ucapkan. Bagaimana tidak, ternyata Allah masih berkenan menyampaikan kita pada bulan Ramadhan. Tentu, hal itu adalah sebuah kebahagiaan bagi kita semua. Dan yang menambah kebahagiaan kita itu, kebersamaan mengawali bulan Ramadhan. Mudah-mudahan ke depan hal ini selalu terjaga, di bumi persada yang kita cintai ini.

Salah satu sunnah adalah bergembira sekaligus memberikan kabar gembira kepada orang lain dengan kedatangan bulan Ramadhan. Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan kabar gembira kepada sahabat-sahabatnya dengan sabdanya:

قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah mewajibkan puasa atas kalian. Pada bulan ini, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan ini juga, ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa terhalangi dari kebaikannya maka sungguh ia terhalangi untuk mendapatkannya.” (HR. Ahmad 12/59)

Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan: “Sebagian ulama mengatakan bahwa hadits ini adalah dalil bolehnya mengucapkan selamat antara sebagian manusia kepada yang lain berhubungan dengan datangnya bulan Ramadhan. Bagaimana mungkin seorang mukmin tidak gembira dengan dibukanya pintu surga?! Bagaimana tidak bergembira orang yang berdosa dengan ditutupnya pintu neraka?! Bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira dengan waktu yang setan dibelenggu pada saat itu, waktu mana yang menyerupai waktu saat itu?!” (Lathaiful Ma’arif hal.279)

Oleh sebab itu, mengawali bulan suci ini kami mengucapkan: "Marhaban ya Ramadhan, selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1439 H. Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita dalam beribadah kepada-Nya di bulan suci ini serta menerima amalan kita tersebut. Amin." Zahir al-Minangkabawi

Selasa, 15 Mei 2018

ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ (KabaUrangDulu021)


Manusia termulia setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sahabat agung yang memiliki banyak keutamaan; Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu pernah mengatakan:

لَا خَيْرَ فِيْ قَوْلٍ لاَ يَرَادُ بِهِ وَجْهُ اللهِ، وَ لَا خَيْرَ فِيْ مَالٍ لَا يُنْفَقُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَلَا خَيْرَ فِيْمَنْ يَغْلِبُ جَهْلُهُ حِلْمَهُ، وَلَا خَيْرَ فِيْمَنْ يَخَافُ فِيْ اللهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ

"Tidak ada kebaikan pada ucapan yang tidak mengharapkan wajah Allah. Dan tidak ada kebaikan pada harta yang tidak dibelanjakan di jalan Allah. Tidak ada kebaikan pada seseorang yang kebodohannya mengalahkan sifat santunnya. Dan tidak ada kebaikan pula pada seseorang yang takut akan celaan manusia padahal ia berada di jalan Allah." (Kitabuz Zuhd Abu Dawud as-Sijistani: 51) alih bahasa atsar: Siti Rismiati, Cileungsi

__________________

Demikianlah nasehat singkat sabahat mulia. Hidup ini adalah untuk mencari keridhaan Allah subhanahu wata'ala. Oleh sebab itu, tapakilah selalu jalan yang benar, jangan berpaling ke kiri atau ke kanan. Setelah itu, beristiqamah dan jangan pedulikan lagi celaan dan cibiran manusia. Ingat bahwa Allah pernah berfirman:

فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ 

Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. (QS. Al-Maidah: 53)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda tentang golongan yang selamat:

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي قَائِمَةً بِأَمْرِ اللَّهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ 

"Akan senantiasa segolongan dari umatku mengerjakan perintah Allah, mereka tidak termudharati oleh orang-orang yang menyelisihi mereka sampai datang keputusan Allah." (HR. Muslim: 1037)

Benar kata orang-orang bijak dahulu, "Jika engkau berada di atas kebenaran, teruslah berjalan. Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu." zahir